Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Classmate (Part 6)

Sang rembulan sudah berada di puncak tahtanya. Cakka menatap kilauan sang rembulan untuk beberapa detik. Terbayang di benaknya wajah Oik yang sedang tersenyum manis. Segera ia gelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pikiran tersebut dalam benaknya. Karena ia tahu, Oik ‘sudah’ bersama Gabriel. Cakka pun melangkahkan kakinya kembali menuju rumahnya. Jarak rumahnya dan taman kompleks tersebut memang terbilang dekat. Dan anehnya, baru pukul tujuh petang tetapi keadaan kompleks perumahannya sudah sangat sepi. Cakka tertegun sesaat ketika ia memasukki halaman rumahnya. Terparkir sebuah mobil Honda Jazz berwarna merah di sana. Tak lupa, dua pasang sendal wanita juga nangkring rapi di terasnya. Dengan segenap kebingungannya, Cakka memasukki rumahnya. Terlihat dua orang wanita sedang berbincang hangat dengan mamanya. Oh, tunggu! Bukan dua orang wanita! Melainkan seorang wanita paruh baya dan seorang gadis remaja seumuran dirinya. Dan, Cakka tahu siapa mereka. Dengan enggan, Cakka menghampiri mamanya dan menyalami tangan mamanya, “Cakka, itu ada temen kamu. Temenin sebentar ya, mama mau bikin minum buat mereka” suruh mamanya. Baru saja Cakka akan menolak ketika mamanya sudah kembali membuka mulutnya, “Ga pake nolak! Lgian tadi Acha bilang kalau kamu yang minta dia kemari” lanjut mamanya. Akhirnya Cakka mengangguk malas. Sejenak mamanya memberikan senyumnya kepada gadis remaja yang sebaya dengannya beserta orang tua gadis tersebut. Cakka memandang aneh ke arah gadis tersebut, Acha. Kapan dirinya meminta Acha untuk datang ke rumahnya bersama sang mama? Oh yah, mungkin ini hanya akal-akalan Acha agar dapat berkunjung ke rumahnya.

Selang beberapa menit, mama Cakka kembali dari dapur dengan nampan berisikan empat gelas minuman dingin berwarna oranye, sirup jeruk. Mama Cakka meletakkan nampan tersebut di atas meja dan kembali duduk. Cakka segera beranjak dari duduknya dan akan berlalu masuk ke kamarnya, “Cakka, kok Acha ga ditemani?” tanya mamanya. Cakka menoleh sekilas dan menggeleng cepat. Mamanya kembali menahannya, “Cakka, minumnya diminum dulu dong!” lanjut beliau.

Tak menunggu lama, Acha segera mengambil segelas sirup jeruk tersebut dan berlari kecil menghampiri Cakka yang masih diam di tempat. Acha pun mengangsurkan gelas tersebut ke arah Cakka. Cakka menerimanya dengan kasar. Tak sampai semenit, sirup tersebut sudah berpindah tempat ke perut Cakka. Cakka kembali mengangsurkannya pada Acha dan melenggang memasukki kamarnya. Tak lupa pula ia tutup pintu kamarnya dengan keras. Sampai-sampai Acha, mamanya Acha, dan mamanya sendiri pun terlonjak kaget dibuatnya. Mama Cakka hanya tersenyum bersalah ke arah kedua tamu dadakannya malam ini. Cakka yang sempat mendengar kalau ketiga wanita tersebut masih saja berbincang hangat di ruang tamu rumahnya hanya mampu mengumpat kesal. Terlebih kepada Acha. Sudah muak rasanya ia dengan semua ini. Acha, Agni, Shilla, Oik. Belum lagi dengan kabar bahwa Gabriel adalah pacar Oik, serta Oik yang sekarang menjadi ‘lebih dekat’ dengan Alvin.

^^^

Pagi menjelang, Alvin berjalan cepat ke arah kelas 9.5, kelas Oik. Ia kembali melakukan ‘pekerjaan’ rutinnya. Kali ini ia membawa sebungkus cokelat kesukaan Oik yang telah ia hias dengan sebuah pita berwarna merah muda, warna kesukaan Oik. Yah, walaupun Oik kini sudah mengetahui bahwa pengirim sebungkus cokelat setiap harinya adalah dirinya, ia tetap memberikan cokelat itu. Memberikannya dengan sembunyi-sembunyi. Datang pagi-pagi di sekolah, berjalan cepat ke arah kelas Oik, meletakkan cokelat tersebut di loker bangku Oik, dan kembali ke kelasnya. Tapi nampaknya Dewi Fortuna sedang pergi darinya hari ini. Alvin bangun kesiangan. Ia tiba di sekolah ketika sekolah sudah ramai. Dan pastinya, Oik sudah duduk manis di bangkunya. Entah sedang apa. Membaca novel, membaca majalah, membaca buku pelajaran, atau bahkan mungkin sedang mengerjakan PR yang belum sempat ia selesaikan.

Alvin menarik napas panjang sebelum ia memasukki kelas Oik. Benar dugaannya. Oik sudah duduk manis di bangkunya. Setelah ia mampu menghilangkan sedikit rasa groginya, Alvin berjalan ke arah bangku Oik. Tak ada yang kaget melihatnya sedang berada di sini. Sudah biasa, memang, kalau Alvin datang dan menghampiri Oik. Walaupun pernah, sekali-kali, Oik mengacuhkannya dan malah berbicara santai dengan Ray, Deva, Ozy, Cakka, atau yang lainnya. Tapi untuk kali ini, sepertinya tidak. Alvin berhenti tepat di depan meja Oik. Oik masih menunduk, membaca setiap kata yang tertera dalam novel tersebut. Alvin perlahan menyerahkan cokelat tersebut, Oik memasang mimik wajah bingung. Perlahan pula Oik mengangkat wajahnya dan mendapati Alvin sudah bertengger di sana dengan tangan kanan mengangsurkan sebuah cokelat padanya, “Sini, Vin, duduk dulu” sapa Oik. Alvin terdiam kaget dengan sapaan Oik. Sampai akhirnya, Alvin berangsur duduk di sebelah Oik, bangku Sivia. Sivia belum datang memang, kebiasaan untuk terlambat memang susah dihilangkan, “Oh ya, makasih cokelatnya” ujar Oik seraya menerima cokelat dari Alvin, Alvin mengangguk semangat.

Tak lama, Gabriel pun datang. Sekilas ia menoleh ke arah Oik yang sedang bercanda ria dengan Alvin. Gabriel mendengus kesal. Rupanya, setelah ia kehilangan Cakka sebagai rival terberatnya, ia masih mendapati Alvin, rival yang kalah beratnya dengan Cakka. Gabriel pun berjalan ke arah bangkunya dengan kesal. Ia lemparkan tasnya dan duduk dengan wajah ditekuk. Ozy, yang duduk sambil memainkan ponselnya, memandang bingung ke ketiganya. Gabriel yang memasang wajah ditekuk, Alvin yang sedang bercanda ria dengan Oik, dan, oh, Cakka yang datang dengan kedua selirnya! Cakka datang dengan kedua selirnya? Yah, Agni dan Shilla. Agni menggamit lengan kanan Cakka dan Shilla menggamit lengan kiri Cakka. Oik memandang pilu ke arah ketiganya. Cakka pun hanya menganggap Oik angin lalu, berjalan melewati bangkunya tanpa menyapa gadis mungil itu, “Psstttt, Ray! Liat tuh Gabriel! Marah gara-gara liat Oik sama Alvin. Tapi Oik-nya malah sedih gitu liat Cakka bareng dua selirnya. Mereka kenapa sih?” bisik Deva pada Ray, teman sebangkunya. Ozy pun sempat mendengar sekilas pembicaraan keduanya. Ozy memang telah memberitahu keduanya masalah Gabriel dan Oik. Ray hanya mengangkat bahunya, pertanda tak tahu-menahu masalah ini.

^^^

Bel pertanda istirahat pertama baru saja berbunyi. Bu Winda pun segera keluar dari kelas 9.5 saat itu juga. Baru saja Shilla akan keluar bersama Cakka, rencananya mereka akan pergi ke kantin bersama, Riko sudah datang ke kelasnya dan menariknya paksa. Seluruh mata penghuni 9.5 kontan melotot kaget. Belum pernah mereka melihat Riko yang cool menjadi semarah dan semendidih ini. Ada apa dengan Riko dan pacarnya, Shilla? Cakka yang memang akan ke kantin bersama Shilla, kontan mengikuti keduanya dari belakang. Rupanya Riko menarik Shilla ke arah gudang dekat lapangan basket. Dai gudang tersebut juga jelas terlihat kalau para tim basket putri sekolah sedang berlatih. Ada Agni di sana.

Riko pun melepaskan cengkeraman tangannya pada Shilla. Shilla sempat mengaduh kesakitan karena kencangnya cengkeraman Riko. Riko mendorong Shilla ke arah tembok. Cakka masih betah bersembunyi di dekat pintu gudang. Sayup-sayup ia mendengar ledakan amarah Riko di sana. Rupanya Riko sedang menumpahkan segala kekesalannya dan amarahnya terhadap Shilla. Dan jika Cakka mendengar lebih banyak lagi, ia akan tahu kalau ternyata Riko tak suka melihat Shilla dekat-dekat dengannya. Shilla dekat-dekat dengannya? Ah, sepertinya Riko sudah tahu kalau Shilla-lah yang terus saja mendekati Cakka. Cakka sendiri, sebenarnya ia hanya menganggap Shilla sebagai sahabat, tak lebih dan tak kurang. Tapi rupanya Shilla mengartikan kedekatan mereka berdua selama ini dengan salah. Shilla mengira bahwa Cakka dekat dengannya karena memang Cakka tertarik padanya. Dan sebenarnya, seperti yang telah disebut, Cakka hanya menganggapnya sahabat. Sampai akhirnya, Cakka mendengar Shilla berteriak. Berbicara dengan nada tinggi, lebih tepatnya.

“Kenapa emang kalau gue suka sama Cakka? Mau apa lo? Udah deh.. Ga usah sok ngatur hidup gue! Lo sama aje kayak Nova! Ini hidup gue dan gue tau apa yang terbaik buat gue! Dan gue tau, Cakka yang terbaik buat gue! Bukan lo! Cakka deket sama gue, care sama gue, perhatian sama gue! Dia sayang sama gue! Ga kayak lo!” hardik Shilla. Dengan amarah yang sduah di ubun-ubun, Shilla ganti mendorong Riko. Untung saja Riko tak tersungkur ke belakang. Dan, ya, Cakka mendengar semuanya. Shilla benar-benar menganggapnya lebih dari sahabat. Cakka mengacak rambutnya frustasi. Cakka pun kembali berusaha mendengarkan pembicaraan Shilla dan Riko. Kali ini suara Riko yang terdengar meninggi, “Oke, lo pikir Cakka kan yang terbaik buat lo? Bukan gue kan? Fine! Kita putus!” teriaknya. Shilla tersenyum sinis ke arahnya. Nampak pula kilatan-kilatan dari sudut mata Shilla.

Riko pun berjalan meninggalkannya. Ia berpapasan dengan Cakka di pintu gudang, “Urusin tuh cewek lo!” bisik Riko seraya memandang sinis ke arahnya. Cakka segera menghampiri Shilla yang terduduk lemas di dalam gudang. Cakka segera memapah Shilla keluar dari gudang. Shilla masih saja menutupi wajahnya. Air mata terus bercucuran dari kedua bola matanya. Cakka mengajak sahabatnya itu keluar dari gudang dan duduk di depan gudang, menghadap ke arah lapangan basket. Masih ada para tim basket putri sekolah rupanya di sana. Langsung saja Shilla memeluk Cakka erat, seolah tak ingin melepaskannya. Cakka jadi salah tingkah. Terlebih lagi Agni sedang memandangi keduanya.


^^^

Sementara itu, di kelas 9.5, Oik menghampiri Gabriel yang sedang duduk sendiri di bangkunya. Oik pun tadi sudah diberitahu oleh Deva, Ray, dan Ozy bahwa Gabriel mengaku kalau ia adalah pacar Oik. Oik memasang wajah sebal ketika melihat Gabriel. Gabriel mendongakkan kepalanya ketika menyadari Oik sudah duduk di depannya. Ya, Oik memang sedang duduk di depan Gabriel, sengaja agar ia dan Gabriel bisa mengobrol. Gabriel sudah GR saja ketika Oik menghampirinya. Ozy, Deva, dan Ray memandang Oik dan Gabriel dengan waspada. Takut kalau-kalau Oik tak bisa mengendalikan emosinya. Ya itulah kelemahan Oik, sangat susah mengendalikan emosi. Oik masih menatap Gabriel dengan penuh amarah. Gabriel asyik-asyik saja memandang wajah manis Oik seraya tersenyum ke arah gadis di hadapannya.

“Kenapa lo bilang ke temen-temen kalau gue itu cewek lo?” tanya Oik tajam, rahangnya mengeras, menahan amarahnya. Gabriel menjadi pucat pasi ketika mendengar pertanyaan Oik. Ia memang belum menyusun kata-kata yang kepada Oik untuk menjelaskannya. Gabriel menggelengkan perlahan kepalanya, “Kicep kan lo?! Gue tanya lagi, kenapa lo ngaku-ngaku kayak gitu?” tanya Oik, kali ini dengan nada tinggi. Untung saja di kelas hanya ada dirinya, Gabriel, Deva, Ray, dan Ozy. Bisa malu tujuh turunan ia kalau sampai ada orang lain di sana dan melihatnya sedang mendamprat Gabriel. Gabriel kembali menggelengkan kepalanya. Oik baru saja akan membuka mulutnya kembali ketika ada seseorang menepuk pelan bahunya. Ray. Ray pun menarik Oik agar duduk di bangkunya kembali dan tak usah memperdulikan Gabriel. Deva segera menyuruh Gabriel agar keluar dari kelas sebelum semuanya terlambat, sebelum Oik akan kembali menumpahkan amarahnya. Dengan cepat, Gabriel keluar dari kelasnya. Meninggalkan Deva, Ray, Ozy, dan Oik di dalam.

“Udah, Ik, sabar aja. Cowok kayak Gabriel emang ngeselin kok. Ntar kita bantuin lo deh buat ngejelasin ke semuanya kalo lo sama Gabriel itu ga ada apa-apa.. ” bujuk Ozy. Oik hanya menganggukkan kepalanya dan berusaha kembali mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Deva, Ray, dan Ozy pun sibuk menenangkan Oik. Sedangkan Gabriel, ia masih berada di depan kelas. Belum berani berhadapan dengan Oik karena memang dirinya yang bersalah. Dan Gabriel pun tahu bagaimana kalau seorang Oik sedang marah. Pastinya ia akan didamprat habis-habisan oleh gadis mungil yang terlihat kalem itu. Dan sayangnya, Gabriel belum menyiapkan mentalnya untuk itu. Tapi Gabriel bertekad untuk terus berkata pada Cakka bahwa dirinya dan Oik memang sudah berpacaran. Gabriel mengulum senyum sinisnya untuk yang kesekian kalinya.

^^^

Cakka baru saja tiba di rumahnya. Setelah ia makan siang bersama kakak laki-lakinya dan juga mamanya, ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Niat awal ia akan mengerjakan tugas mengetiknya. Dan setelah ia periksa, rupanya bahan-bahannya kurang. Jadilah ia harus kembali berselancar di dunia maya untuk mencari bahan. Karena sedang asyik membuka akun miliknya di situs jejaring sosial, ia lupa akan tugasnya. Ia malah asyik mengobrol via dunia maya dengan teman-temannya. Terlihat banyak teman sekolahnya yang juga sudah bertengger di daftar online. Beberapa detik kemudian, akun dengan nama Ahmad Fauzy Adriasnyah mengirimkan sebuah pesan, rupanya Ozy juga sedang online.


Ahmad Fauzy Adriasnyah: Cakka! Kabar bagus!
Cakka Kawekas Nuraga:
Kabar apaan?
Ahmad Fauzy Adriasnyah:
Lo tau? Oik ga jadian ama Gabriel!
Cakka Kawekas Nuraga:
Boong! Kan Gabriel sendiri yang bilang..
Ahmad Fauzy Adriasnyah:
Gabriel yang boong, Cakka!
Cakka Kawekas Nuraga:
Stop deh! Gue percaya sama Gabriel!
Ahmad Fauzy Adriasnyah:
Tapi Oik sendiri yang bilang!
Cakka Kawekas Nuraga:
Bisa aja karena Oik belum siap sama statusnya
Ahmad Fauzy Adriasnyah:
Cakka, itu Gabriel aja yang ngaku-ngaku
Cakka Kawekas Nuraga:
Ga percaya gue! Gue tetep percaya sama Gabriel

Cakka pun segera menutup chat-nya bersama Ozy dengan kesal. Bisa-bisanya Ozy berbicara seperti itu. Untuk apa? Untuk membesarkan hatinya? Terlambat! Cakka sudah berusaha menghilangkan rasanya untuk Oik. Berusaha? Yah, hanya berusaha. Dan nyatanya, rasa itu tetap ada untuk Oik, hanya untuk Oik. Cakka semakin frustasi saja dengan semuanya. Acha yang terang-terangan mengejarnya, Shilla yang menganggapnya lebih dari sahabat, Agni yang terus berusaha mendapat perhatiannya, Gabriel yang mengaku sebagai pacar Oik, Alvin yang tak berhenti mengejar Oik, Oik yang tak mengakui Gabriel, dan Riko yang telah memutuskan Shilla. Cakka pun berteriak frustasi. Terlihat sebuah akun dengan nama Agni Tri Nubuwati mengirimkan pesan pula kepadanya.

Agni Tri Nubuwati: Cakk, gue suka sama lo!
Cakka Kawekas Nuraga: Ag, jangan bercanda deh
Agni Tri Nubuwati: Swear, Cakka! Lo mau?
Cakka Kawekas Nuraga: Mau apaan sih, Ag?
Agni Tri Nubuwati: Jadi cowok gue!
Cakka Kawekas Nuraga: Cowok lo? Oke deh..
Agni Tri Nubuwati: Yes! Kita jadian?
Cakka Kawekas Nuraga: Terserah lo

Tak lama, Agni pun mempublikasikan statusnya dengan Cakka. Banyak pula yang mengomentari perubahan status hubungan Agni dan Cakka. Agni merasa senang untuk itu, berbada jauh dengan Cakka. Cakka malah menyesali semuanya, “Oke, gue harus bisa nunjukkin ke Oik kalau gue sayang sama Agni. Tapi Tuhan, gue sayangnya sama Oik!” gumam Cakka.

Di suatu kamar, seorang gadis mungil sedang tersedu-sedu setelah membuka situs jejaring sosial tersebut. Nampak perubahan status Cakka dan Agni di sana.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar