Seluruh rombongan dari SMP Ranvas telah tiba di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Dengan teratur, seluruhnya masuk ke dalam bus yang telah tersedia sesuai dengan kelompok masing-masing. Kelompok Oik dan Cakka kebetulan satu bus di bus H.
Shilla berjalan terseok-seok sambil menggeret sebuah koper besar berwarna ungu, sebuah tas jinjing besar berwarna sama, dan sebuah tas selempangan dengan merk terkenal berwarna oranye.
Cakka terlihat tergesa-gesa menyusul Shilla, “Mau dibantu, Shill?”
Shilla menengok ke arahnya dan tersenyum sekilas, “Boleh. Bawain tas jinjing aja, ya”
Cakka mengangguk cepat. Tas jinjing berukuran besar tersebut beralih dari tangan Shilla menuju tangan Cakka. Keduanya saling tersenyum dan berjalan beriringan menuju bus mereka. Oik, Angel, Dea, Acha, Sivia, Ray, Deva, Gabriel, Ozy, dan Alvin berjalan tergesa-gesa dan mendahului kedua sejoli itu.
Dengan sengaja, Acha menyenggol bahu Shilla lumayan keras dan tersenyum simpul setelahnya, “Cha! Lo bisa jalan ati-ati ga, sih?!” maki Shilla.
Acha berbalik badan dan menghadap Shilla, kemudian ia sunggingkan senyum sinisnya, “Kenapa, Shill? Lo bukannya lagi sakit, ya? Kok bisa marah-marah, sih?” tanya Acha telak, dengan penakan pada kata ‘sakit’.
Oik menghela napas tak kentara. Dari samping, Gabriel mengelus bahunya dan tersenyum menenangkan, “Sabar, ya..”
Oik mengangguk pada Gabriel, “Lo di bus ntar bisa kan duduk sama gue aja? Lo tau lah si nona cantik pasti bakalan duduk sama Cakka. Lagi..”
Gabriel tertawa kecil dan mengacak pelan puncak kepala Oik, “Pasti!” jawabnya, mantap.
Oik dan Gabriel menghampiri Acha dan Shilla yang masih saling adu tatap, tentu saja dengan tangan Gabriel yang masih bertengger indah bahu Oik dan Oik yang tersenyum simpul.
Tanpa menunggu lama, Oik menarik mundur tubuh Acha, “Udah, Cha. Ga usah ngabisin tenaga buat hal yang ga perlu. Jadwal liburan kita masih panjang buat dua hari ke depan..”
Acha tersenyum misterius, “Oh iya. Dan gue harap, umur Shilla masih cukup buat nikmatin liburan terakhirnya, ya” kata Acha dengan nada tajam.
Tangan Shilla sudah terayun dan akan menampar pipi Acha ketika tangan Ozy menahannya, “Kalau lo berani macem-macem sama Acha, gue bisa dengan senang hati buka ‘kartu‘ lo. Sekarang!” Ozy mendesis tajam.
Nyali Shilla mendadak ciut. Ia segera melenggang meninggalkan mereka semua. Dan, tentu saja, Cakka datang menghampiri gadis semampai itu bak pahlawan kesiangan. Sahabat-sahabatnya hanya menatap penuh kasihan pada Oik.
“Kenapa, sih, guys? Gue ga apa-apa! Menurut lo gue bakalan nangis bombay untuk yang kesekian kalinya gara-gara cowok macem dia, gitu? Ga akan! Makasih!” ujar Oik.
“Ik, jadi duduk sama gue? Yuk, naik ke bus..” ajak Gabriel, Oik mengangguk saja ketika tangan Gabriel sudah bertaut dengan tangannya.
Gabriel dan Oik melenggang. Diikuti oleh Ozy dan Acha. Selanjutnya, Alvin dan Sivia. Barulah Dea, Angel, Deva, dan Ray menyusul. Kesepuluhnya duduk berdekatan ketika dalam bus. Mungkin karena insiden tadi, Shilla tak berani dekat-dekat dahulu dengan Acha.
“Zy, si Shilla takut sama aku gara-gara insiden tadi, ya?” tanya Acha, tepat ketika keduanya baru saja duduk di dalam bus.
“Iya, kali. Pecun abis itu orang. Coba aja kamu bolehin aku buat ngebuka ‘kartunya’, udah aku lakuin dari kemarin!” timpal Ozy dengan kesal.
Acha mengusap-usap lengan Ozy pelan, “Sabar aja. Allah ga bakalan ngebiarin yang ‘hitam’ menang dari yang ‘putih’, kok. Kapan pun itu..”
Bus pun perlahan-lahan mulai berjalan menuju hotel yang akan rombongan SMP Ranvas tempati selama dua hari kedepan. Perjalan memakan waktu sekitar setengah jam. Inna Bali Hotel. Itulah tulisan yang tertera di plang besar berwarna putih di depan gedung hotel.
Seluruh rombongan pun segera turun dari bus dan berkumpul di halaman hotel untuk mengambil kunci kamar. FYI, hotel ini dibagi menjadi dua wilayah dan dipisahkan dengan sebuah jalan raya. Untuk siswi di bagian timur dan siswa di bagian barat. Sedangkan para guru, berada di antara keduanya.
“Cakka mana, nih? Kunci kamar udah dapet eh malah itu anak kagak tau di mane!” ucap Deva gemas.
Ray melengos malas, “Lo pikir? Ke mana lagi si Cakka kalau ga ngampirin si putri cantik?!”
Deva melongo kaget, “Cakka? Ngapain ngampirin si nenek lampir?! Kurang kerjaannya kebangetan itu anak satu!”
Gabriel tiba-tiba datang, “Kalian duluan aja. Gue mau nganterin Oik dulu..” pamit Gabriel pada Deva dan Ray.
Gabriel tak menunggu jawaban dari keduanya dan langsung berlalu menghampiri Oik. Deva dan Ray berpandangan sesaat. Kemudian, keduanya berpelukan dengan ekspresi yang sulit ditebak antara sungguhan dan hanya main-main.
“Nasib banget, ya, kita jomblo!” seru Ray, sangat dramatis.
Deva seolah-olah menghapus air mata yang berlinangan di kedua pipinya, “Alvin sama Sivia, it’s okay. Gabriel sama Oik, it’s okay juga. Ozy sama Acha, it’s okay banget. Tapi Cakka sama Shilla? Dammit banget!”
“Ya udah, yuk, Dev. Kita ke kamar aja, berduaan..” ujar Ray, melepas pelukannya dengan Deva.
Tepat ketika mereka berdua melepas pelukan, seluruh sorot mata dari para siswa, siswi, dan guru yang belum mendapat kunci kamar tertuju pada mereka. Keduanya meringis lebar dan segera menarik koper masing-masing menuju kamar.
^^^
Gabriel berjalan menghampiri segerombolan sahabat barunya itu. Oik, Sivia, Acha, Angel, Dea, Alvin, dan Ozy. Ke mana Cakka dan Shilla? Ada.. Sekitar dua meter jauhnya dari tempat mereka berdelapan dan entah sedang membicarakan apa.
“Udah dapet kunci kamar?” tanya Gabriel, lebih kepada Oik daripada yang lainnya.
“Udah.. Ini mau balik ke kamar. Lo ga ke kamar?” tanya Oik balik.
Gabriel tersenyum manis pada gadis mungil itu, “Gue anterin kalian dulu aja. Kalau udah baru gue, Alvin, sama Ozy balik ke kamar”
“So sweet banget lo, Gab..” sindir Angel sambil menaik-turunkan alisnya.
“Nganter kita apa cuman nganter Oik?” goda Dea, seluruhnya tertawa mendengar celotehan Dea.
“Nganter kalian, kok.. Ga cuman Oik” jawab Gabriel akhirnya.
“Terus? Baliknya ntar ga sekalian sama Cakka juga?” tanya Sivia, matanya melirik Cakka tajam.
Gabriel mengangkat bahunya. Seolah ia tak perduli dengan ada atau tidak adanya Cakka, “Bodo amat. Ngapain mikirin dia? Dia aja ga mikirin gimana orang lain..” Gabriel menaikkan sedikit volume suaranya.
“Jelas, Gab! Dia, kan, udah ‘buta’ sama cinta! Mana mungkin mikirin gimana orang lain?” timpal Acha, matanya melotot pada Cakka dan Shilla yang terus saja mengawasi mereka.
Oik yang sedari tadi hanya tersenyum kecil pun akhirnya buka suara, “Udah, ah! Ke kamar aja, yuk? Gue laper, nih.. Kebetulan gue bawa camilan banyak. Mau?”
Sivia, Angel, Acha, Dea, Alvin, Gabriel, dan Ozy mengangguk kompak, “Mau!” teriak mereka.
Oik sampai harus menutup telinganya untuk meredam suara mereka bertujuh yang tak kenal volume, “Ya udah, ayo! Ozy, lo telpon Deva sama Ray sekalian, ya. Kesian mereka berduaan doang di kamar..”
Ozy mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum lebar, “Sip, Ik!”
Mereka berdelapan pun berjalan beriringan menuju kamar para gadis-gadis itu. Tentu saja dengan Ozy yang masih bergulat dengan ponselnya untuk menghubungi Deva dan Ray. Sesekali, mereka semua tertawa lepas dan lebar.
“Lo berdua mau diem terus di sini dan jadi patung selamat datang, gitu?” sindir Sivia pada Cakka dan Shilla.
Tanpa banyak bicara, keduanya pun berjalan mengekor kedelapan orang yang sedang tertawa lebar itu. Tepat ketika mereka bersepuluh sampai di depan kamar para gadis, Deva dan Ray datang dengan hebohnya.
“Tolong! Untung banget, Zy, lo nyuruh gue sama Deva ke sini. Kalau ga pasti udah pada ngira gue sama Deva homo-an di dalem kamar!” seru Ray dengan lebaynya.
“Bukannya kalian berdua emang kayak gitu?” tanya Alvin dengan ekspresi super datar.
Deva menempeleng kepala Alvin dengan keras, “Sompret! Fitnah lu, ya! Kagak gua kasih tau tempat-tempat cari oleh-oleh yang murah di sini, ya, lu!” amcamnya.
Alvin memutar bola matanya dan mendesis, “Mentang-mentang banget, ya, yang orang asli sini..”
Oik pun membuka pintu kamarnya dan kunci yang tadi telah diberikan. Tentu saja dengan tertawa terpingkal-pingkal mendengar celotehan Ray, Alvin, dan Deva. Begitu pintu kamar terbuka, terhamparlah kamar yang akan ia dan kelima gadis lainnya tempati untuk dua hari kedepan.
“Yang cewek! Taruh koper aja dulu, gih. Yang cowok-cowok mau nunggu di dalem apa di luar?” tanya Oik, mengerling pada sahabat-sahabatnya, tentu saja Cakka dan Shilla tidak termasuk.
“Di luar!” teriak Acha, Sivia, Angel, dan Dea.
“Ya udah, kita nunggu sini aja. Kalian ganti baju aja sekalian..” saran Gabriel.
“Gab, lo ngomong ke para cewek-cewek atau cuman Oik aja? Dari tadi ngeliatnya ke Oik doang, sih..” tanya Ray sambil menunjukkan ekspresi terpolosnya.
Wajah Gabriel mendadak semerah kepiting rebus, “Ke semuanya, kok..” jawabnya, menundukkan kepala dalam-dalam.
“Udah, ah! Para cewek mau ganti baju dulu, ya.. Para cowok di luar aja dulu!” sela Angel, sebelum kembali terjadi celotehan-celotehan panjang dan heboh dari para laki-laki.
Oik, Sivia, Acha, Dea, dan Angel pun segera masuk ke dalam kamar. Menyisakan Gabriel, Alvin, Ozy, Deva, Ray, Cakka, dan Shilla di teras kamar. Teras kamar? Memang, setiap kamar di hotel ini memiliki terasnya masing-masing. Dan FYI again, hotel ini tidak seperti hotel-hotel pada umumnya yang bertingkat hingga tingkat keberepapuluh. Hotel ini seperti cottage. Setiap kamar berada pada lantai dasar.
Gabriel berbagi kursi dengan Alvin. Sedangkan Ozy berbagi kursi dengan Deva dan Ray. Cakka dan Shilla? Kembali berdiri mematung di dekat mereka berlima. Teras setiap kamar memang memiliki dua kursi dan satu meja bundar kecil.
“Shill, ga masuk ke kamar?” tanya Cakka.
Shilla mengangkat bahunya seolah tak tau, “Mereka berlima aja ga nawarin gue buat masuk”
“Sok ga ada dosa banget emang..” sindir Ozy sambil menatap tajam kepada Shilla.
“Maksud lo apa, Zy? Perasaan dari kemarin lo sama Acha ngungkit-ngungkit soal itu mulu ke Shilla?” tanya Cakka, terdengar nada bicaranya mulai meninggi.
“Cakk? Lo ngebentak Ozy? Temen sebangku lo sendiri? Sahabat lo sendiri? Cuman gara-gara Shilla? Wow!” Deva mendesis sambil menggeleng tak percaya.
“Maksud gue? Lihat aja nanti. Acha udah ngewanti-wanti gue buat ngebongkarin semuanya. Biar waktu yang ngejawab. Pelan-pelan, pasti semuanya kebongkar dengan sendirinya..” jawab Ozy, kembali mengambang.
Tiba-tiba saja, pintu kamar terbuka. Kelima gadis yang tadi masuk ke dalamnya pun kembali keluar. Dengan pakaian yang sama. Dahi Gabriel berkirut heran menatap kelimanya.
“Kalian ga ganti baju?” tanyanya langsung.
Kelimanya menggeleng berbarengan, “Ga. Kita cuman cuci muka aja tadi..” jawab Dea.
“Gue boleh masuk ke dalem, kan?” tanya Shilla dengan suara pelan.
Acha, Dea, Sivia, dan Angel hanya melengos mendenger pertanyaan Sivia. Mereka berempat langsung duduk di teras kamar. Duduk lantai, di bawah. Akhirnya Gabriel, Alvin, Ozy, Deva, dan Ray mengikuti keempatnya untuk duduk di lantai.
Oik tersenyum kecil, “Masuk aja. Lo, kan, sekelompok sama kita. Lo beres-beres aja di dalem..”
“Eh, kasurnya ada tiga. Gue ga mau sekasur sama lo! Gue udah sekasur sama Acha!” ujar Sivia dengan nada yang sama sekali tak enak didengar.
“Gue sama Oik..” ujar Dea, pelan namun tetap tak enak didengar.
“Yah.. Berarti gue, dong, yang sama Shilla? Ck!” Angel melengos malas.
“Ya udahlah.. Apa Angel sama Dea aja, terus gue sama Shilla?” tanya Oik, menengahi.
“Ga usah! Biar Angel aja yang sama Shilla!” teriak semuanya, kecuali Cakka, Shilla, dan Oik.
“Ya udah.. Gue masuk dulu, ya” pamit Shilla.
“Ga usah pamit. Ntar aje kalau lo mau mampus, baru pamit!” timpal Sivia.
“Ik! Kok lo baik banget, sih, sama dia? Ih!” tanya Acha.
“Ga semua yang jahat harus dibales sama jahat juga, kan?” tanya Oik balik, kembali tersenyum simpul setelahnya.
Shilla pun masuk ke dalam. Tentu saja dengan hati dongkol. Di luar, Oik pun menyusul sahabat-sahabatnya untuk duduk di lantai. Kedua tangannya penuh membawa camilan yang ia bawa dari Jakarta. Gabriel membantunya untuk meletakkannya di lantai. Terlihat Cakka yang mendengus kesal menyaksikannya.
“Ape lo? Ga suka?” tantang Deva, Cakka mengalihkan pandangannya.
“Berdiri aja, Cakk? Ga mau gabung sama kita? Duduk sini aja..” ajak Oik pada Cakka.
Cakka mengangguk kaku dan segera duduk. Kebetulan, tempat yang luang hanya di sebelah kanan Oik saja. Jadilah Cakka duduk di sana. Tentu saja dengan diiringi tatapan tajam dari yang lainnya.
“Jadwal kita hari ini apa?” tanya Ray, dengan mulut yang penuh oleh camilan, kepada sahabat-sahabatnya. Tentu saja minus Cakka, dalam pikiran Ray.
“Istirahat doang, sih. Besok baru kita ngedatengin tempat wisata” jawab Deva.
Ozy menoyor kepala Deva dengan brutalnya, “Sarap! Malem ini kita ada acara inagurasi!”
“Oh iya!” seru Deva, seolah-olah baru ingat.
“Gila! Kita, kan, ngisi acara! Nyanyiin tiga lagu, hoy!” timpal Alvin, menambahkan secuil informasi lagi untuk Deva yang memang sering ‘pikun mendadak’.
“Lho? Kita jadi ngisi acara?” tanya Gabriel, kaget.
“Jadi, dong, Gab! Jangan bilang lo ga sempet ngafalin not-not lagunya waktu di Jakarta..” ujar Alvin gemas.
“Tenang! Akang Gabriel udah ngafalin not lagunya, kok!” sambung Gabriel seraya tersenyum menggoda.
“Kalian mau ngebawain lagu apa aja emangnya?” tanya Oik.
“Kita mau ngebawain---” belum sempat Gabriel menyelesaikan kalimatnya, Deva sudah memotongnya.
“Janga mentang-mentang Oik itu imut dan lo suka sama dia makanya lo mau ngebocorin lagu apa aja yang bakalan kita bawain ntar, ya!” ancam Deva.
“Ga, kok! Sumpah!” ujar Gabriel, sok serius.
“Lihat ntar aja, Ik. Mereka emang sok misterius..” sela Angel, Oik mengangguk saja.
Ray melirik malas pada Cakka, “Biar gimana pun, lo tetep guitarist!”
^^^
Malam menjelang. Rombongan dari SMP Ranvas baru saja makan malam di resto hotel yang terletak di wilayah barat. Sekarang, mereka semua berbondong-bondong ke wilayang timur untuk acara inagurasi. Terdapat sebuah pendopo besar di depan kamar para siswi dan di situlah acara inagurasi diadakan.
Seluruh rombongan SMP Ranvas sudah berada di sekitar pendopo tersebut ketika Alvin, Gabriel, Ray, Deva, Ozy, dan Cakka berada di mini panggung untuk mengisi acara. Alvin sebagai bassist, Gabriel keyboardist, Ray drummer, Ozy dan Cakka guitarist, dan Deva vocalist.
“Dev, bilang sekalian, ya, kalau lagu ini kita persembahin buat Shilla..” bisik Cakka pada Deva, sebelum mereka mulai perform. Deva seolah-olah tak mendengar ucapan Cakka.
“Malam semuanya..” Deva buka suara ketika kelima sahabatnya telah siap di posisi masing-masing.
“Malam..” balas seluruh rombongan SMP Ranvas.
“Malam ini, kami berenam akan membawakan beberapa lagu untuk kalian semua. Perform kami kami persembahkan untuk seluruh anggota SMP Ranvas, para guru, Pak Kepala Sekolah, dan..... Oik, Sivia, Acha, Angel, Dea” Deva kembali bersuara.
Terdengar dengungan-dengungan kata-kata menggoda dari teman-temannya. Deva kembali bersuara, “Enjoy!”
Kuingin menunjukkan cintaku
Oh kepada belahan jiwaku
Tlah lama kumenanti waktu
Untuk mengungkapkan isi hatiku
Jangan kau berdiam dan menunggu
Cinta yang datang menghampirimu
Jika kau hanya berdiam diri
Hanya rasa sesal yang kan kau rasakan nanti
Tunjukkanlah rasa cintamu
Coba buat mereka tahu
Betapa indahnya dunia bila engkau sedang jatuh cinta
Berlarilah sekuat kau mampu
Hingga kau mendapatkan cintaku
Buktikan bila kau memang mau
Buat ku berikan cinta ini kepadamu
Disaat matahari bersinar
Burung - burung pun mulai berkicau
Cintaku kan selalu membentang
Untuk kau arungi bersamaku
Tunjukkanlah rasa cintamu
coba buat mereka tahu
Betapa indahnya dunia bila engkau sedang jatuh cinta
Showing my love that's what I'm doin'
Baby your love is what I'm looking for
Coz I really need u sweet lovin'
And everytime I see you
I feel so in love
Tunjukkanlah rasa cintamu
coba buat mereka tahu
Betapa indahnya dunia bila engkau sedang jatuh cinta
Showing my love that's what I'm doin'
Baby your love is what I'm looking for
Coz I really need u sweet lovin'
And everytime I see you
And everytime I see you
And everytime I see you
I feel so in love
(Tunjukkan Cintamu - RAN ft Sheila)
Tepuk tangan membahana mengiringi berakhirnya lagu pertama yang mereka berenam bawakan. Banyak siswa-siswa bahkan guru-guru SMP Ranvas yang ikut bernyanyi bersama Deva. Cukup membuktikan bahwa penampilan mereka memang bagus, bukan?
“Mau lagi?” tanya Deva.
“Mau!” koor seluruhnya, berbarengan.
“Oke.. Lagu kedua dari kami. Jangan bosen-bosen lihat kita, ya. Enjoy!” kata Deva.
You know all the things i’ve said
You know all the things that we have done
And things i gave to you
There’s a chance for me to say
How precious you are in my life
And you know that it’s true
To be with you is all that i need
Cause with you, my life seems brighter and these are all the things
I wanna say...
[ Lyrics from: http://www.lyricsmode.com/lyrics/t/ten_2_five/i_will_fly.html ]
I will fly into your arms
And be with you
Til the end of time
Why are you so far away
You know it’s very hard for me
To get myself close to you
You’re the reason why i stay
You’re the one who cannot believe
Our Love will never end
Is it only in my dream?
You’re the one who cannot see this
How can you be so blind?
I will fly into your arms
And be with you
Til the end of time
Why are you so far away
You know it’s very hard for me
To get myself close to you
I wanna get
I wanna get
I wanna get myself close to you
(I Will Fly - Ten 2 Five)
Tepuk tangan kembali bergemuruh mengiringi selesainya lagu kedua yang mereka bawakan. Lagi-lagi, banyak yang ikut bernyanyi bersama Deva. Lagu kedua kembali sukses seperti lagu pertama tadi.
“Oke.. Ini lagu terakhir dari kami, ya” kata Deva.
Hanya denganmu aku berbagi
Hanya dirimu paling mengerti
Kegelisahan dalam hatiku
Yang selama ini tak menentu
Tak ada ragu dalam hatiku
Pastikan aku jadi cintamu
Seiring waktu yang tlah berlalu
Mungkin kau yang terakhir untukku
Akan kulakukan semua untukmu
Akan kuberikan seluruh cintaku
Janganlah engkau berubah
Dalam menyayangi dan memahamiku
Pegang tanganku, genggam jariku
Rasakan semua hangat diriku
Mengalir tulus untuk cintamu
Tak ada yang lain di hatiku
Akan kulakukan semua untukmu
Akan kuberikan seluruh cintaku
Janganlah engkau berubah
Dalam menyayangi dan memahamiku
Akan kulakukan semua untukmu
Akan kuberikan seluruh cintaku
lyricsalls.blogspot.com
Janganlah engkau berubah
Dalam menyayangi dan memahamiku
Inilah cintaku kuberikan untukmu
Setulus hatiku kuberikan untukmu
(Akan kulakukan semua untukmu
Akan kuberikan seluruh cintaku)
Akan kulakukan untukmu
Akan kuberikan seluruh cintaku
Janganlah engkau berubah
Dalam menyayangi dan memahamiku
(Akan kulakukan untukmu
Akan kuberikan seluruh cintaku)
Janganlah engkau berubah
Dalam menyayangi dan memahami
Dalam menyayangi dan memahami
Dalam menyayangi dan memahamiku
Dan memahamiku
(Kulakukan Semua Untukmu - RAN)
“Big thanks to Oik, Acha, Sivia, Angel, and Dea..” kata Deva, di akhir lagunya.
Lagu ketika selesai dan selesailah perform mereka kali ini. Ray, Ozy, Gabriel, Cakka, Alvin, dan Deva berdiri berdekatan di depan mini panggung dan menunduk berbarengan. Tepuk tangan kembali bergemuruh hingga mereka turun dari mini panggung tersebut.
Cakka mendekati Deva ketika baru saja turun dari mini panggung, “Kenapa tadi lo ga bilang kalau kita juga mersembahin lagunya buat Shilla?”
Deva menatap Cakka tajam, “Kita? Gue sama yang lainnya ga ngerasa itu perform buat Shilla”
Deva pun melenggang meninggalkan Cakka yang tercenung diam dan menyusul Gabriel, Alvin, Ozy, dan Ray yang telah menyusul Oik, Sivia, Acha, Dea, serta Angel. Cakka hanya menatap kosong pada mereka bersepuluh.
“Gue pingin deket lagi sama kalian.. Tapi, gimana? Kalian semua harusnya tau kalau ini kesempatan terakhir kita buat bikin Shilla senyum” lirihnya.
^^^
“Perform kalian kerena banget! Sumpah!” puji Angel ketika segerombolan laki-laki menghampirinya.
“Apalagi pakai nyebutin nama kita berlima. So sweet!” timpal Acha dengan pipi memerah sambil menatap Ozy, Ozy mengacak rambutnya pelan.
“Deva, mah! Nama gue selalu disebutin paling awal, ya!” gurau Oik, ia mencubit lengan Deva.
Deva tertawa terpingkal-pingkal, “Kan, lo emang sesuatu banget buat kita semua”
“Princess Syahrini Lovers banget, ya, lo..” celetuk Dea, Deva tersenyum lebar.
“Eh, abis ini siapa yang perform?” tanya Gabriel, yang baru saja datang, pada mereka semua.
“Ga tau.. Bodo amat. Ke kamar kita-kita aja, yuk?” ajak Alvin pada kelima gadis itu. Kelimanya mengangguk bersemangat.
“Emang boleh, ya, kita ga ngikut inagurasi sampai selesai?” tanya Ozy.
“Ga boleh. Ya kita ke sananya sembunyi-sembunyi aja!” seru Ray sambil menatap Ozy gemas.
^^^
Semuanya berjalan lancar. Mengalir seperti air. Hingga tak terasa, hari ini adalah hari terakhir mereka semua di Pulau Dewata. Matahari sedang ada dipuncak tahtanya. Denpasar dan Jakarta ternyata sama. Sama-sama panas ketika siang bolong seperti sekarang.
Rombongan dari SMP Ranvas sedang berada di sebuah pusat oleh-oleh bernama ‘Dewata’ sekarang ini. Mereka semua sedang sibuk mencari oleh-oleh untuk keluarga di Jakarta. Begitupula dengan Oik, Sivia, Acha, Angel, Dea, Gabriel, Alvin, Ozy, Deva, dan Ray. Kesepuluhnya sedang antri di kasir untuk membayar belanjaan masing-masing.
Setelah menunggu sekitar 15 menit, kesepuluhnya pun selesai membayar belanjaan masing-masing. Karena took yang memang penuh, akhirnya mereka memutuskan untuk menunggu di luar saja.
Mereka bersepuluh pun memutuskan untuk duduk-duduk di kursi yang telah disediakan di depan toko oleh-oleh tersebut sambil melihat lalu lalang kota Denpasar siang itu. Bus yang mereka semua tumpangi diparkir di seberang jalan sana.
“Itu Cakka sama Shilla ngapain? Mau nyebrang?” tanya Dea ketika melihat Cakka dan Shilla di pinggir jalan.
“Iya, kali.. Bodo amat, sih” timpal Gabriel.
^^^
“Lo niat ga, sih, Cakk, sebenernya nemenin gue?!” teriak Shilla pada Cakka.
Cakka hanya menundukkan kepalanya dan itu semakin membuat Shilla emosi, “Lo nemenin gue, kan? TapI kenapa lo malah ngeliatin Oik mulu? Kenapa, Cakk? KENAPA?!” teriak gadis semampai itu lagi.
Lagi-lagi Cakka tak memberika respons apapun. Shilla menggeleng tak percaya, “Cukup tau gue, Cakk!”
Untuk yang kesekian kalinya, Cakka hanya menunduk dan tak menggubris sedikitpun teriakan maupun makian yang keluar dari bibir Shilla. Akhirnya Shilla pun menyebrang jalan, tanpa sepengetahuan Cakka, dan bermaksud untuk menunggu yang lainnya saja di dalam bus.
Sampai akhirnya, sebuah suara hantaman keras mampu membuat Cakka mengangkat kepalanya dan membuat seluruh rombongan SMP Ranvas menengok penasaran. Darah di mana-mana. Pelaku tabrakan itu segera kabur tanpa memperdulikan korbannya.
“Shilla!” teriak mereka semua.
Cakka, yang notabene posisinya paling dekat dengan Shilla, segera menghampiri tubuh tak berdaya yang tergeletak di tengah jalan tersebut. Darah Shilla sudah berceceran di jalanan. Oik dkk pun bergegas menghampiri keduanya.
“Shilla?” panggil Oik, Shilla menengok kesal padanya.
“Gara-gara lo Cakka ga perduli sama gue! Gara-gara lo gue sama Cakka berantem barusan! Gara-gara lo gue lari dan ketabrak!” lirih Shilla dengan sisa tenaga yang ia punya.
Oik menggelengkan kepalanya dan terduduk lemas. Air matanya bercucuran, “Bukan gara-gara gue” sangkalnya.
Gabriel segera menarik Oik ke dalam pelukannya, “Bukan gara-gara siapapun ini terjadi. Ini udah takdir dari Tuhan dan lo ga bisa protes atas itu!” bentaknya, pada Shilla.
Dalam sekejap, guru-guru dan kepala sekolah SMPN Ranvas sudah mengelilingi mereka. Kepala sekolah tadi telah menelpon ambulance untuk mengangkut Shilla menuju rumah sakit terdekat. Lima menit berlalu, Shilla hilang kesadaran beberapa detik sebelum ambulance datang.
Tubuh Shilla pun diangkut ke dalam ambulance. Ada dua guru yang mendampingi Shilla. Sedangkan yang lainnya beserta kepala sekolah, mengatur siswa-siswinya untuk cepat-cepat masuk ke dalam bus dan berangkat menuju Pantai Kuta, tujuan terakhir mereka.
Cakka baru saja akan naik ke dalam ambulance ketika tangan Alvin menahannya, “Lo bukan sahabat kita lagi kalau lo ikut nganter tuh cewek ke rumah sakit” desis Alvin tajam.
Cakka menengok padanya. Ada Alvin, Sivia, Ozy, Acha, Ray, Deva, Angel, dan Dea di sana. Gabriel dan Oik agak menjauh dari kedelapannya. Cakka melirik keduanya sekilas. Terlihat Gabriel sedang menenangkan Oik yang menangis deras, mungkin karena ucapan Shilla tadi.
“Ikut ke Kuta dan tetep jadi sahabat kita atau ikut nganter nenek lampir ke rumah sakit dan bukan sahabat kita lagi?” tanya Sivia, berbaik hati memberikan dua options pada Cakka.
Cakka melemas. Ia urung untuk ikut mengantar Shilla ke rumah sakit, “Kalian kenapa, sih, gitu banget sama Shilla?” tanya Cakka dengan suara amat pelan.
“Ntar lo bakalan tau sendiri, kok, jawabannya..” jawab Ozy, menepuk pundak Cakka pelan.
^^^
Bus sedang melaju menuju bandara. Mereka semua baru saja beranjak dari Pantai Kuta. Semenjak tadi, pikiran Cakka masih tertuju pada Shilla. Tapi sekarang sudah mulai tenang karena kedua orang tua Shilla beserta Nova sudah mendampingi gadis itu di rumah sakit.
“Lo kenapa, Cakk?” tanya Gabriel.
Cakka hanya menggelengkan kepalanya, “Gue ga kenapa-kenapa, kok..”
Mereka telah tiba di Ngurah Rai dan segera menarik koper masing-masing. Seluruhnya telah berbaris dan akan check in ketika itu. Cakka baru saja akan mematikan ponselnya ketika sebuah pesan singkat masuk. Dari Nova. Cakka membacanya perlahan-lahan.
“Inalillahi. Yang tenang, ya, Shill, di sana..” gumamnya.
“Siapa yang meninggal, Cakk?” tanya Oik, yang tepat berdiri di belakangnnya.
Cakka segera menutup SMS dari Nova tanpa membaca akhir dari SMS itu dan mengedik padanya lalu tersenyum sendu, “Shilla..”
Air muka Oik tiba-tiba berubah. Matanya kembali berkaca-kaca. Cepat-cepat ia tutup mulutnya agar tak seorangpun mendengarnya menangis. Cakka kaget. Langsung saja ia menarik Oik ke dalam pelukannya.
“Ssshh! Ga usah nangis. Bukan salah lo, kok, kalau akhirnya kayak gini. Mungkin ini emang ending yang paling baik buat kita semua..” hiburnya.
Seluruh teman-temannya yang lain ikut penasaran ketika melihat Oik menangis. Cakka mengedik pada mereka semua dan tersenyum sendu, “Shilla meninggal..” lirihnya.
Terdengar ucapan-ucapan bela sungkawa dari mereka semua. Ozy dan Acha menghampiri Cakka dan Oik, “Siapa yang ngasih tau lo soal meninggalnya Shilla?” tanya Ozy.
“Nova, adiknya Shilla” jawab Cakka. Singkat, jelas, dan padat.
“Nova ga ngasih tau sesuatu lagi sama lo?” tanya Acha.
Cakka mengedikkan bahunya, “Ga tau. Gue ga ngebaca SMS dia sampai habis. Langsung gue matiin HP gue soalnya..”
Ozy dan Acha membulatkan bibirnya dan saling pandang, “Kasih tau sekarang?” tanya Acha pada Ozy, Ozy mengangguk cepat.
Oik menghapus air matanya dan melepas pelukan Cakka, “Ngasih tau soal apa?”
“Sebenernya Shilla ga pernah bener-bener sakit. Dia cuman pura-pura..” ujar Acha.
Cakka menggelengkan kepalanya, tak percaya, “Ga mungkin, Cha!”
Acha menatapnya tajam, “Gue denger dari mulutnya dia sendiri! Gue ga sengaja denger waktu Shilla ngobrol berdua doang sama Nova!” desisnya tajam.
Alvin, Sivia, Ray, Deva, Gabriel, Angel, dan Dea yang tak sengaja mendengar pun hanya terbelalak kaget. Tak menyangka bahwa kenyataannya akan seperti ini.
“Ya udahlah.. Yuk, masuk pesawat aja. Ga usah berantem..” ujar Angel seraya tersenyum kecil.
Mereka bersebelas pun segera naik ke dalam pesawat dan duduk di tempat masing-masing. Bedanya, ketika berangkat Cakka duduk dengan Shilla dan Oik dengan Gabriel namun sekarang Cakka duduk dengan Oik dan Gabriel duduk sendirian, tepat di depan Cakka dan Oik.
Pesawat lepas landas. Hijaunya pedalaman Pulau Dewata dan birunya pantai di Pulau Dewata telah terlihat indah dari atas sini. Pesawat sepi. Tak terdengar suara-suara nyaring berupa lelucon seperti ketika mereka berangkat.
“Ik..” panggil Cakka.
Oik menengok dan tersenyum manis, “Kenapa?”
“Maaf, ya..” ujar Cakka, bersungguh-sungguh.
“Maaf untuk?” tanya Oik, tak mengerti.
“Karena udah lebih mentingin Shilla daripada kamu. Dan ternyata..... Shilla cuman pura-pura”
Oik menunjukkan jari telunjuknya di bibir Cakka dan kembali tersenyum, “Ga usah minta maaf. Ini udah jalannya Tuhan. Entah untuk apa. Tapi yang pasti, Tuhan ga mungkin ngatur semua ini kalau ga ada tujuannya..”
“Ini jalannya Tuhan untuk ngebuat semuanya jadi lebih indah dan bermakna. Seenggaknya, untuk kamu dan aku..” lanjut Cakka.
Keduanya tersenyum satu sama lain. Cakka kembali merengkuh tubuh mungil Oik ke dalam dekapannya dan mengecup lembut kening gadis dalam dekapannya itu. Cakka mengangkat dagu Oik agar menatap kepadanya.
“Jadi gadis aku, ya? Temenin aku ngejalanin semuanya kedepannya..”
Oik mengangguk kecil dan tersenyum sangat manis. Kepala keduanya semakin mendekat dan semakin mendekat. Dan.....
“Hayoloh! Mau ngapain?!” teriak Alvin, Gabriel, Ray, Deva, Ozy, Sivia, Acha, Dea, dan Angel.
Cakka dan Oik kembali ke posis semula dan tersenyum salah tingkah. Kesebelasnya kemudian tertawa bersama. Sampai-sampai, beberapa temannya yang telah tertidur nyenyak pun terbangun olehnya.
“Ending yang indah, kan?” tanya Cakka.
Oik mengangguk, “Banget! Semuanya ngebuat aku makin ngerti gimana berartinya kamu buat aku..”
Di sinilah semuanya berakhir. Atau, paling tidak, momen-momen di mana keduanya berada dalam suasana yang benar-benar mereka inginkan semenjak lama. Berdua, seolah dunia hanya milik keduanya, dan tanpa ‘benalu’ yang dulu sering sekali menghambat keduanya untuk bersama.
THE END
Classmate (Part 32 - End)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
eh tunggu kak koq lgsung the end?? truzz beruang yg mwu di ksih kak rio ke dea gmna?? kpn di ksih??koq g ad di crita nya??
Posting Komentar