Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Classmate (Part 1)

Bel pertanda pergantian pelajaran baru saja berdering. Guru Bahasa Inggris, Miss Ira yang notabenenya adalah guru Bahasa Inggris di kelas ini segera memasukki kelas 9.5. Penghuni kelas ini pun segera merapikan mejanya dan mengeluarkan buku Bahasa Inggris. Sejenak kelas menjadi sepi. Miss Ira pun masih setia dalam diamnya, “Anak-anak, bikin kelompok ya. Satu kelompok minimal enam orang. Ayo sekarang!” perintah Miss Ira.

Deva dan Ray sudah mendapatkan kelompok. Oik dan Sivia masih bingung sendiri. Pasalnya, hampir semua temannya sudah mendapatkan kelompok. Tiba-tiba, Shilla datang menghampiri mereka berdua, “Eh, kalian belom dapet kelompok kan? Sekelompok sama gue yuk?” ajaknya. Oik dan Sivia nampak masih menimbang-nimbang ajakan Shilla barusan. Akhirnya, Sivia dan Oik menganggukkan kepalanya bersamaan.

Shilla tersenyum senang. Shilla pun segera menarik lengan Oik dan Sivia menuju bangkunya. Di sana sudah ada Angel, Ozy, dan Cakka. Oik menelan ludah ketika mendapati Cakka juga sekelompok dengannya, Oik segera duduk di hadapan Cakka, Sivia di hadapan Ozy, dan Shilla di hadapan Angel. Angel duduk di sebelah Ozy, “Miss, kita ngapain nih?” tanya Ozy dengan santainya seraya mengangkat tangan kanannya.

“Kalian segera buat percakapan. Ingat ya, dalam Bahasa Inggris! Temanya terserah tentang apa. Dan minimal, panjangnya satu lembar kertas folio bergaris” glek! Satu lembar kertas folio bergaris? Kebayang ga seberapa panjang? Para siswa 9.5 hanya dapat mengangguk pasrah. Percuma saja mereka menawar, pasti Miss Ira tidak akan mengurangi bebannya. Bahkan mungkin, malah akan menambah beban mereka.

Kelas kembali sunyi. Para siswa sibuk dengan tugas kelompoknya masing-masing. Dan untungnya, tugas ini tidak harus dikumpulkan hari ini. Miss Ira memberi waktu sampai besok. Cakka dan Shilla terlihat sangat akrab. Oik kembali menelan ludah, ‘Mereka emang cocok. Mana mungkin Cakka mau sama gue. Ngarang lo, Oik!’ batinnya. Ia tersenyum samar.

“Eh Cakk, masa ya, si Riko mau mutusin gue sih” gerutu Shilla.

“Hah? Emang kenapa tuh si Riko?” tanya Cakka dengan mata terbelalak.

“Katanya sih gara-gara gue deket sama lo.. Ga logis banget kan?!” rutuknya.

Cakka hanya tersenyum simpul. Shilla masih tetap seperti dulu, manja dan childish. Dan itu yang membuat Cakka gemas terhadapnya. Cakka mengacak-acak rambut Shilla pelan. Oik kembali menelan ludah. Wajahnya mendadak pucat, “Siv, anterin gue ke UKS yuk. Gue pusing nih” ajak Oik. Sivia menganggukkan kepalanya. Baru saja Oik dan Sivia akan berdiri, tangan Cakka sudah menahan Oik untuk kembali duduk. Oik menatapnya dengan pandangan tak mengerti. Cakka lantas menundukkan kepalanya dalam-dalam.

“Mau ke mana?” tanya Cakka pada mereka berdua.

Sivia memandangnya heran. Sedangkan Oik, sudah buru-buru membuang mukanya ke arah lain, “Gue mau nganter Oik ke UKS. Dia pusing.. Kenape?” tanya Sivia balik.

Cakka langsung mengangkat lagi kepalanya dan menatap Oik. Benar, wajahnya sudah pucat pasi. Cakka segera berbisik kepada Sivia agar ia saja yang mengantar Oik ke UKS. Shilla terlihat kesal karena Cakka meninggalkannya. Cakka dan Oik buru-buru melenggang meninggalkan kelas. Ketika di koridor pun, keduanya masih saling diam. Oik masih sibuk memijat-mijat keningnya yang terasa pusing. Dan Cakka masih sibuk menyembunyikan wajahnya ketika mereka melewati kelas Acha.

“Cakka, ngapain lo?” tanya Oik ketika ia melihat Cakka berusaha menutupi wajahnya.

Cakka melotot ke arah Oik. Dengan cepat, ia membekap mulut Oik dan menariknya agar cepat-cepat sampai di UKS. Kebetulan UKS sedang sepi. Cakka segera menyeret Oik masuk dan menidurkannya di salah satu ranjang UKS, “Tadi ada Acha tau! Males gue kalo kudu ketemu dia! Lo tau kan kalo dia ngebet banget sama gue” celotehnya. Cakka pun duduk di bibir ranjang tempat Oik merebahkan tubuhnya. Oik hanya manggut-manggut.

Oik pun terlelap dalam tidurnya. Cakka tetap menungguinya di sana. Cakka berpindah ke sofa sebelah ranjang Oik. Baru saja Cakka akan terlelap, tiba-tiba muncul seorang siswi dan langsung mengobrak-abrik kotak obat. Cakka memandangnya heran. Sepertinya siswi itu adalah anggota tim basket putri sekolah. Terlihat karena ia memang sedang menggunakan seragam basket, “Lo ngapain?” tanya Cakka pada orang tersebut.

“Nyari obat merah. Agni jatuh pas latihan” sahutnya. Singkat, jelas, dan padat.

Tak lama, muncul seorang laki-laki berpakaian seragam basket pula. Dia ketua tim basket putra, Alvin. Alvin membantu Siti, cewek tersebut, mencarikan obat merah untuk Agni. Mendengar nama Agni disebut-sebut, Cakka langsung bangkit dan membantunya mencarikan obat merah. Ketemu! Siti langsung membawa obat merah tersebut keluar UKS. Baru saja Cakka akan menyusulnya Alvin sudah menahannya terlebih dahulu, “Oik mau lo ke manain? Dia kan lagi tidur?” tanyanya.

Cakka melirik sekilas ke arah Oik dan menghela napas, “Lo aja yang jagain dia. Lo suka kan sama Oik?” tanya Cakka. Diakhir kalimatnya, terdengar kalau ia berat mengatakannya. Alvin menganggukkan kepalanya dan tersenyum senang ke arah Cakka. Cakka pun berlari keluar UKS dan menyusul Siti ke lapangan bakset. Sedangkan Alvin, ia segera duduk di sofa dan memandangi Oik yang sedang tertidur.

^^^

Bel istirahat baru saja berbunyi, Shilla sudah ngibrit keluar kelas. Mencari Cakka yang sejak tadi tak kunjung kembali ke kelas. Dan Shilla menemukan Cakka sedang bercanda dengan Agni di lapangan basket. Dengan kesal, Shilla menghampiri mereka berdua, “Cakka! Katanya nemenin Oik yang pusing di UKS, tapi kok sekarang di sini? Sama dia lagi!” kesal Shilla. Jari lentiknya menunjuk-nunjuk wajah Agni berkali-kali. Agni melengos sebal.

“Sebagai gantinya, lo kudu temenin gue makan. Sekarang!” lanjut Shilla. Cakka mengangguk pasrah. Shilla tersenyum senang, “Tapi Agni juga kudu ikut kita makan” ujar Cakka. Sukses membuat Agni tersenyum senang dan Shilla cemberut. Akhirnya, Cakka berjalan santai ke arah kantin dengan diikuti Agni dan Shilla dari belakang. Keduanya masih saja saling lirik dengan sinisnya.

^^^

Oik baru saja bangun dari tidurnya. Sakit di kepalanya pun sudah sedikit mereda. Ketika ia bangun, ia hanya melihat Alvin di sofa. Tak ada Cakka. Padahal, Cakka-lah yang tadi membawanya ke sini dan menungguinya di sini, “Alvin.. Kok lo di sini?” tanya Oik, masih dengan suara yang terdengar lemah. Wajah Oik pun masih sedikit pucat.

Alvin mengalihkan pandangannya dari ponselnya ke arah Oik, “Oh, itu.. Tadi Cakka ke lapangan basket. Agni luka soalnya. Tapi ga balik-balik sampek sekarang” jelasnya. Oik hanya tersenyum sedih, “Eh, ke kantin yuk? Lo pasti belum sarapan deh tadi. Iya kan?” ajak Alvin. Oik mengangguk seraya tersenyum, cukup membuat Alvin melayang dibuatnya.

Oik pun turun dari ranjangnya dan berjalan keluar UKS bersama Alvin di sampingnya. Sepanjang perjalanan, banyak sekali temannya yang melihat ke arah mereka. Oik dengan Alvin? Jalan bareng? Amazing! Pasti itu yang ada dipikiran mereka semua. Oik dan Alvin hanya tersenyum kaku menanggapinya.

Tepat ketika mereka berdua sudah sampai di kantin, terlihat semua tempat sudah penuh. Hanya ada tiga tempat duduk yang tersisa. Semeja dengan Cakka, Shilla, dan Agni. Alvin menarik tangan Oik ke sana. Oik hanya mengikuti Alvin, mau ataupun tidak mau. Karena ya, hanya tempat di situ yang tersisa. Oik langsung duduk. Sedangkan Alvin, berjalan ke arah salah satu stand dan memesan makanan serta minuman untuknya dan untuk Oik.

Alvin kembali dengan dua piring nasi goreng dan dua gelas jus jeruk. Ia menyerahkan sepiring nasi goreng dan segelas jus jeruknya ke arah Oik. Oik menerimanya dan tersenyum ke arah Alvin. Mereka berlima makan dalam diam. Setelah selesai makan, Cakka asyik mengobrol dengan Shilla dan Agni. Oik kembali tersenyum sedih. Tak lama, Acha datang dengan hebohnya, “Cakka! Gue bawain snack mih buat lo!” teriaknya. Cakka menoleh cengo ke arahnya. Seluruh pengunjung kantin melihat ke arah mereka dengan wajah memerah, menahan ledakan tawa.

“Acha! Apa-apaan sih lo! Malu tau! Diliatin anak-anak tuh!” bentak Cakka.

Acha hanya tersenyum menanggapinya. Dengan kesal, Cakka bangkit dari duduknya dan menarik lengan Oik keluar dari kantin. Oik sendiri, kaget dan refleks menarik lengan Alvin. Jadilah mereka bertiga jadi tontonan sepanjang koridor. Sang ketua tim futsal menarik siswi yang mengharumkan nama sekolah dalam berbagai olimpiade SAINS, dan siswi tersebut menarik sang ketua tim basket putra. Cakka terus menarik Oik ke arah kelas mereka, 9.5.

“Cakka! Ngapain sih pake narik-narik gue?” seru Oik ketika mereka bertiga tiba di kelas. Cakka menoleh ke arahnya. Ia melihat tangannya yang masih menggenggam tangan Oik dan tangan Oik yang masih menggenggam tangan Alvin. Oik memasang tampang bingung. Sedangkan Alvin, hanya menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya, salting.

“Yah sorry, Ik.. Gue sebel sih sama Acha” sahut Cakka, ia memajukan bibirnya beberapa centi ke depan, cemberut. Oik terbelalak melihat ekspresi Cakka. Baru kali ini ia melihat Cakka cemberut dan itu.. Sangat lucu! Oik tertawa terpingkal-pingkal. Untung saja di kelas ini hanya ada mereka bertiga. Cakka dan Alvin menatapnya dengan pandangan ngapain-sih-nih-anak-ketawa-ga-jelas.

Oik yang sadar telah menjadi bahan tontonan, sontak menghentikan laju tawanya. Tetapi, masih saja sisa-sisa tawanya bermunculan. Tiba-tiba, muncul Sivia dari belakang Oik, “Oik! Udah ga pusing lagi kan lo? Lo lama banget, tau ga, di UKS-nya! Gue kan bosen, sendirian sih! Ray ama Deva lagi ga asyik diajak ngebanyol! Ah, gue kangen!” seru Sivia dengan lebaynya. Ia langsung memeluk Oik. Oik cengo dibuatnya.

Ternyata Sivia belum menyadari kalau di sana juga ada Cakka dan Alvin. Dan setelah Sivia melepas pelukannya, ia baru sadar kalau ada Alvin dan Cakka di sana. Sivia menunjukkan cengiran lebarnya ke mereka berdua, “Abisnya gue kangen Oik sih” serunya, “Cakka nih! Pake nyulik Oik segala!” lanjutnya. Cakka dan Oik terbelalak. Memang, karena Cakka yang membawa Oik ke UKS.

Akhirnya Sivia menarik Oik agar duduk di bangkunya. Cakka dan Alvin hanya berdiri di depan mereka berdua. Cakka di depan Oik dan Alvin di depan Sivia, “Ik, masih keliatan pucet tuh” ujar Cakka. Cakka masih asyik memandangi setiap lekuk wajah Oik. Oik langsung mengalihkan wajahnya. Sivia dan Alvin masih sibuk membukakan obat untuk Oik, “Oik, nih obatnya. Diminum!” seru Sivia. Oik menerimanya dan langsung meminumnya.

“Eh ya, Oik, Cakka, ntar jam lima sore ke rumahnya Shilla ya. Kita nyelesaiin tugas Bahasa Inggris dari Miss Ira” lanjut Sivia. Cakka dan Oik mengangguk. Berhubung bel tanda masuk sudah berbunyi, Alvin segera kembali ke kelasnya. Alvin sekelas dengan Agni. Cakka segera kembali ke bangkunya. Tak lama, Shilla datang dengan wajah cemberut. Ia melengos ketika tatapannya tak sengaja bertemu dengan Cakka.

“Yah Shill, lo kenapa sih?” tanya Cakka. Shilla makin cemberut saja.

^^^

Bel pulang sekolah berdering nyaring. Para siswa SMP Ranvas segera mengemasi barang masing-masing dan ngeloyor ke luar kelas. Shilla mengemasi barangnya dengan cepat. Setelah itu, ia keluar kelas. Cakka menyusulnya dari belakang sambil meneriaki namanya. Oik menatapnya sedih, “Ik, lo suka sama Cakka?” bisik Sivia. Oik menggelengkan kepalanya cepat. Sivia melihat kebohongan di mata teman sebangkunya itu. Sivia hanya bisa mengangkat bahunya.

Oik dan Sivia berjalan keluar kelas. Ketika mereka berdua melewati parkiran, mereka melihat Cakka yang tengah membujuk Shilla agar tak ngambek lagi. Oik cepat-cepat melangkahkan kakinya, diikuti Sivia dari belakang. Tak lama, terdengar deru motor Cakka. Cakka membonceng Shilla, melewati Oik dan Sivia. Tunggu, bukan melewati! Berhenti tepat di depan mereka berdua! Shilla tersenyum manis ke arah mereka berdua, “Jangan lupa, ke rumah gue jam lima sore!” pesannya. Sivia mengangguk. Oik hanya menatapnya tanpa ekspresi.

Sivia mengelus punggung Oik pelan, “Udah.. Ga usah sedih” bisiknya. Oik menatapnya sendu. Cakka dan Shilla sudah pergi dari hadapan mereka sejak tadi. Oik segera melepas tangan Sivia dari punggungnya dan melesat keluar sekolah. Berjalan kaki. Padahal, rumahnya terbilang jauh dari sekolah. Sivia menatap kepergian Oik dengan iba.

^^^

Oik berjalan gontai. Sesekali ia menendangi kerikil yang berserakan di jalan. Jalanan sepi. Karena memang, ia sengaja tidak melewati jalan raya. Ia melewati perkampungan. Ia tak mau banyak orang melihatnya dengan keadaan kacau. Tak lama, muncul seorang laki-laki berseragam sama dengannya dengan mengendarai motor. Laki-laki itu membuka helmnya.. Alvin. Oik segera menghapus sisa-sisa air matanya. Alvin turun dari motornya dan menghampiri Oik, “Lo kenapa?” tanya Alvin dengan lembut. Oik menggelengkan kepalanya.

Selang beberapa menit, muncul lagi seorang laki-laki dengan sebuah motor. Laki-laki itu membuka helmnya. Terlihat sekali kalau ia cemas. Ia segera turun dari motornya dan menghampiri Oik dan Alvin. Tak menunggu lama, laki-laki itu segera memeluk Oik yang sekarang sedang kacau. Alvin menatapnya sinis, “Cakka.. Ngapain sih pake peluk-peluk?!” seru Oik. Dengan cepat, Oik melepas pelukan Cakka. Masih jelas terlihat di mata Cakka, sisa-sisa air mata di wajah Oik.

“Bukannya lo pulang sama Shilla?” tanya Oik.

“Tadi udah nganterin dia. Terus balik lagi ke sini. Lo kacau banget sih.. Pulang sama gue yuk?” ajak Cakka. Oik tampak masih berpikir. Ia melirik sekilas ke arah Alvin dan menggelengkan kepalanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar