Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Classmate (Part 7)

Acha baru saja turun dari mobilnya ketika ia melihat Cakka yang sedang membonceng Agni. Acha otomatis terbelalak kaget. Sejak kapan Cakka jadi rutin mengantar-jemput Agni? Akhirnya, Acha memutuskan untuk segera bertanya kepada salah satu teman Cakka. Acha pun berjalan cepat menuju kelas Cakka. Terlebih dahulu ia letakkan tasnya di kelasnya, 9.2, dan langsung ke kelas 9.5, kelas Cakka. Acha disambut tatapan bingung Ozy ketika memasukki kelasnya. Acha berusaha mengabaikan Oik yang sedang mengobrol bersama Ozy. Acha hanya menarik Oik agar lebih menyingkir dari dekat Ozy. Oik sempat berdecak kesal, tetap tak Acha hiraukan kehadiran gadis mungil itu, “Ngapain lo ke sini? Cakka belom dateng kali” sahut Ozy datar. Acha jadi mencak-mencak sendiri. Oik pun menyingkir dari hadapan keduanya ketika Sivia datang. Oik menghampiri Sivia dan duduk di sebelahnya.

“Aduh duh duh, lo ketinggalan berita atau emang cupu sih, hah?!” seru Acha kesal. Ozy semakin bingung saja. Acha terlihat menengok kesana-kemari dengan waspada, “Jadi gini ya Ozy ganteng.. ” buka Acha, “Tadi pas gue baru aja turun dari mobil, gue liat Cakka ngebonceng Agni! Cakka ngebonceng Agni! Menurut lo nih ya, mereka berdua ada hubungan apa sih? Ga biasanya aja sih si Cakka mau gitu nganter-jemput si nenek perkasa itu” jelas Acha dengan berbagai penekanan di setiap katanya. Ozy mengangkat bahunya, berusaha tetap cool. Tapi sebenarnya hatinya ketar-ketir. Terlebih ketika Ozy mengantukkan pandangannya menuju Oik. Oik langsung mengalihkan pandangannya dari mereka berdua dengan wajah sedih. Dan ketika Ozy mengalihkan pandangannya menuju Sivia, Sivia menatap Acha geram. Ada apa ini? Ozy makin bingung dibuatnya.

“Udah deh, Cha, gue udah ga ngerti sama jalan pikirannya Cakka. Biar deh dia mau apa. Toh dia kayaknya juga udah ga nganggep gue lagi” sembur Ozy dengan kesal. Akhirnya ia berlalu dari hadapan Acha. Sebelumnya, Acha sudah berhasil mencekal lengannya, Ozy pun berbalik menghadap Acha. Baru saja Acha membuka mulutnya, Ozy sudah menyelanya, “Lo mau protes soal Cakka udah ga nganggep gue sahabat lagi? Asal lo tau ya, Cakka lebih percaya ama tuh kunyuk daripada sama gue! Sahabatnya yang jelas-jelas tau mana yang lebih baik buat dia!” seru Ozy, jari telunjuknya sudah menunjuk-nunjuk ke arah Gabriel dengan santainya. Dari bangkunya, Gabriel tersenyum sinis. Rupanya ia sudah tau soal Cakka dan Agni. Akhirnya, Gabriel menghampiri mereka berdua, tepat di dekat bangku Oik.

Dengan gaya sok cool-nya, Gabriel menyerobot tempat Ozy, agak mendorong cowok melayu itu ke samping. Gabriel tersenyum sinis ke arah Acha, “Lo belum tau kan? Haha.. Ketua OSIS macem apa sih lo? Kok ga tau kabar temennya sendiri? Bahkan, gebetannya sendiri!” sindir Gabriel. Acha tetap diam dengan tampang masam. Ia pikir Gabriel tau sesuatu, “Lo ga tau kan kalo Cakka jadian sama Agni? Mampus lo!” lanjut Gabriel. Sempat mengedik ke arah Oik ketika menyebut nama Cakka dan Agni. Oik pun segera keluar dari kelasnya. Disusuk Ozy dan Sivia. Ozy pun sempat melayangkan pandangan murkanya ke arah Gabriel. Ray dan Deva mengikuti Sivia dan Ozy keluar kelas. Mereka berdua tau pasti ini soal Cakka dan para selirnya.

^^^

Oik terus berjalan dengan cepat menuju kantin. Kebetulan, setiap pagi seperti ini, kantin selalu sepi. Ia berpikir bahwa ia akan duduk di sana sampai bel berbunyi, atau bahkan, sampai pulang. Ia duduk di salah satu sudut kantin yang memungkinkan ia melihat ke arah lapangan basket. Seorang pelayan kantin datang menghampirinya, “Hot choco aja, mbak, satu ya” lirihnya. Pelayan kantin tersebut pun melenggang menuju dapur tepat ketika Ozy, Sivia, Deva, dan Ray datang dengan tergopoh-gopoh. Ozy langsung duduk di sebelah kanan Oik, Sivia di sebelah kiri Oik, serta Deva dan Ray di hadapan mereka bertiga. Mereka berempat langsung pucat pasi begitu melihat tampang Oik yang kacau. Sivia mengulurkan tangannya untuk sekedar mengelus pelan punggung teman sebangkunya tersebut. Tak lama, pelayan kantin datang dengan segelas hot choco untuk Oik, “Mbak, hot choco nambah empat lagi ya” pesan Oik, pelayan kantin tersebut pun mengangguk.

“Ik, lo mau di sini nih? Sampek pulang sekolah, gitu?” tanya Deva dengan hati-hati karena baru saja, kelimanya mendengar bel masuk berbunyi. Oik baru akan menggelengkan kepalanya ketika Cakka dan Agni melintas di depan mereka semua. Ozy menggeram menatap Cakka. Cakka hanya menoleh sekilas ke arah kelimanya tanpa ekspresi dan langsung kembali berjalan beriringan dengan Agni. Agni sempat melemparkan senyum sinisnya terhadap mereka berlima. Sivia melotot ke arahnya, Agni makin tersenyum sinis saja. Dengan lemas, Oik segera menganggukkan kepalanya. Ia tetap akan di sini sampai bel pulang berbunyi, “Oke, Ozy sama Sivia temenin Oik di sini ya?” usul Deva. Ozy dan Sivia mengangguk cepat. Deva dan Ray pun berdiri dan melenggang meninggalkan mereka.

Tak jauh dari mereka, Ray kembali menoleh dan berteriak ke arah ketiganya, “Eh, gue ambilin as kalian bertiga aja ya? Abis ini gue sama Deva balik sini lagi kok” teriaknya. Ozy, Sivia, dan Oik tersenyum tulus ke arahnya. Deva dan Ray pun mempercepat langkahnya. Sivia menyeruput sedikit hot choco miliknya. Benar kata Oik, hot choco memang memberikan sensasi tersendiri kepada peminumnya ketika ia sedang dalam perasaan yang tak enak. Dalam beberapa riset pun, cokelat memang mampu menurunkan tingkat stress seseorang. Ozy masih memandang sendu ke arah Oik, begitupula Sivia. Oik memang tak merasa dipandangi oleh kedua sahabatnya, ia sedang asyik melamun seraya mengaduk hot choco miliknya. Ozy dan Sivia rupanya memiliki pikiran yang sama, Cakka resek! Muncul tekad tersendiri dalam benak Ozy, ia akan memberi perhitungan dengan Cakka. Mengajak laki-laki tersebut ngobrol berdua mungkin cukup untuk memberinya pelajaran berharga.

^^^

Deva dan Ray masih berjalan cepat. Tak sengaja mereka bertemu Alvin di koridor kelasnya. Alvin menatap keduanya bingung. Deva dan Ray yang masih tak memperdulikan Alvin hanya terus berjalan ke arah kelasnya, Alvin yang memang penasaran pun segera menghampiri keduanya, “Deva! Ray! Tunggu woy!” panggilnya. Deva dan Ray menoleh ke arahnya dengan wajah cemas, “Iye iye, gue tau kalian ga punya banyak waktu. Gue cuman mau nanya, kalian kenapa sih? Kok keliatannya cemas banget?” tanya Alvin setelah berhasil mengejar Deva dan Ray. Deva dan Ray berpandangan sesaat. Tak sengaja Deva melihat Bu Winda sedang berjalan ke arah kelasnya. Cepat-cepat saja ia mengomando Ray untuk masuk kelas dan mengambil tas Ozy, Sivia, dan Oik. Alvin memandang kepergian keduanya dengan bingung. Ia pun menunggu keduanya di depan kelas 9.8, kelasnya sendiri.

Deva dan Ray cepat-cepat mengambil tas milik Ozy, Sivia, dan Oik. Kedua sempat menjadi tontonan di kelasnya, “Woy, ngapain lu pade ngeliatin gue sama Deva, hah?!” bentak Ray. Semuanya pun kembali pada aktifitas masing-masing, kecuali Cakka. Cakka masih memandang keduanya dengan bingung. Rupanya Ray menyadarinya. Ia pun menitipkan tas Sivia dan Oik pada Deva, “Dev, duluan aje. Ntar gua nyusul kok” pesannya. Deva menganggukkan kepalanya dan berlalu menuju kantin. Setelah Ray melihat Deva keluar dari kelas, ia menghampiri bangku Cakka, “Lo bingung, kann, kenapa tadi gue sama Deva ngambilin tasnya Ozy, Sivia, sama Oik?” tanya Ray, Cakka menganggukkan kepalanya, “Lo ga tau apa kalau Oik lagi di sana, sama Sivia dan Ozy? Sivia sama Ozy emang sohibnya Oik banget deh. Nemenin Oik waktu dia sakit hati” jelasnya, memberikan penekanan pada akhir kalimatnya. Cakka hanya garuk-garuk kepala. Ray bangkit berdiri. Ia berubah pikiran, ia juga ingin menemani Oik di sana. Akhirnya cowok gondrong tersebut mengambil pula tasnya serta tas Deva.

“Cakk, harusnya gue ga ngebiarin sohib gue buat sayang sama lo” tegurnya. Cakka makin bingung saja, “Ga ngerti? Berarti lo bego!” hardik Ray. Cowok gondrong itu pun segera keluar dari kelas. Di depan kelas 9.8 ia bertemu dengan Alvin. Rupanya Alvin masih menunggu di sana. Pasti Deva menyuruhnya agar bicara dengannya saja. Deva memang begitu, tak mau banyak bicara. Akhirnya Ray menarik tangan Alvin menuju kantin, “Udah, ikut aja. Lo penasaran kan? Apalagi ini ada hubungannya sama Oik” Alvin manggut-manggut mengerti. Kedua alisnya bertaut heran ketika cowok gondrong di sampingnya itu mnyebut nama bidadarinya, Oik. Ray masih membawa tasnya dan Deva. Tepat ketika keduanya berada di depan kelas 9.10, Ray berbalik menatap Alvin, “Mendingan lo ambil tas lo deh” sarannya. Alvin menurut. Ia segera ke kelasnya dan mengambil tasnya. Untungnya sedang tidak ada guru di sana. Akhirnya keduanya pun berjalan menuju kantin.

^^^


Ozy menyambut kedatangan Ray dengan tampang garang, “Lelet amat sih lu?!” serunya. Ray hanya nyengir dan kemudian, duduk di sebelah Deva. Alvin masih berdiri di tempat. Ozy tak sengaja melihatnya, “Vin, ikutan juga? Duduk situ tuh, sebelahnya Ray, gabung sama kita” ajaknya. Alvin tersenyum ke arahnya dan duduk di sebelah Ray, tepat di hadapan Oik. Hati Alvin mencelos melihat Oik yang kacau. Alvin menepuk jidatnya pelan, seakan teringat sesuatu, “Kenape, Vin?” tanya Ozy, Alvin menggelengkan kepalanya sambil tersneyum. Kemudian ia pun berkutat dengan tasnya. Ozy, Sivia, Oik, Deva, dan Ray menatapnya bingung. Alvin pun selesai berkutat dengan tasnya seraya tersenyum senang. Ia mengacungkan sebuah cokelat ke arah Oik, “Nih, Ik, tadi pagi gue lupa naruh di kolong lo, hehe” ujar Alvin. Oik menerimanya dengan senyum mengembang. Teman-temannya pun ikut tersenyum. Akhirnya Oik memakan cokelat pemberian dari Alvin.

Ozy, Sivia, Deva, dan Ray masih asyik menatap Oik yang sedang melahap cokelat dari Alvin. Keempatnya mengulum senyum tipis. Luput dari pandangan keempatnya, Alvin segera mengelurkan ponselnya dan mengetik sebuah pesan pendek untuk Rio. Rio, kakak Oik. Alvin kenal Rio? Memang. Alvin memang sudah kenal dengan Rio, sudah dari beberapa minggu yang lalu. Tepat ketika Alvin sedang bermain ke rumah Oik, Oik mengenalkannya kepada kakak laki-lakinya tersebut. Setelah selesai mengirimkan pesan pendeknya, Alvin segera meletakkan ponselnya di meja kantin dan kemudian mengikuti Ozy, Sivia, Deva, dan Ray, memandangi Oik yang sedang makan cokelat. Alvin mencoba-coba berbisik kepada Ray, “Ray, Oik kenapa tadi? Kok tampangnya kusut amat?” tanyanya, tentunya hanya Ray dan dirinya yang dapat mendengarkan.

Ray menoleh sekilas ke arah dirinya dan tersenyum masam, “Tadi ada Acha ke kelas, nanyain kenapa Cakka ngebonceng Agni ke Ozy. Kan Ozy lagi ngobrol tuh tadi ama Oik, ya jadi deh Oik denger. Ya jelas sakit hati dong.. Lo tau sendiri kan gimana Cakka sama Oik sebelum Cakka sama Agni jadian? Ah ya, lo belum tau, kan, kalau Cakka sama Agni jadian? Nah itu, Agni duluan sih yang nembak. Keliatan banget lagi, kan Agni yang ngebet amat Cakka. Oh ya, kembali ke topik awal, Cakka sama Oik tuh hampir jadian. Tapi ya akhirnya batal gara-gara si kunyuk Gabriel. Lo ga tau kan kalau Gabriel itu busuk? Masa ya, dia ngaku ke Cakka kalau dia sama Oik jadian, padahal ya mereka berdua tuh ga jadian. Ini nih begonya Cakka! Mau aja percaya sama si kunyuk! Bego amat tuh Cakka” cerocos Ray, Alvin mendengarkannya dengan seksama. Hatinya makin mencelos saja ketika mendengar penuturan Ray.

^^^

Rio baru saja keluar dari kelasnya ketika sebuah SMS masuk ke ponselnya. Ia berjalan perlahan menyusuri koridor kampusnya sambil membaca SMS dari Alvin. Ia pun mempercepat langkahnya ke arah parkiran, “Aduh, Oik kenapa sih, dek?” gumamnya. Ia pun segera menyalan mesin motornya dan melaju menuju sekolah Oik, yang dulu juga merupakan sekolahnya. Jarak antara kampusnya dengan sekolah Oik memang terbilang dekat. Maka dari itu ia sangat sering mengantarkan adik semata wayangnya itu berangkat sekolah. Karena jalanan yang juga tak macet, tak sampai sepuluh menit Rio sudah sampai di sekolah Oik. Ia memarkirkan terlebih dahulu motornya di parkiran dan melenggang menuju kantin, tempat yang tadi Alvin sebut di SMS-nya.


Ia sampai di kantin tepat ketika Oik menatap kosong ke arah hot choco miliknya. Para sahabatnya pun sedang memandang sendu ke arahnya. Rio menghampiri mereka berenam saat itu juga, “Hey hey, adik gue yang paling imut kenapa sih?” tanyanya dengan riang. Oik tak menggubrisnya, masih memandang sendu ke arah hot choco di depannya. Rio pun beralih kepada Alvin, “Vin, Oik kenapa sih? Tadi kan lo yang SMS gue, nyuruh gue ke sini” tanyanya. Ozy, Deva, Ray, dan Sivia menatap Alvin bingung. Akhirnya Rio yang mengambil alih pembicaraan, “Alvin emang udah kenal kok sama gue, dia kan sering main ke rumah” terangnya. Ozy, Deva, Ray, dan Sivia mengangguk mengerti. Rio kembali beralih pada Alvin, “Oik kenapa sih, Vin?” tanyanya untuk yang kedua kalinya.

Alvin mencondongkan badannya ke arah Rio. Membisikkan kepada cowok ceking tersebut perihal Oik. Rio semain geram saja begitu mengetahui Cakka-lah penyebabnya, “Oik, gara-gara Cakka ya?”tanyanya lembut. Oik mendongakkan kepalanya, menatap kakak laki-lakinya tersebut dan menggeleng pelan, “Ga usah ngeles dong, dek. Alvin udah ngasih tau gue!” ujarnya. Oik menoleh kepada Alvin dan kembali menghadap Rio. Ia menganggukkan kepalanya pelan, “Udahlah, Ik! Ngapain sih lo masih mikirin Cakka? Cakka itu ga pantes buat lo! Inget deh apa aja yang udah dia lakuin! Bikin lo sakita hati melulu, kan, dek? Liat sekitar lo, banyak yang sayang sama lo.. Lupain Cakka ya.. ” nasihat Rio. Oik menggelengkan kepalanya kembali, “Oke, lo ga harus ngelupain Cakka. Paling ga, lupain kalau dia pernah ada di hati lo” lanjut Rio. Oik menatap kakaknya tanpa ekspresi.

Sivia mengelus kembali punggung sahabatnya itu, “Ik, ada yang jelas-jelas sayang sama lo kenapa lo masih inget Cakka? Come on, Oik! Ada Alvin, dia tulus sama lo.. Kenapa lo ga coba aja sama dia?” tanya Sivia, Oik kembali menggelengkan kepalanya, “Gue yakin Alvin ga keberatan kok, ya kan?” seru Sivia, berpaling pada Alvin. Alvin menganggukkan kepalanya seraya tersenyum manis. Sivia kembali pada Oik, “Mau kan?” tanyanya lagi. Oik mengangguk seraya tersenyum tipis. Ozy, Deva, Ray, Sivia, dan Rio bersorak heboh. Alvin pun mengelus pelan puncak kepala Oik, “Yes! Oik jadian sama Alvin!” seru Sivia heboh, tepat ketika Cakka lewat di dekat mereka. Dan sayangnya, mereka semua tak menyadari ada Cakka di sana.

Cakka semakin mempercepat laju langkahnya. Hatinya serasa ditusuk-tusuk, “Maaf Agni, gue emang cowok lo, tapi bukan berarti hati gue buat lo. Maaf banget. Nyatanya, gue masih sayang sama Oik” gumamnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar