“Yah, Oik.. Pulang bareng gue yuk?” ajak Cakka sekali lagi. Oik kembali menoleh ke Alvin. Alvin hanya tersenyum. Akhirnya, Oik menganggukkan kepalanya. Cakka berseru senang dan langsung mengajak Oik naik ke motornya. Sebelum Cakka dan Oik berlalu, Alvin sudah berteriak ke arah keduanya, “Ik, ntar gue anterin lo ke rumahnya Shilla ya?!” teriak Alvin. Oik mengangguk kembali seraya tersenyum ke arah Alvin. Cakka yang melihat kejadian tadi lewat spionnya hanya mendengus kesal. Setelahnya, Cakka dan Oik berlalu meninggalkan Alvin yang seolah memasang senyum kemenangan.
^^^
Agni masih terdiam di depan gerbang sekolahnya. Belum ada yang menjemputnya sejak tadi. Sopirnya telah menelpon bahwa beliau tidak bisa menjemputnya sekarang karena beliau mengantar kedua orang tua Agni ke Rumah Sakit, menjenguk kerabat yang sedang opname. Jadilah Agni masih berada di lingkungan sekolahnya sekarang.
Sedari tadi Agni terus saja memasang wajah kesal. Sesekali ia menghentak-hentakan kakinya sambil cemberut. Sebentar-sebentar ia menengok ke kanan dan ke kiri, siapa tau saja ada taxi atau angkot yang lewat. Dan sayangnya, dari tadi tak ada taxi ataupun angkot yang lewat satupun. Agni makin kesal saja. Sudah sekitar satu jam ia menunggu. Sekolah pun sudah mulai sepi, hany tinggal beberapa siswa yang memang sedang ada kegiatan OSIS atau ekstrakurikuler.
Kali ini, Agni sibuk memencet-mencet tombol ponselnya. Terlihat beberapa kali ia menempelkan ponselnya di telinga dan memencet-mencetnya kembali. Wajahnya tampak berubah ceria ketika nada sambungnya menyatakan ponsel yang sedang ia hubungi sedang aktif. Tapi kemudian ia kecewa karena ternyata, orang itu tak mengangkat telponnya. Kembali ia coba menelpon orang itu. Dan, berhasil! Diangkat!
^^^
Cakka dan Oik baru saja sampai di rumah Oik. Oik segera melepaskan helm yang ia kenakan dan mengangsurkannya pada Cakka. Cakka menerimanya sambil tersenyum. Seakan teringat sesuatu, Cakka segera mengambil ponselnya. Kebetulan, ponselnya kembali berdering untuk yang kesekian kalinya. Sedari tadi memang ponselnya terus saja berdering namun ia biarkan karena dirinya sedang menyetir, “Eh, Agni telpon” gumamnya.
Cakka pun mengangkat telpon Agni barusan. Oik kembali memasang senyum sedihnya. Ingin sekali ia berteriak sekencang-kencangnya saat ini. Namun percuma, pasti masih ada yang mengganjal di hatinya. Cakka, Agni, Shilla, Acha. Mereka berempat-lah yang selalu menjadi pengganjal di hati Oik. Cakka yang dekat dengan Agni, Cakka yang dekat dengan Shilla, dan Cakka yang dekat dengan Acha. Oik segera menggeleng-gelengkan kepalanya, frustasi.
Setelah selesai mengangkat telponnya, Cakka beralih pada Oik yang masih diam mematung memandangnya. Cakka jadi salah tingkah sendiri, Oik membuang pandangannya ke arah lain. Cakka segera memasukkan ponselnya ke sakunya, “Ik, sorry ya gue ga bisa lama-lama. Umm.. Agni minta dijemput di sekolah” gumamnya. Oik memasang senyum sedih untuk yang kesekian kalinya.
Cakka berlalu dari hadapan Oik dengan terburu-buru, “Udah segitu jauh ya, Cakk, hubungan lo sama Agni” gumam Oik. Ia lantas berjalan memasukki rumahnya. Dan seperti biasanya, rumahnya tampak sepi. Oik segera menuju kamar kakak laki-lakinya, Rio. Dan untungnya, Rio sedang ada di rumah. Oik menghampiri Rio yang sedang membaca komik di kasurnya. Sekilas Rio melirik ke arah Oik. Ditaruhnya komik yang sedang ia baca, “Lo kenapa, dek?” tanyanya dengan lembut.
Tanpa komando apapun, Oik segera menghambur dalam pelukan kakaknya. Rio jadi bingung sendiri melihat tingkah adiknya itu. Tapi akhirnya, Rio menenangkan Oik. Mengelus rambutnya pelan dan mengusap-usap punggung adiknya itu. Setelah dirasa dirinya mulai tenang, Oik segera angkat bicara, “Gue nyesek, kak” lirihnya, masih disertai isakan dari mulut mungilnya.
Rio memandang Oik penuh kasih. Maklum, Oik adalah adik Rio satu-satunya. Rio kembali merangkul Oik, bermaksud memberikan ketenangan pada adiknya, “Lo nyesek kenapa? Siapa sih yang berani bikin lo nyesek? Biar gue gorok tuh orang” canda Rio. Mau tidak mau, Oik tertawa kecil. Hal tersebut membuat Rio sedikit lega, adiknya kembali tertawa. Biasanya Oik memang susah untuk kembali tertawa jika sehabis menangis. Tapi kali ini tidak, amazing!
“Ada deh, kak. Ntar lo gorok dia lagi” canda Oik, “Oh ya kak, ntar sore gue mau ke rumah Shilla. Ngerjain tugas di sana. Ga papa kan? Gue dianter Alvin kok” lanjut Oik. Rio hanya menganggukkan kepalanya seraya mengacak pelan rambut Oik. Oik sempat cemberut. Sampai akhirnya, Oik menarik lengan Rio keluar kamarnya. Rio sempat berontak karena ia pikir Oik akan mengajaknya pergi. Tapi ternyata Oik mengajaknya ke ruang makan, makan siang bersama, “Kak, temenin gue makan siang yuk” ajak Oik dengan polosnya.
Mereka berdua makan siang dengan diiringi banyolan Rio. Pembantu mereka tersenyum dari dapur ketika mendengar celotehan Rio dan tawa Oik. Sudah lama ia tak mendengar keduanya tertawa sejak orang tuanya sibuk mengurusi neneknya yang sedang opname di rumah sakit. Setelah selesai makan, Oik dan Rio kembali ke kamar masing-masing. Oik segera tidur dan beberapa saat kemudian, Rio juga tertidur di kamarnya.
^^^
Cakka baru saja sampai di gerbang SMP Ranvas. Agni sudah menunggunya sejak tadi. Cakka pun turun dari motornya dan menghampiri Agni yang terlihat kesal. Cakka mengangsurkan helm yang tadi dipakai oleh Oik pada Agni. Agni menerimanya dengan jutek, “Lo kenapa sih?” tanya Cakka dengan kesal. Siapa yang ga keki kalau tiba-tiba disambut dengan wajah yang sama sekali tak bersahabat? Begitu pula Cakka.
“Lo tuh lelet banget, tau ga?! Gue nungguin lo setengah jam! Lo ke mana aja sih?!” seru Agni kesal. Ia segera memakai helmnya dan naik ke atas motor Cakka. Cakka pun melajukan motornya dengan kesal pula. Ia tak mau berdebat lama-lama dengan Agni karena setelah ini, ia harus langsung menuju rumah Shilla. Jam memang masih menunjukkan pukul empat sore, tapi Cakka sudah janji pada Shilla kalau ia akan datang lebih awal dari Ozy, Angel, Sivia, dan Oik. Oh, Oik! Cakka jadi kesal kembali karena ingat Oik akan diantar oleh Alvin. Sial!
Baru saja mereka sampai di depan rumah Agni, Agni sudah turun dari motor Cakka dengan cepat dan masuk ke rumahnya. Tak lupa, Agni juga menutup pagarnya. Menutupnya dengan sangat keras. Cakka sampai terlonjak kaget dibuatnya. Cakka hanya geleng-geleng kepala dan kembali melajukan motornya, menuju rumah Shilla.
^^^
Tok tok tok.. Cakka mengetuk pintu rumah Shilla dengan cepat. Sesekali ia melongok ke arah motornya yang ia parkir di pelataran rumah Shilla. Tak berapa lama, Shilla muncul dengan mengenakan celana selutut berwarna pink dan T-Shirt putih. Shilla memberikan cengiran terlebarnya pada Cakka. Cakka memandangnya tanpa ekspresi. Shilla pun mengajak Cakka masuk dan menyuruhnya duduk di sofa ruang tamu, Shilla duduk tepat di sebelah Cakka. Lagi-lagi, Cakka menatapnya tanpa ekspresi.
“Ngapain lo nyuruh gue dateng lebih awal?” tanya Cakka.
Shilla menghela napas sejenak, “Bantuin gue masak dong. Di rumah lagi ga ada orang, cuman ada adik gue. Ya ya ya?” paksa Shilla. Cakka mengangguk dengan terpaksa. Shilla bersorak senang. Ia segera mengambil dua buah celemek. Satu untuknya dan satu untuk Cakka. Cakka menerima celemek tersebut dengan ogah-ogahan. Pikirannya masih dipenuhi dengan Oik dan Alvin. Ia kembali memasang wajah kesal.
Shilla yang seolah tak menyadari perubahan raut wajah Cakka, dengan santainya menarik tangan Cakka ke arah dapur. Di sana sudah tersedia berbagai macam bahan-bahan masakan. Shilla menginstruksikan Cakka untuk membuat pie. Tepung-tepung dan bahan lainnya pun sudah tersedia. Cakka dan Shilla hanya tinggal mengolahnya.
Karena Shilla yang memang sangat jail, ia melemparkan seplastik tepung ke arah Cakka. Cakka yang kaget karena mendapat ‘serangan mendadak’ dari Shilla hanya diam melongo. Sedetik kemudian, ia kembali membalas Shilla dengan melemparkan seplastik tepung lain ke arah Shilla. Jadilah mereka berdua perang tepung sore itu. Adik Shilla, Nova, hanya melihat tingkah mereka berdua seraya tertawa kecil.
^^^
Alvin sedang bersiap-siap untuk menjemput Oik di rumahnya. Acha, yang notabenenya adalah tetangga Alvin, langsung menghampirinya ketika Alvin baru saja menutup pagar rumahnya. Acha menghalangi Alvin untuk melajukan motornya. Alvin dibuat kesal olehnya, “Mau lo apa sih?!” tanya Alvin dengan nada tinggi.
Acha cengengesan, “Cuman mau nanya sih.. Lo mau ke mana? Rapi amat?” tanya Acha.
“Mau jemput Oik ke rumahnya, terus nganterin dia ke rumah Shilla. Oik ada kerja kelompok di sana” jelas Alvin, “Udah ah, gue mau berangkat! Ga enak sama Oik! Ntar Oik ditungguin lagi ama Ozy, Angel, Sivia, Cakka, sama Shilla. Udah, lo pulang aja sana!” lanjut Alvin. Karena sudah mendapat jawaban dari Alvin, Acha segera berbalik dan masuk ke dalam rumahnya.
Acha segera mandi dan berganti pakaian. Sejurus kemudian, ia menelpon salah satu temannya yang juga teman Shilla, menanyakan alamat rumah Shilla. Setelah mendapatkan alamat rumah Shilla, Acha mengobrak-obrak mamanya agar mengantarnya ke sana. Kenapa Acha ke rumah Shilla? Jelas karena Cakka juga ada di sana. Siapa lagi yang ingin Acha temui di sana kecuali Cakka? Nobody.
^^^
Alvin baru saja sampai di rumah Oik. Ia disambut oleh Rio, kakak Oik. Rio bilang kalau Oik masih di kamarnya, sedang siap-siap. Sesekali Alvin menengok jam tangannya. Pukul empat lebih empat puluh lima menit. Oik keluar dari kamarnya tepat ketika Alvin menatap pintu kamar Oik. Tak sengaja, pandangan mereka berdua bertemu. Alvin segera mengalihkan pandangannya dengan wajah memerah. Oik segera berpamitan kepada Rio dan menyeret Alvin keluar rumahnya.
“Ayo, buruan anterin gue. Takut telat nih” ujar Oik. Alvin pun menyalakan mesin motornya dan memberikan sebuah helm pada Oik. Oik menerimanya dan segera naik ke motor Alvin. Motor Alvin melaju kencang menuju rumah Shilla. Dalam perjalanan, mereka berdua saling diam. Alvin berkonsentrasi menyetir dan Oik masih kepikiran soal Cakka, Shilla, Agni, dan Acha.
^^^
Acha masih menunggu di dalam mobil. Mobilnya berhenti tepat di depan rumah Shilla. Ia masih asyik memandangi rumah Shilla dari luar. Mamanya pun tak ia hiraukan. Jadilah mamanya tertidur karena bosan. Acha mendengus kesal. Beberapa menit kemudian, Alvin datang dengan motornya membonceng Oik. Oik turun dan mengembalikan helm Alvin seraya tersenyum. Alvin dan Oik memasukki pelataran rumah Shilla. Oik melihat motor Cakka sudah ada di sana, ia menatapnya pilu.
Nova membukakan pintu untuk mereka berdua. Nova tersenyum formal ke Alvin dan Oik, “Maaf, kalian cari siapa ya?” tanyanya dengan sopan dan masih mempertahankan senyuman formal di bibirnya. Alvin dan Oik membalas senyum mereka. Oh ya, Alvin memang berencana akan menunggui Oik sampai selesai. Jadinya, nanti ia bisa mengantar Oik kembali ke rumahnya.
“Kita cari Shilla. Udah buat janji kok tadi. Shilla-nya ada?” balas Oik.
Nova menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Alvin dan Oik masuk. Nova mengajak mereka ke dapur rumahnya, tempat di mana Cakka dan Shilla sedang asyik memasak berdua. Setelah itu, Nova meninggalkan mereka berempat dan kembali ke kamarnya. Terlihat Cakka dan Shilla yang masih belum menyadari kehadiran Alvin dan Oik. Oik masih diam mematung memandang keakraban Cakka dan Shilla di depannya, tepat di depan matanya sendiri.
“Ehem ehemm.. ” Alvin berdehem kecil, menyadarkan Cakka dan Shilla bahwa dirinya dan Oik sudah datang. Oik menoleh sekilas ke arahnya sambil tersenyum. Cakka dan Shilla yang menyadari kehadiran mereka buru-buru menghampiri mereka berdua. Shilla tersenyum senang ketika mendapati Oik dan Alvin telah sampai. Shilla segera berlari meninggalkan mereka bertiga dan kembali dengan dua buah celemek. Ia memakaikannya pada Oik dan Alvin, “Bantuin gue sama Cakka masak yuk” ajaknya.
Alvin dan Oik berpandangan sejenak. Cakka keki sendiri melihat keduanya yang masih asyik saling berpandangan. Cakka menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Sesaat kemudian, Alvin dan Oik menganggukkan kepalanya. Shilla kembali bersorak senang. Ia segera mengajak Alvin dan Oik menuju dapurnya. Tadinya, Shilla-lah yang menggandeng tangan Oik. Tapi kemudian, Cakka menarik tangan Oik dari tangan Shilla. Shilla sendiri, tak mempermasalahkannya. Ia sedang asyik bersama Alvin. Menghias pie yang telah masak.
Oik memandang Alvin dan Shilla tanpa ekspresi. Oik sekarang sedang membantu Cakka membuat pie. Sedangkan Alvin dan Shilla, menghias pie yang telah masak. Cakka memandang Oik sendu, “Oik, kok ngeliatin Alvin sama Shilla sampek segitunya sih?” tanya Cakka dengan lemas. Oik terkesiap. Segera ia menggelengkan kepalanya dan kembali fokus dengan pie yang sedang ia masak dengan Cakka. Cakka kembali tersenyum.
Di sisi lain, Alvin sama sekali tak menikmati acara menghias pie-nya bersama Shilla. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Cakka dan Oik yang terlihat sangat akrab. Melebihi keakraban Cakka dan Shilla tadi. Alvin mencoba kembali fokus pada pie dan berbagai macam topping di depannya. Shilla masih asyik menghias pie sambil bersenandung riang.
Bel rumah Shilla kembali berbunyi. Terdengar teriakan Nova, “Biar gue aja, kak, yang bukain” teriaknya ke arah Shilla. Shilla kembali melanjutkan menghias pie-nya bersama Alvin.
Classmate (Part 2)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar