Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

SUPERGIRLS part 3 (Ify's Story)




            Debo baru saja sampai di depan kediaman Ify pagi itu. Dengan segera, ia membunyikan klakson motornya. Tak sampai lima menit, Ify sudah keluar dengan sudah berpamitan kepada kedua orang tuanya terlebih dahulu sebelumnya.

            Ify menghampiri Debo dengan wajah ditekuk. Debo berusah tak menghiraukan ekspresi wajah Ify tersebut. Ia berusaha berpositive thinking dan membuang pikiran soal Ify yang sudah bosan dengan dirinya jauh-jauh.

            Ify naik ke boncengan motor dan melesatlah keduanya menuju sekolah Ify, SMP Mariskova. Di dalam perjalanan pun Ify sama sekali tak menanggapi kata-kata yang dilontarkan Debo. Ia hanya berkata bahwa ia sedang malas untuk berbicara.

            Begitu sampai di sekolahnya, Ify langsung turun dari boncengan motor Debo dan berlalu begitu saja. Padahal, biasanya, keduanya berbasa-basi sebentar. Debo benar-benar merasakan ada yang berubah dalam hubungan keduanya. Hanya saja, ia tak berani untuk bertanya langsung pada Ify.

            Kedua mata Debo hanya tertuju pada satu titik fokus, Ify yang langsung berubah ceria ketika bertemu dengan Aren, teman sebangkunya sekaligus salah satu sahabatnya di SUPERGIRLS. Debo menghela napas berat dan kembali melajukan motornya menuju sekolahnya sendiri.

^^^

            “Eh, ada Aren,” sapa Ify, bibirnya tersenyum lebar pada sosok itu.

            Sosok itu, Aren, lantas membalas senyum lebar Ify, “Udah? Langsung ke kelas aja,” ajak Aren.

            Aren langsung bangkit dari duduknya dan merangkul bahu Ify. Keduanya berjalan beriringan menuju kelasnya. Baru beberapa langkah berjalan, Aren menengok ke belakang. Ia melihat Debo yang memasang wajah lesu dan segera melajukan motornya. Aren menggeleng tak mengerti.

            “Dianter siapa tadi, Fy?” tanya Aren.

            Ify mendadak cemberut, “Ga usah pura-pura ga tau, deh. Kamu pasti tau kalau aku dianter Debo!”

            “Lho? Emang biasanya, kan, kalian berangkat sama pulang bareng. Kok kamu mendadak cemberut, sih?” Aren terbelalak kaget.

            “Aku lagi bete, Ren! Kamu ga tau, sih, gimana rasanya jadi aku! Aku ini capek!” keluh Ify, ia meremas-remas tissue yang sedari tadi hanya ia main-mainkan.

            Aren semakin kaget saja, “Ga ngerti rasanya jadi kamu? Capek? Apa, sih, Fy? Lagipula kamu ga pernah cerita sama kita-kita,”

            “Ah, ya gitu, deh! Aku butuh cerita sama kalian, banget!” ujar Ify, dengan hembusan napas lelah diakhir kalimatnya.

            Aren semakin merangkul Ify dengan eratnya dan menepuk pelan bahu sahabatnya itu, “Ya udah, ntar waktu istirahat pertama kamu cerita, ya?”

            Ify mengangguk lesu. Keduanya pun segera memasukki kelas dan duduk pada bangku masing-masing karena bel masuk baru saja berbunyi dengan nyaring.

^^^

            Tanpa terasa, bel istirahat pertama berbunyi. Seluruh anggota SUPERGIRLS segera menuju Ruang OSIS. Kesepuluhnya memang anggota OSIS SMP Mariskova dan, kebetulan, hari ini adalah jadwal kesepuluhnya untuk piket.

            “Aku sama Shilla mau ke koperasi sebentar. Ada yang mau titip, mungkin?” tanya Sivia.

            “Es cendol!” seru Oik.

            “Pastel tutup!” seru Angel.

            “Brownies pisang!” seru Keke.

            “Ultramilk Vanilla!” seru Nova.

            “Kita berempat Teh Kotak aja,” seru Zahra, mewakili Ify, Aren, dan Acha.

            “Oke! Es cendol satu, pastel tutup satu, brownies pisang satu, Ultramilk Coklat satu, Teh Kotak empat, aku sama Sivia keripik pisang,” gumam Shilla, sembari mengingat-ingat.

            Sivia segera menarik pergelangan tangan Shilla. Keduanya pun berlalu menuju koperasi, meninggalkan kedelapan sahabat mereka di Ruang OSIS. Ify masih saja melipat wajahnya. Aren terus memandanginya tanpa berkedip.

            “Aku cerita sekarang aja, ya?” bujuk Ify pada Aren.

            Aren menggeleng tegas sembari menggerakkan telunjuknya ke kiri dan ke kanan, “Ga! Tunggu Sivia sama Shilla kembali dari koperasi!”

            “Ntar keburu bel masuk, Aren!” sanggah Ify.

            “Ribet amat, sih, Fy? Abis ini, kan, pelajarannya Pak Joe. Biasanya, juga, orangnya ga masuk kelas. Nyantai aja!” sela Nova, dari sudut Ruang OSIS.

            “Emang mau cerita apa, sih, Fy?” tanya Acha dengan kalem.

            Baru saja Ify ingin mulai bercerita, Aren sudah menyelanya, “Tunggu Sivia sama Shilla dulu. Biar lengkap. Biar Ify dapet banyak saran,”

            Beberapa menit kemudian, Sivia dan Shilla datang dengan dua buah tas plastik di tangan Sivia. Keduanya segera masuk ke dalam Ruang OSIS dan duduk di tempat yang masih kosong. Kesepuluhnya duduk melingkar di lantai.

            “Ini brownies pisang punya Nova,” gumam Shilla, brownies pisang tersebut pun berpindah ke tangan Nova.

            Sivia menyerahkan masing-masing satu Teh Kotak kepada Zahra, Ify, Acha, dan Aren, “Ini punya kalian,”

            “Ini punya kita,” Sivia mengambil dua bungkus keripik pisang. Satu ia letakkan di atas pangkuannya dan satu lagi ia berikan pada Shilla.

            “Ini pastel tutup pesenan kamu,” ujar Shilla sembari menyerahkannya pada Angel.

            “Bentar-bentar,” Sivia segera mengambil es cendol titipan Oik ketika ia melihat Oik menodongkan kedua tangannya padanya, “Nih.. Es cendol punyamu,”

            “Terakhir! Punya Nova,” Shilla menyerahkan Ultramilk Coklat pada sang empunya.

            “Oke, Sivia sama Shilla udah dateng. Tadi mau cerita apa, Fy?” tanya Zahra.

            “Aku bete! Kesel! Capek! Nyesek! Semuanya campur jadi satu! Debo jahat!” seru Ify, semakin melemah diujung kalimatnya.

            Oik, yang paling dekat dengan pintu, segera menutup pintu Ruang OSIS. Ia tak mau ada orang lain selain anggota SUPERGIRLS yang mendengar cerita Ify. Setelahnya, ia kembali fokus dengan salah satu sahabatnya tersebut.

            “Kenapa, Fy?” tanya Shilla, bingung.

            “Capek sama Debo! Debo ngeselin! Cewek-cewek itu ngeselin!” lanjut Ify.

            “Emangnya Debo kenapa?” tanya Angel.

            “Cewek-cewek itu? Maksud kamu siapa, Fy?” tanya Sivia.

            “Debo, kan, anggota tim futsal di sekolahnya. Jadi, banyak yang kesengsem sama dia gara-gara itu! Banyak cewek-cewek yang rebutan biar bisa deket sama dia. Aku ga suka!” Ify menundukkan kepalanya.

            “Eh? Serius, Fy? Gawat!” gumam Acha.

            “Gawat apa, Cha?” tanya Ify balik.

            Acha terdiam sejenak, “Bukan masalah apa. Tapi, kan, biasanya kalau udah begini, sih, ga cuman cewek-cewek yang satu sekolah sama Debo yang bakalan ngejar-ngejar dia. Kamu tau sendiri kalau Debo mulai... Eksis,”

            “Nah itu! Minggu lalu Debo bener-bener lupa kalau dia punya aku! Sama sekali ga ngabarin! Dan waktu aku nyamperin ke rumahnya, lagi banyak banget cewek-cewek di rumahnya. Ya udah, langsung aku tinggal pulang aja!”

            “Harusnya jangan langsung ditinggal pulang, Fy. Kamu, kan, bisa ngebantu Debo buat nyuruh pulang cewek-cewek itu,” sahut Aren.

            “Aku juga ga langsung pulang, kali, Ren! Debo sempet lihat aku waktu itu. Tapi dia malah tetep aja sibuk sama cewek-cewek itu,” bantah Ify.

            “Repot juga kalau udah begitu, Fy,” kata Zahra.

            “Ntar aku minta putus aja sama Debo. Nyesek juga kalau lama-lama diginiin. Kalian tau sendiri, kan, aku paling ga suka diginiin,” kata Ify pada akhirnya.

            “Jangan langsung minta putus, Fy! Omongin aja dulu baik-baik,” saran Oik.

            “Iya, Fy. Aku tadi sempet lihat gimana wajahnya Debo pas kamu cuekin dia dan malah lari ngampirin aku. Dia itu sedih,” lanjut Aren.

            “Boro-boro ngomong serius berdua, nganter sama jemput aku sekolah aja dia kadang-kadang ngaretnya minta ditabok, Ren,” ketus Ify.

            “Terserah kamu aja, Fy, kalau emang Debo juga kaya’ gitu. Semuanya ada di tangan kamu. Kita juga ga bisa ngelarang kamu buat tetep sama Debo karena yang ngerasain gimana-gimananya itu kamu, bukan kita. Tapi, saranku, kamu pikirin dulu mateng-mateng sebelum beneran minta putus sama Debo,” nasihat Keke, Ify mengangguk pelan.

^^^

            “Ga pulang, Fy?” tanya Zahra.

            Ify menggeleng lesu, “Debo belum jemput. Dia selalu ngaret!”

            “Ati-ati, Fy! Aku sama Zahra duluan, ya! Mau ngerjain tugas yang sebangku itu,” pamit Keke, Ify tersenyum pada keduanya.

            Zahra dan Keke pun semakin menghilang. Keduanya berjalan kaki menuju perempatan yang tak jauh dari situ karena orang tua Keke sudah menunggunya di sana. Anggota SUPERGIRLS yang lainnya pun sudah pulang. Tinggal Ify di sini, di gerbang SMP Mariskova, menunggu Debo yang tak kunjung datang.

            “Debo ngaretnya kebangetan! Ini udah satu jam sejak bel pulang bunyi dan Debo sama sekali ga kelihatan batang hidungnya!” geram Ify.

            Melihat ada sebuah bangku yang kosong tak jauh darinya, segera saja Ify hampiri dan duduk di sana. Entah sudah berapa kali ia mengedik pada Rip Curl pink yang bertengger di pergelangan tangan kirinya, namun tetap saja tak membuatnnya menghembuskan napas lega.

            “Ya Allah, ini udah keberapa kalinya Debo ngaret jemput aku tanpa bilang dulu sebelumnya?!” keluh Ify, lagi.

            Tin tin..

            Tiba-tiba saja terdengar bunyi klakson motor, tepat di dekatnya. Ify langsung mendongak. Ia mendapati salah seorang temannya di sana, Gabriel. Bukan Debo. Ify urung menghembuskan napas lega.

            “Belum balik, Fy?” tanyanya.

            Ify menggeleng cepat, “Debo belum jemput juga sampai sekarang,”

            “Mau aku anter ke sekolahnya Debo?” tanya Gabriel.

            “Emang kamu tau di mana sekolahnya?” tanya Ify balik, sambil menahan tawa.

            Gabriel menggaruk kepalanya bingung, “Ga, sih. Tapi, kan, aku bisa tanya kamu,”

            “Kamu, mah!” Ify tak melanjutkan kata-katanya, hanya deraian tawa yang muncul dari bibir mungilnya.

            Tanpa kentara, Gabriel tersenyum melihatnya. Ify pasti belum juga berhenti tertawa jika Gabriel tidak menawarinya tumpangan untuk yang kedua kalinya.

            “Ya udah. Anterin ke sekolahnya Debo aja, gimana?” tanya Ify, Gabriel mengangguk.

            Ify pun segera naik ke boncengan motor Gabriel. Dan, tanpa menunggu lama, Gabriel segera menjalankan motornya menuju sekolah Debo, dengan instruksi dari Ify tentunya.

^^^

            “Nah! Thanks, Gab!” seru Ify dengan riang.

            “Sip! Welcome, Fy!” seru Gabriel balik, ia berteriak tepat di kuping kanan Ify.

            Keduanya baru saja sampai di sekolah Debo. Ify segera turun dari motor Gabriel dan menggosok-gosok telinga kanannya. Ia menyempatkan berhi-five pula dengan Gabriel. Setelahnya, ia berlalu memasukki sekolah Debo tanpa canggung sedikitpun.

            Gabriel memastikan Ify telah masuk ke dalam sekolah itu sebelum ia beranjak pergi. Oh, bukan! Bukannya ia meninggalkan Ify pulang, Gabriel malah memasukki warung kecil di seberang sekolah Debo yang menjual minuman kalengan.

            Gabriel memarkirkan motornya di depan warung tersebut dan, dengan cepat, memasukki warung itu. Begitu sampai di dalam, ia segera mengambil salah satu minuman kaleng favoritnya.

^^^

            Ify berjalan menyusuri koridor yang menghubungkan area depan sekolah dengan lapangan futsal tersebut. Ketika sedang asyik-asyiknya ia bersenandung ria, seseorang memanggilnya.

            “Ify!” panggil sebuah suara. Seorang gadis.

            Ify mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Hingga pada akhirnya, ia melihat seorang gadis imut di ujung koridor yang sedang dadah-dadah kepadanya.

            “Ourel!” teriak Ify girang.

            Ify segera menghampiri teman SDnya tersebut dan menghambur pada pelukannya. Keduanya tertawa bersamaan ketika itu. Ourel melepaskan pelukan Ify, begitupula Ify, ia melepaskan pelukan kawan lamanya itu.

            “Lama ga ketemu, Rel!” ujar Ify.

            “Iya, kamu makin cantik!” seru Ourel.

            Ify tertawa renyah, “Kamu makin makin makin imut, Rel!”

            Keduanya kembali tertawa. Keduanya pun kembali berjalan, menuju lapangan futsal.

            “Kamu ngapain ke sini, Fy?” tanya Ourel.

            “Ngampirin cowok aku. Dia sekolah di sini,” jawab Ify.

            Ourel terbelalak kaget, “Cowok kamu? Siapa, Fy?”

            “Debo,” jawab Ify, dengan entengnya.

            Wajah Ourel mendadak pucat pasi. Bukannya Ify tak menyadarinya, ia hanya berusaha tak mempermasalahkannya, “Kenapa, Rel?”

            “Ga, ga kenapa-kenapa. Debo yang anak futsal itu?” tanyanya.

            Ify mengangguk bersemangat, “Iya! Dia lagi di lapangan futsal, kan, sekarang?”

            Ourel mengangguk ragu-ragu, “Kamu mau ke sana, Fy?”

            Ify mengangguk bersemangat. Keduanya pun berjalan beriringan menuju lapangan futsal sekolah Ourel sembari berbincang-bincang ringan. Tanpa Ify sadari, Ourel berharap-harap cemas dalam hati.

            Hingga akhirnya, keduanya pun sampai di pinggir lapangan futsal. Ify merasakan tubuhnya melemas. Tepat di tengah lapangan tersebut, Debo sedang bermain futsal one on one dengan seorang gadis berparas manis.

            “Fy..” panggil Ourel.

            Ify menggeleng tak percaya, “Itu siapa, Rel?”

            “Dia Agni... Sahabat aku,” jawab Ourel. Sungguh, ia benar-benar merasa bersalah.

            Ify menyadari sekali apa yang sedang terjadi di tengah lapangan tersebut. Dan ia tau betul bahwa gadis bernama Agni itu mempunya ‘secuil rasa’ pada Debo, pacarnya. Dan ia juga tau bahwa Debo ‘secuil rasa’ itu juga sudah mulai tumbuh di hati Debo. Rupanya ini yang membuat lelaki di tengah lapangan itu lambat laun mulai melupakannya.

            Ify tersenyum sedih pada Ourel, “Bisa tolong panggilin sahabat kamu, ga? Ajak dia ke lain tempat sebentar aja. Aku perlu ngomong berdua sama Debo,”

            Ourel mengangguk. Segera saja ia menghampiri Agni dan mengajaknya untuk berpindah tempat sebentar saja. Agni sempat menolak dan ingin tetap bermain futsal saja dengan Debo. Tapi Ourel terus memaksanya.

            “Kenapa, sih, Rel?” tanya Agni, jengkel.

            Ourel mengedik pada Ify yang masih mematung di pinggir lapangan futsal, “Dia sahabat aku waktu SD. Dia ceweknya Debo, Ag! Aku ga tega lihatnya. Dia mau ngomong sebentar sama Debo,”

            “Dia ceweknya Debo?” tanya Agni, ia sangat tak percaya.

            “Bukannya aku sudah bilang sebelumnya kalau Debo udah punya pacar? Dan ternyata, pacarnya dia itu sahabat aku sendiri!” bisik Ourel.

            Agni merasa tak enak. Ia tersenyum pertanda meminta maaf pada Ify. Ify membalasnya dengan senyuman tulus seolah merelakan Debo untuknya. Keduanya segera mangkir dari hadapan Debo dan Ify.

            Perlahan-lahan Ify berjalan menghampiri Debo yang sedang terduduk di tengah lapangan sembari memeluk bola futsal, “Debo!”

            Debo menengok kepada sumber suara dan terkaget-kaget dibuatnya, “Ify?”

            Ify tersenyum. Ia mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tasnya, yang sempat ia beli tadi di kantin sekolah, dan menyerahkannya pada Debo. Kemudian, ia terduduk di samping Debo ketika lelaki itu mulai meminum pemberiannya.

            “Maaf! Aku lupa ngabarin kalau hari ini ga bisa jemput kamu. Aku ada latihan futsal,” ujar Debo, sedikit berbohong.

            Ify mengangguk mengerti, “Iya. By the way, kamu tadi keren waktu one on one sama Agni,”

            Jleb! Perkataan santai Ify tadi tepat mengenai ulu hati Debo. Debo membuka mulutnya, ia berusaha ingin menjelaskannya pada Ify.

            “Ga ada yang perlu dijelasin, kok. Aku udah bisa tau apa yang lagi going on cuman lewat mata kalian berdua,” kata Ify, lagi-lagi dengan santai.

            “Bukan gitu, Fy..” sela Debo.

            “Kenapa, Deb? Kok malah kamu, sih, yang ribet? Harusnya, kan, aku..” satu poin lagi menusuk hati Debo. Ditambah lagi, Ify tertawa. Dan Debo tau betul itu bukan tawa Ify yang biasanya.

            “Aku ga ada maksud, Fy..” Debo menundukkan kepalanya.

            Ify meliriknya sekilas, “Bukan itu yang mau aku denger,”

            “Memang kamu mau denger apa dari aku?” tanya Debo.

            “Aku cuman mau kamu mutusin aku. Udah, itu aja. Simple, kan?”

            “Ga bisa, Fy..”

            “Kenapa ga bisa?”

            “Di luar sana masih banyak yang bisa bahagiain kamu. Dan aku sadar kalau aku ga bisa buat nahan kamu di sini, sama aku. Kita udah beda, Deb. We are not we used to. You’re better off with me,”

            “I can’t live without you, Fy..”

            Ify kembali tertawa, tawa yang terdengar sumbang dan cukup menorehkan garis luka baru di hati Debo, “False! You can’t live without oxygen, not me!”

            “Jangan bercanda, Fy. Aku serius! Aku sayang kamu,”

            “Kamu mungkin sayang aku. Tapi sayang kamu yang sekarang udah beda sama sayang kamu yang dulu. Dulu, kamu sayang aku seutuhnya. Sekarang, sayang kamu udah kebagi. Dan, luckily, sebagian besar rasa sayang kamu udah ada di Agni. Bukan aku,”

            “Don’t leave me, Fy. I promise you for not forgetting you anymore. You can believe it,” lirih Debo.

            “Biarin aku pergi. Kamu ga sayang aku lagi, kok. Kamu sayangnya sama Agni. Kamu cuman belum sadar aja. Lambat laun, kamu pasti sadar..”

            “Tapi aku cuman mau kamu. Fy..”

            “Sometime, you just need to have the one you need, not the one you want. And now, the moment is coming. You need her,” lirih Ify.

            Ify segera bangkit dari duduknya. Ia berjalan pelan meninggalkan Debo yang masih termenung sendiri. Dari kejauhan, Ourel dan Agni memperhatikan keduanya.

            “Berhenti, Fy. Nengok ke belakang kalau kamu masih sayang aku,” pinta Debo.

            Satu menit berlalu. Ify tidak menengok ke belakang sedikitpun. Debo menyerah.

            “Oke, itu berarti kamu udah ga sayang aku. Kamu boleh pergi, Fy..” lanjut Debo.

            Ify kembali berjalan meninggalkannya. Debo tak tau bahwa Ify tak menengok padanya karena ia tak mau Debo melihat butiran kristal yang luruh dari matanya. Debo tak tau hal itu. Ify hanya mau pergi darinya. Bukan utuk membuatnya terluka, tapi untuk membiarkannya menyadari bahwa bukan Ify lah yang ia butuhkan sekarang. Ia butuh Agni..

            Perasaan bisa berubah, bukan? Dan sekaranglah semuanya terjadi. Ify memaksanya menyadari akan hal itu. Sebenarnya berat melepaskan gadis berbehel itu. Tapi, apa daya? Itu salahnya. Salahnya yang tak bisa menjaga hatinya hanya untuk Ify seperti bagaimana Ify menjaga hatinya hanya untuknya..

^^^

            Gabriel baru saja keluar dari warung itu ketika matanya tertumbuk pada Ify yang keluar dari sekolah tersebut dengan kepala yang ditundukkan dalam-dalam dan tubuh yang agak bergetar, seperti orang menangis.

            “Ify!” Gabriel memanggilnya.

            Ify mendongakkan kepalanya dan menemukan Gabriel. Benar. Matanya memerah. Butiran-butiran bening berjatuhan dari kedua matanya. Gabriel segera menghampirinya.

            “Kenapa, Fy? Kok nangis?” tanya Gabriel.

            Ify hanya menggeleng, “Bisa anterin aku pulang ga?”

            “Bisa, after you tell what has happened,”

            “I’m over him. We broke up. Now, can you pick me home?” tanya Ify lagi, Gabriel mengangguk.

            Gabriel segera berjalan menuju tempat motornya diparkir. Ia segera menyalakan mesinnya dan Ify naik boncengannya. Gabriel segera mengantarkan Ify pulang. Kebetulan, rumahnya dan rumah Ify searah.

^^^

            “Oke.. Makasih lagi, ya, Gab!” ujar Ify, masih dengan sesenggukan.

            “Anytime, Fy..” balas Gabriel dengan seulas senyum.

            Ify mematung. Ia merasakan ada yang berbeda pada saat melihat Gabriel tersenyum seperti ini. Jantungnya berdebar cepat. Ify sadar akan hal itu.

            “Mampir dulu, Gab. Ya?” ajak Ify.

            Gabriel menggeleng, “Ga usah. Aku langsung pulang aja,” tolaknya.

            “Ayolah, Gab. Temenin! Mau curhat soal yang tadi, nih..” pancing Ify.

            Gabriel akhirnya mengangguk. Ify memekik senang. Ia segera mengajak Gabriel masuk ke dalam rumahnya dan mempersilahkan Gabriel duduk di sofa ruang tamunya sembari menunggu ia mengambilkan minuman.

            Tak berapa lama kemudian, Ify datang dengan nampan berisikan dua gelas orange juice. Ia meletakkannya di meja dan segera duduk di hadapan Gabriel.

            “Mau cerita apa?” tanya Gabriel langsung.

            “Aku putus sama Debo,” jawab Ify.

            “Terus? Sedih, deh, pasti..”

            “Sotoy kamu! Aku ga sedih, kok. Rasanya, tuh, entengan abis mutusin dia. Soalnya aku sadar kalau kami ga mungkin bisa sama-sama lagi,”

            Gabriel membulatkan bibirnya, “Nah terus?”

            “Umm, I know it’s kinda crazy. But, can you help me to forget him?” tembak Ify.

            “Lho? Kamu nembak aku?” tanya Gabriel.

            “Kenapa? Takut cuman aku anggep pelarian, ya?” tanya Ify balik.

            “Ga, bukan gitu. Aku shock aja. Lagipula aku tau, kok, bedanya pelarian sama ngebantu buat ngelupain dia,” lanjutnya.

            “Terus, shock kenapa?”

            “Ga nyangka aja kalau kamu...”

            “Kalau aku suka sama kamu, gitu?” tanya Ify, Gabriel mengangguk.

            “Iya..”

            “Jadi, gimana? Kamu mau, kan, bantuin aku?”

            “Pasti! Tapi ada satu syarat..”

            “Apa?”

            “Kalau nanti kamu udah berhasil buat lupain Debo dan kamu masih ‘suka’ biasa sama aku, kamu musti bilang. Kita bisa putus, kok,”

            “Maksud kamu?”

            “Aku ga mau kamu tersiksa dengan harus terpaksa sayang sama aku karena kamu minta aku buat ngebantu ngelupain Debo,”

            “Oh, oke..”

            “Kita backstreet aja, tapi..”

            “Kenapa?”

            “Ga enak sama Debo, ga enak sama temen-temen kamu. Masa iya kamu baru aja putus, eh, udah dapet yang baru aja,”

            “Ya udah, terserah kamu aja..”

^^^

            Malam harinya, ketika Ify bersiap-siap akan tidur, ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Menandakan ada sebuah pesan masuk. Ify segera mengambilnya dan membuka pesan masuk tersebut.

From: GabrielSD

Good nite! Sleep well, darl. I’ll be on your house tomorrow at 6 AM :-)

            Ify tersenyum membaca SMS dari Gabriel tersebut. Dan, dengan diantar oleh SMS dari Gabriel tadi, akhirnya Ify bisa tidur dengan nyenyak setelah dua minggu belakangan ini ia selalu insomnia karena Debo..

^^^

            Pagi-pagi sekali, Ify sudah sampai di SMP Mariskova. Tentu saja dengan Gabriel. Siapa lagi? Debo? Mereka sudah putus kemarin.

            Ify dan Gabriel berjalan beriringan menuju kelas. Kebetulan, kelas keduanya bersebelahan. Sekolah masih sepi. Untung saja! Pasalnya, mereka berdua masih backstreet. Belum berani berkoar-koar soal hubungan mereka yang baru.

            “Kamu ga masuk kelas, Gab?” tanya Ify, kini keduanya telah berada di depan kelas Gabriel.

            Gabriel menggeleng pelan, “Not yet. I’ll go there after I see you go to yours,”

            Ify tersenyum kecil, “Okay, I’ll go mine. Bye, dear!”

            Ify melambaikan tangannya pada Gabriel yang juga dibalas lambaian tangan Gabriel kepadanya. Dengan rasa seperti sedang terbang ke langit ketujuh, Ify memasukki kelas. Ia tak menyadari bahwa ada Oik di sana.

            “Pagi banget datengnya, Fy?” tanya Oik.

            Ify tersentak kaget. Buru-buru ia duduk di tempatnya, “Kebetulan aja, Ik,”

            “Pasti mau nyontek tugas, ya?!” sahut sebuah suara, Angel, yang berjalan ke keduanya.

            “Angel sotoy! Kebetulan aja, kok,” elak Ify.

            “Oh.. Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?” todong Oik.

            “Hayo! Udah nyelesaiin masalah sama Debo, ya?” tanya Aren, ia baru saja sampai, bersamaan dengan Nova.

            “Aduh, tumben-tumbenan, sih, hari ini anak-anak SUPERGIRLS pada dateng pagi-pagi banget,” gumam Ify.

            “Kenapa? Takut ketauan sesuatu sama kita-kita?” tebak Zahra, ia juga baru saja datang.

            “Emang kamu abis ngapain, Fy, kok takut ketauan sama kita-kita?” sambung Nova.

            Ify gelagapan, “Eh! Emangnya siapa yang abis ngapa-ngapain?! Kalian ini ngaco banget!” elaknya, wajahnya sudah semerah kepiting rebus.

            Acha baru saja mendudukki bangku tempatnya biasa duduk, “Tapi muka kamu merah banget, Fy..” katanya.

            “Berarti kamu nyembunyiin sesuatu dari kita semua!” sahut Shilla, ia baru saja meletakkan tasnya di atas meja.

            “Aku ga nyembunyiin apa-apa! Kalian apaan, sih?” elak Ify, lagi.

            “Kalau emang ga nyembunyiin apa-apa, ya, ga usah gelagepan gitu jawabnya, Fy..” ujar Keke, ia yang paling santai dalam acara introgasi ini.

            “Cerita aja, Fy..” sahut Sivia, ia juga baru datang.

            “Ya, aku senyum-senyum sendiri karena aku udah nyelesaiin masalah aku sama Debo,” jawab Ify.

            “Kalian udah lengket lagi, dong, sekarang?” tanya Aren.

            “Siapa bilang aku lengket lagi sama dia? Kita udah putus, Ren..” sangkal Ify.

            “We believe that it’s the best for you two,” kata Nova dengan sebuah senyum.

            “Kamu putus sama Debo dan kamu senyum-senyum sendiri gini kaya’ orang kesambet? Kita ga percaya!” kata Shilla.

            “Iya, Fy. Cerita aja, lah..” bujuk Angel.

            “Pasti kamu abis jadian!” todong Sivia.

            “Engga! Sivia apaan, sih?!” ujar Ify, wajahnya semakin memerah saja.

            “Ga mungkin salah! Wajah kamu, tuh, merah banget, Ify..” celetuk Keke dengan gemas.

            “Terus tadi pagi, kok, kamu dating bareg Gabriel? Kalian dadah-dahan pula di depan kelasnya Gabriel. Pakai panggil dear segala,” kata Oik dengan wajah paling polosnya.

            “Oiiiiiikkk!!” teriak Ify dengan gemas.

            Sudah! Selesai. Tamatlah sudah riwayatnya. Gagallah sudah rencananya bersama Gabriel. Kalau sudah begini, tak mungkin lagi ia dan Gabriel bisa backstreet. Kesembilan sahabatnya pun sudah tau kalau ia dan Gabriel ada ‘apa-apa.

            “Serius, Fy? Kamu sama Gabriel?” tanya Aren, Ify mengangguk malu-malu.

            “Cieeeeeeeeeee!!!” koor kesembilan temannya.

            “Nah! Gitu, dong! Jangan galau-galau lagi gara-gara Debo. Udah ada Gabriel, tuh. Aku yakin kalau dia ga bakalan bikin kamu galau,” kata Sivia.

            “Amin! Doain aja, ya,” seru Ify dengan senang.

            “Oke! Longlast, my gurl!” seru Zahra, ia kemudian memeluk Ify dengan erat.

            “Makasih, Ra!” balas Ify.

            “PJ bisa, dong, ya..” ujar Shilla, ia menaik-turunkan alisnya dengan jenaka.

            “Oh, PJ, ya? Gampang! Aku beliin permen satu-satu, kan, beres!” sahut Ify.

(Ify's Story - End)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS