Nova pun segera membukakan pintu. Dilihatnya dua orang perempuan dan seorang laki-laki sedang tersenyum ke arahnya. Ia pun membalas senyum mereka dan mempersilahkan mereka masuk. Shilla tadi telah memberitahunya bahwa teman-temannya yang lain akan segera datang. Angel, Sivia, dan Ozy. Nova pun membawa mereka bertiga ke dapur, menemui Shilla, Oik, Alvin, dan Cakka yang sedang asyik di sana. Shilla menyambut kedatangan mereka bertiga dengan senyuman lebar. Shilla segera mengajak mereka bertiga ke halaman belakang rumahnya, meninggalkan Cakka, Oik, dan Alvin di dapur. Sedangkan Nova, ia sudah kembali ke kamarnya sejak tadi.
“Oik, Oik! Hati-hati dong! Liat tuh, tangannya sampek merah gara-gara kena itu!” seru Cakka, telunjuknya mengarah kepada tempat mereka memasak. Oik masih meringis kesakitan. Jari telunjuk Oik pun sampai berwarna merah. Cakka segera membasuh jari Oik. Sedangkan Alvin, sibuk mencari obat merah untuk Oik. Tepat ketika Cakka selesai membasuh luka Oik, Alvin datang sambil membawa obat merah dan kapas. Alvin pun mengajak Oik untuk duduk. Alvin tersenyum sinis ke arah Cakka, Cakka memalingkan wajahnya.
Tiba-tiba Shilla datang dengan wajah polosnya, “Eh, Oiknya kenapa nih? Kok jarinya sampek merah gitu?” tanya Shilla. Tak ada yang menjawab. Shilla memandangi Alvin, Oik, dan Cakka satu-persatu, “Cakka, Oik lo apain sih?” tanya Shilla lagi, “Cakka ga ngapa-ngapain gue kok, Shill!” sahut Oik seraya meringis kesakitan. Cakka masih memandang sinis ke arah Alvin dan Alvin masih sibuk memberi obat merah pada luka bakar di jemari Oik.
Shilla langsung memasang wajah tak mau tau. Shilla pun segera mengambil bukunya dan berlalu kembali ke halaman belakang rumahnya. Sebelumnya, ia telah berpesan kepada Cakka agar ia membawakan seluruh pie yang telah mereka buat tadi. Cakka mendengus kesal. Tak menunggu lama, Cakka mengambil sepiring besar berisi pie dan membawanya ke halaman belakang. Masih ada sepiring besar lagi. Oik pun mengambil sepiring sisanya dan berjalan mengekor Cakka, berusaha mensejajarkan langkahnya dan langkah Cakka. Dengan cepat, Alvin mengikuti mereka berdua dari belakang.
“Pie datang!” seru Oik dan Cakka bersamaan sambil mengangkat tinggi-tinggi sepiring besar berisi pie tersebut. Alvin, Angel, Ozy, Shilla, dan Sivia memandang cengo ke arah mereka berdua? Kok bisa barengan ngomongnya? Cakka dan Oik sendiri bingung, bisa-bisanya mereka berdua kompakan ngomong sesuatu. Cakka dan Oik menggelengkan kepalanya keras-keras, berusaha menghilangkan pikiran ‘tersebut’ dari benaknya. Cakka, Oik, dan Alvin pun segera duduk di tiga kursi yang tersisa. Oik duduk di antara Alvin dan Cakka. Shilla memandang Cakka sinis dan Alvin memandang Oik pilu.
“Udah yuk, buruan dikerjain.. Keburu malem nih” perintah Ozy. Akhirnya, mereka berenam pun mengerjakan tugas tersebut. Sesekali pula, Alvin membantu mereka berenam. Alvin memang relatif pintar dalam pelajaran Bahasa Inggris.
^^^
Mereka selesai mengerjakan tugas tersebut tepat pukul tujuh malam. Shilla dan Nova segera membereskan ‘kekacauan’ yang Shilla dkk buat tadi. Setelah itu, Shilla segera mengantarkan teman-temannya ke depan rumah. Angel pulang diantar Ozy. Rencananya Alvin akan kembali mengantarkan Oik, tapi rencananya gagal. Shilla meminta Alvin untuk mengantar Sivia pulang karena kebetulan, orang tua Sivia tidak bisa menjemputnya. Dengan berat hati, Alvin mengantarkan Sivia. Cakka tersenyum senang. Angel, Ozy, Sivia, dan Alvin sudah berlalu, “Shill, gue sama Oik pulang ya” pamit Cakka. Oik tersenyum ke arah Shilla. Shilla membalasnya ogah-ogahan seraya memutar bola matanya.
Cakka dan Oik pun berlalu dari hadapan Shilla. Shilla segera menutup pagar rumahnya dan masuk kembali ke kamarnya dengan memasang wajah cemberut. Shilla menutup pintu kamarnya dengan keras. Nova sampai terlonjak kaget ketika itu. Akhirnya Nova memutuskan untuk masuk ke kamar Shilla, melihat keadaan kakaknya tersebut. Shilla sendiri, sedang duduk di kursi meja belajarnya sambil mencoret-coret sesuatu. Nova melongok untuk dapat melihatnya. Nova tersenyum kecil ketika melihat apa yang Shilla coret-coret.
“Kak, ngapain lo pake bikin gambarnya Kak Oik sama Cakka lagi gandengan dan senyum terus lo coret-coret kayak gitu? Haha.. Aneh-aneh lo, kak!” komentar Nova. Setelah melongok gambaran Shilla tadi, Nova segera berlalu ke arah jendela kamar Shilla dan menutup gordennya. Shilla kadang suka lupa menutup gordennya. Dan untungnya, Nova selalu ingat, “Lo suka ya, kak, sama Kak Cakka? Kak Riko mau lo ke manain, kak?” lanjut Nova seraya tersenyum kecil.
Shilla membalikkan badannya ke arah Nova. Masih jelas terlihat di wajah Shilla raut cemburunya pada Oik, “Kalo iya, kenapa? Kalo emang gue suka Cakka kenapa? Ga suka lo? Terserah gue dong! Masalah Riko? Putusin dia dong kalo gue udah dapet Cakka.. Susah amat” ujar Shilla nyolot. Nova terlonjak kaget dengan penuturan kakaknya. Laki-laki sebaik Riko akan ia putuskan begitu saja? Nova tak membalas penuturan Shilla barusan. Ia menutup gorden kamar Shilla dengan kasar dengan berlari keluar dari kamar kakaknya. Pintu kamar kakaknya pun ia tutup dengan kasar. Melebihi kasarnya Shilla saat menutup pintu kamarnya sendiri tadi.
^^^
Oik segera turun dari motor Cakka dan mengembalikan helm Cakka, “Oke, makasih ya, Cakka” gumamnya seraya tersenyum manis. Cakka menganggukkan kepalanya, “Udah ya, gue masuk. Malem.. ” pamit Oik. Oik pun masuk ke dalam rumahnya dan menutup pagar rumahnya. Sebelum ia membalikkan badannya, Cakka berteriak memanggil namanya, Oik memandang bingung ke arahnya, “Langsung online ya di Facebook! Gue mau ngobrol-ngobrol sama lo!” lanjut Cakka. Oik menganggukkan kepalanya. Sejurus kemudian, Cakka berlalu dari rumah Oik dengan motornya.
Oik berjalan memasukki rumahnya dengan riang. Kebetulan, Rio sedang berada di teras rumah, menunggu Oik. Rio geleng-geleng kepala melihat kelakuan adiknya itu. Sangking riangnya Oik, ia sampai tak tau kalau Rio ada di teras, menungguinya. Oik berlalu begitu saja ke dalam rumahnya sambil sesekali bergumam sesuatu. Rio cengo. Ia tidak disapa oleh Oik? Sial! Dengan gemas, Rio pun memasukki rumahnya dan terlebih dahulu mengunci pintu. Ia segera memasukki kamar Oik. Untung saja Oik tidak sedang berganti pakaian. Dilihatnya Oik sedang bergulat dengan keperluan sekolah.
“Ehem ehem.. ” gumam Rio. Oik masih asyik dengan dunianya sendiri. Rio makin kesal saja, “Weits, gua dikacangin ya sama adik gua sendiri” seru Rio dengan volume yang tak kira-kira. Oik terbeliak kaget dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya. Ia menemukan kakaknya dengan wajah sok berdosanya sedang duduk di ujung kasurnya dan menatap polos ke arahnya. Oik memalingkan wajahnya dengan kesal. Setelah selesai merapikan keperluan sekolahnya, Oik menghampiri Rio di kasurnya, “Ngapain lo ke sini?” tanya Oik dengan juteknya.
Rio cengengesan tak jelas seraya menggaruk bagian belakang kepalanya, “Ga papa sih” ujarnya dengan polos, “Eh, tapi gue sebel sama lo! Masa lo tadi ga nyapa gue sih? Gue kan udah capek-capek nungguin lo pulang di teras! Eh lo-nya malah dengan santai masuk, tanpa nyapa gue! Catet! Tanpa nyapa gue!” seru Rio dengan lebay-nya. Oik menelan ludah. Dosa apa dia bisa memiliki kakak selebay Rio? Mendadakan Oik jadi mengutuk kedua orang tuanya karena memiliki anak seperti Rio, lebay-nya selangit!
Dengan tampang menyeramkan, Oik segera mendorong Rio keluar kamarnya. Dan Oik juga sukses membuat Rio nyungslep tepat di depan pintu kamarnya. Oik tersenyum senang dan segera menutup serta mengunci pintu kamarnya. Masih terdengar sumpah-serapah Rio dari luar sana. Oik segera mengambil iPod miliknya dan memasang earphone. Biar saja Rio, pasti dia capek sendiri. Seakan teringat sesuatu, Oik segera mengambil laptopnya dan menyalakannya. Kemudian ia menyambungkannya dengan jaringan internet.
Beberapa detik kemudian, Oik sudah berselancar di dunia maya. Membuka berbagai situs jejaring sosial dan log in dengan account-nya. Ketika ia membuka salah satu jejaring sosial terpopuler saat ini, Oik kembali tersenyum senang. Tak lama kemudian, Oik sudah ber-chat ria dengan orang itu. Rio, yang memang memiliki kunci cadangan kamar Oik, segera membuka pintu kamar Oik dengan kunci tersebut. Rio melongok ke dalam kamar Oik. Oik sedang terduduk di kasurnya sambil terus tersenyum kecil dan memandangi layar laptopnya. Dengan usil, Rio mengintip aktivitas Oik itu di dunia maya. Rio manggut-manggut mengerti dan segera keluar lagi dari kamar Oik, tanpa sepengetahuan Oik.
Cakka Kawekas Nuraga: Lama amat sih neng OL-nya -.-“
Oik Cahya Ramadlani: Ya kan gua kudu ganti baju dulu -_-
Cakka Kawekas Nuraga: Haha.. Iye deh, ngalah aje gua :p
Oik Cahya Ramadlani: Ga penting amat sih lu, Cakk!Cakka Kawekas Nuraga: Ya udah, enaknya ngomongin ape ye? --aOik Cahya Ramadlani: Eh Cakk.. Gue lihat nih ya.. Agni, Acha, sama Shilla tuh suka sama lo :-oCakka Kawekas Nuraga: Terus kenape? Lo jealous gitu? *pletak*Oik Cahya Ramadlani: Haha.. PD lu! :pCakka Kawekas Nuraga: Eh Ik, tapi gue sukanya bukan ama mereka bertigaOik Cahya Ramadlani: Lah? Kenape? Mereka bertiga kan cantik banget ._.Cakka Kawekas Nuraga: Kagak Ik, gue suka yang manis-manis :xOik Cahya Ramadlani: Gula dong, Cakka :pCakka Kawekas Nuraga: Bercanda mulu lo.. Seriusan dong~Oik Cahya Ramadlani: Iye deh, ngalah gue, hahaCakka Kawekas Nuraga: Lo ga tanya gua sukanya ama siapa?Oik Cahya Ramadlani: Iye, lo sukanya ama siapa sih?Cakka Kawekas Nuraga: Sama lo -_-Oik Cahya Ramadlani: Bercanda lo ga lucu -.-Cakka Kawekas Nuraga: Siapa yang bercanda sih, cantik?Oik Cahya Ramadlani: Lo dong, ganteng~Cakka Kawekas Nuraga: Bodo amat, gua serius tuhOik Cahya Ramadlani: Tau ah, gue ngantuk. Bye~
Oik menutup laptopnya dengan wajah memerah dan senyum tertahan. Ia pun segera mengembalikan laptop tersebut ke tempat awalnya. Dan setelah itu, ia segera meringkuk di bawah selimut tebalnya. Tak lupa, ia nyalakan AC di kamarnya. Baru saja Oik akan terlelap dalam mimpi indahnya, ponselnya bergetar. Oik segera mengambil ponselnya. Rupanya ada sebuah SMS masuk. Dahi berkerut heran, “Ngapain Cakka malem-malem SMS?” gumam Oik. Tak menunggu lama, ia segera membuka pesan tersebut..
Ik, besok berangkat bareng gue ya.. Gue jemput jam enam, jangan lelet! :D
Oik kembali terbeliak kaget. Ia pun membalas SMS Cakka, menyetujui SMS Cakka tadi dan kembali meringkuk dalam selimut tebalnya. Entah karena lupa atau sudah terbiasa, Oik tak meng-nonaktif-kan ponselnya ketika ia tidur. Rio yang sedang kebosanan di kamarnya pun memutuskan untuk berkunjung ke kamar Oik. Rupanya Oik sudah terlelap dalam mimpinya. Pikiran jahil Rio kembali muncul. Ia segera mengambil ponsel Oik dan mengutak-atiknya tanpa sepengetahuan Oik. Masuk ke dalam menu Pesan dan membaca semua Inbox dan Outbox di ponsel Oik.
^^^
Pukul enam tepat. Oik sudah standby di teras rumahnya. Rio mengintipnya dari ruang tamu. Terlihat Oik yang berkali-kali melirik ke arah jam tangannya. Dan tiba-tiba, ponselnya bergetar. Ia lirik sekilas ke arah layarnya. Tertera nama Cakka di sana. Cakka menelponnya! Tak menunggu lama, Oik pun mengangkat telpon dari Cakka.
“Lama amat sih, lu?!..........Hah? Ga bisa berangkat bareng gue?..........Ya udah, lo jemput Agni aja..........Oh, ya udah deh, ga papa..........Gue bisa berangkat bareng yang lain kok..........Bukan, bukan! Bukan sama Alvin..........Kan ada Kak Rio..........Oke, bye” Oik kembali meletakkan ponselnya di saku dan berlari menghampiri Rio di ruang tamu. Oik segera menyeret Rio ke garasi rumah. Dengan malas, Rio pun masuk ke dalam mobil dan mengendarainya ke sekolah Oik. Dalam perjalanan pun, Oik masih saja memasang wajah masam. Rio jadi bingung sendiri melihatnya.
“Lo kenapa sih, Ik?” tanya Rio dengan lembut. Tangan kirinya terulur dan mengelus pelan puncak kepala Oik. Oik menoleh sekilas ke arah Rio dan tersenyum kecut, “Lo kenapa sih, adik gue yang paling cantik?” ulang Rio. Oik tak menjawabnya, ia hanya membuang pandangannya ke luar. Rio menghela napas kesal. Mereka berdua terus saja saling diam sampai mereka tiba di sekolah Oik, SMP Ranvas. Oik pun turun dari mobil dan segera melenggang menuju kelasnya.
Tepat ketika ia melewati kelas 9.8, ia melihat Cakka dan Agni di sana. Mereka berdua berdiri di depay kelas 9.8, Agni masih saja menggamit lengan Cakka. Mereka berdua terlihat sedang bercanda dan... Sangat mesra. Wajah Oik memanas. Inikah cemburu? Dengan kesal, Oik melewati koridor dan sampailah ia di kelasnya. Sivia sudah datang rupanya. Baru saja ia akan duduk di bangkunya, Alvin sudah menahan lengannya dan mengajaknya duduk di depan kelas 9.5. Di sana ada sebuah kursi. Alvin dan Oik duduk terdiam di sana. Mengamati setiap aktivitas siswa SMP Ranvas.
Tak lama, Cakka keluar dari kelas Agni. Di depan kelas 9.8 ia berpapasan dengan Shilla. Shilla tersenyum senang ke arahnya. Cakka pun membalas senyum Shilla barusan. Cakka dan Shilla berjalan beriringan di sepanjang koridor. Sesekali terdengar gelak tawa dari keduanya, “Lupa kali ya, Cakk, lo sama omongan lo semalem. Bullshit!” gumam Oik. Wajahnya masih tertunduk dalam-dalam. Alvin makin tidak tega saja dengan Oik.
Cakka dan Shilla berjalan memasukki kelas. Tepat ketika mereka berada di depan Oik dan Alvin, Shilla menyerahkan tasnya pada Cakka serta berpamitan kepadanya. Shilla akan ke toilet. Cakka hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu masuk ke dalam kelas, tanpa menyapa Oik. Beberapa detik kemudian, Acha muncul dengan wajah sumringah. Tangan kanannya menenteng sebuah kotak makanan. Dengan santainya, Acha masuk ke dalam kelas 9.5 dan menghampiri Cakka di tempat duduknya.
Oik memandangi mereka berdua dari luar. Terlihat Acha yang ‘menjejalkan’ sandwich kepada Cakka. Cakka sendiri, menerimanya dengan wajah yang sama sekali tak bersahabat. Sedetik pandangan Cakka dan Oik bertemu. Oik pun segera mengalihakan pandangannya pada Alvin. Cakka jadi bingung sendiri dan menghampiri Oik dan Alvin di luar kelas, membiarkan Acha yang masih sibuk dengan kotak makanannya.
“Lo kenapa, Ik?” tanya Cakka pada Oik, Oik memutar bola matanya dengan malas.
Classmate (Part 3)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar