17 Agustus 2015
Oik berjalan menyusuri setiap stand di mall itu bersama seorang laki-laki berwajah oriental di sampingnya. Mereka berdua terlihat sedang bercakap-cakap dengan akrabnya. Sesekali pula terdengar gelak tawa dari keduanya. Kali ini mereka berdua melenggang memasukki sebuah stand alat musik. Terlihat keduanya sesang asyik melihat-lihat gitar. Mata Oik tampak berbinar ketika pandangannya tak sengaja tertuju pada sebuah gitar berwarna hitam dengan ornamen sebuah huruf ‘C‘ di pinggirnya.
“Alvin! Beli yang itu aja!” seru Oik kepada sang laki-laki berwajah oriental di sampingnya, Alvin. Alvin dan Oik berjalan menghampiri gitar tersebut. Seorang petugas stand tersebut segera membungkuskan gitar tersebut untuk Oik. Setelah itu, Alvin dan Oik berjalan menuju kasir dan membayar gitar tersebut.
“Yeah, akhirnya dapet juga kadonya” gumam Oik ketika mereka berdua baru saja keluar dari stand alat musik tersebut.
Alvin mengacak rambut Oik pelan. Tersungging senyuman di bibirnya, “Haha.. Childish ya lo! Buat nyari kado aja sampek muterin nih mall, gue capek loh” guraunya. Oik memanyunkan bibirnya, mengira gurauan Alvin barusan adalah serius. Alvin segera meralat pernyataannya, “Becanda, Ik! Gue bisa digebukkin Cakka nih kalo bikin lo kayak gini” Oik tersenyum samar, ia memukuli lengan Alvin pelan.
“Udah yuk, gue anter pulang aja ya” ajak Alvin. Oik hanya menganggukkan kepalanya. Mereka berdua berjalan menuju parkiran. Oik masuk dalam mobil, begitupula Alvin. Alvin segera melajukan mobilnya, membelah kota Jakarta siang ini. Tujuan mereka adalah rumah Oik.
***
“Oke, thanks udah nganterin gue ya” pamit Oik. Alvin tersenyum ke arahnya. Oik segera turun dari mobilnya. Rumah Oik masih sama seperti lima tahun lalu. Bersebelahan dengan rumah Cakka dan berseberangan dengan rumah Aren. Rumah Alvin pun masih berada di seberang rumah Cakka. Setelah memastikan mobil Alvin memasukki garasi rumahnya, Oik berjalan riang memasukki rumahnya.
Terlihat sepasang mata mengintip Alvin dan Oik dari balik tirai jendela. Wajahnya memerah. Cemburu? Marah? Mungkin. Cepat-cepat, orang itu menutup tirai jendelanya dengan kasar, sampai-sampai menimbulkan suara yang lumayan keras. Oik terpaku kaget. Ia mengedarkan pandangannya ke mana-mana. Tak sengaja ia lihat siluet sesosok lagi-lagi dari balik tirai jendela tadi. Ia tersenyum simpul dan kembali berjalan memasukki rumahnya.
Setelah meletakkan gitar yang barusan ia beli di atas meja belajarnya, Oik segera merebahkan tubuhnya di kasur. Baru saja matanya terpejam ketika ponselnya berdering, menandakkan sebuah panggilan masuk. Dengan malas, ia ambil ponselnya dan melirik sekilas ke arah layarnya. Cakka. Ia angkat panggilan dari Cakka sambil rebahan di kasur.
***ONTHEPHONE:OIK-CAKKA***
O : “Iya.. Kenapa, Cak?”
C : “Kok kayaknya ga suka sih aku telpon?”
O : “Bukannya ga suka, aku capek!”
C : “Iya deh, yang baru jalan sama Alvin”
O : “Kok kamu tau? Ngintip ya tadi?”
C : “Kalo iya emang kenapa?”
O : “Ih, Cakka jealous ya sama Alvin? Haha.. ”
C : “Iya! Besok aku ulang tahun eh kau malah jalan sama dia”
O : “Haha.. Emangnya kenapa?”
C : “Ga cariin aku kado kek, apa kek gitu”
O : “Udahlah.. Tenang aja”
C : “Iya.. Berarti, kamu bakalan jawab besok ya?”
O : “Jawab apa sih, Cak?”
C : “Ya itu, yang lima tahun lalu. Lupa?”
O : “Hah? Yang mana?”
C : “Yang itu, kamu ga ngasih jawaban sampek umur aku tujuh belas”
O : “Oh, iya iya. Aku inget. Kamu masih ngarep ya?”
C : “Iya dong! Kamu pikir aku ngapain aja lima tahun ini?”
O : “Ya kan aku kira kamu udah ada cewek lain”
C : “Ga, Oik! Cuman kamu!”
O : “Oke, oke! Aku lagi ga mau ribut ya”
***ONTHEPHONE:END***
Dengan senyum yang masih bertahan di bibirnya, Oik kembali meletakkan ponselnya di atas laci. Ia masih terus tersenyum. Bayangan tentang dirinya dan Cakka lima tahun yang lalu kembali bersarang di otaknya. Ozy yang baru saja akan masuk ke kamarnya langsung terheran-heran melihat kakak perempuannya sedang tersenyum sendiri, “Hayoloh! Mikirin siapa?” kaget Ozy. Sontak Oik langsung menjawab, “Cakka!” Ozy cengo beberapa detik. Sampai akhirnya, tawanya meledak. Oik jadi manyun.
“Udah, udah! Ga usah ngetawain gue deh!” bentak Oik, ia sudah terlanjur malu.
Ozy menghentikan gelak tawanya dan menatap Oik serius. Slah, sok serius, “Gimana? Lo besok jadi ga dateng di konsernya Cakka? Ya konsernya dia yang di JCC itu, yang meringatin umurnya ke tujuh belas” cerocos Ozy.
Oik menghela napas sebentar, “Ga deh kayaknya” lirihnya. Baru saja Ozy akan menanggapinya, Oik sudah kembali membuka mulutnya, “Gue rada ga enak badan. Biarin, ntar aja gue telpon si Cakka. Dia pasti ngerti kok. Udah ga ada yang bakal lo omongin lagi kan? Oke, lo bisa keluar. Gue mau istirahat” seloroh Oik. Oik pun mendorong tubuh Ozy keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamarnya. Ia kembali ke kasurnya dan merebahkan tubuh di sana, “Ga maksud boongin kalian kok” gumamnya. Sejenak, ia pun tertidur.
***
18 Agustus 2015, 00:01
Alarm ponsel Oik baru saja berbunyi nyaring. Untuk sepersekian detik, Oik mengerjap-erjapkan matanya. Setelah ia rasa nyawanya sudah terkumpul, ia mengulurkan tangannya untuk mengambil ponselnya di atas laci, “Cakka ulang tahun” desisnya. Ia pun memencet-mencet tombol ponselnya sebentar dan meletakkannya di telinga kanannya.
***ONTHEPHONE:OIK-CAKKKA***
O : “Happy birthday, Cakka!”
C : “Eh? Oik ya?”
O : “Iya dong, siapa lagi emang? Cewek kamu?”
C : “Ah, Oik! Dibilangin aku ga punya cewek kok!”
O : “Haha.. Iya deh, aku percaya”
C : “Oh ya, kamu orang pertama yang ngucapin loh”
O : “Oh ya? Ayah kamu sama Mas Elang ga ngucapin?”
C : “Belom, mereka masih molor kali”
O : “Oh.. Kamu kebangun ya gara-gara telponku?”
C : “Iya sih, tapi ga papa kok. Eh, Ik.. ”
O : “Apaan, Cakk?”
C : “Kamu ntar dateng ga ke konser aku?”
O : “Sorry ya, ga bisa. Aku ga enak badan”
C : “Hah? Kamu sakit? Sakit apa?”
O : “Demam.. Sorry ya ga bisa dateng”
C : “Iya deh, ga papa. Get well soon ya, cantik!”
O : “Ih, tengah malem gini masih aja ngegombal”
C : “Ish, kan buat calon pacar sendiri”
O : “Emang aku mau jadi pacar kamu?”
C : “Tau ah, pokoknya kamu harus jawab hari ini”
O : “Iya iya. Udah ya, aku mau istirahat dulu”
C : “Oke, bye!”
***ONTHEPHONE:END***
Oik kembali meletakkan ponselnya dan berlalu ke arah meja belajarnya. Di sana tergeletak sebuah gitar dengan ornamen huruf ‘C’ di pinggirnya. Ia ambil gitar tersebut dan selembar kertas kado berwarna ungu di dekatnya. Karena tak bisa tidur, ia memutuskan untuk membungkus kado Cakka sekarang. Ia berlalu menuju balkon kamarnya. Terlihat kamar Aren yang masih gelap, kamar Cakka yang hanya diterangi sebuah lampu redup, dan kamar Alvin yang pintu balkonnya terbuka. Wait, pintu balkon terbuka? Oh ya, sepertinya Alvin tertidur di balkonnya sejak semalam.
Oik tersenyum samar. Ia kembali ke dalam kamarnya dan mengambil ponselnya. Sambil berjalan menuju balkon, ia berusaha menelpon ponsel Alvin. Terlihat Alvin terbangun gara-gara bunyi ponselnya. Alvin melihat ke arah layar ponselnya dan dahinya berkerut heran. Akhirnya, ia angkat telpon dari Oik itu.
***ONTHEPHONE:OIK-ALVIN***
O : “Kamar lo kenape, woy? Tidur di balkon segala”
A : “Lah? Oh iye, gua ketiduran ini sih”
O : “Haha.. Cepet balik ke kamar deh, ntar malem kan lo temenin Cakka konser”
A : “Haha, iya deh. Ntar malem lo kasih jawaban ke Cakka ya?”
O : “Ga tau nih.. Gue ga enak badan. Ga bisa dateng ke sana deh kayaknya”
A : “Ah, ga asyik lo! Kesian noh si Cakka, udah nunggu lima tahun tuh!”
O : “Iye iye.. Bacot lu ah! Udah ye, gua mau istirahat”
***ONTHEPHONE:END***
Dengan cepat, Oik membungkus gitar untuk Cakka. Setelah selesai, ia kembali masuk ke dalam kamarnya dan meletakkan bingkisan untuk Cakka tadi di atas meja belajarnya. Jam masih menunjukkan pukul satu malam. Karena ia kembali mengantuk, Oik pun menjatuhkan tubuhnya di kasur, “Tunggu kejutannya ya, Cakka” desisnya. Oik pun kembali ke alam mimpinya.
***
Oik sendirian di rumahnya. Ozy, mama, beserta papanya sudah berangkat menuju JCC, tempat konser Cakka. Jam menunjukkan pukul enam sore sekarang. Mereka bertiga memang berangkat lebih awal karena takut terjebak macet di jalanan. Oik sendiri, sudah mengatakan kepada kedua orang tuanya kalau ia sedang tak enak badan. Oik mengintip ke arah rumah Aren dan Alvin. Sepi. Aren, Alvin, beserta keluarganya pun diundang Cakka untuk menghadiri konsernya.
“Oke, gue berangkat sekarang deh” gumam Oik.
Oik bergegas menuju kamarnya dan berganti baju. Oik keluar dari kamarnya dengan sudah mengenakan dress selutut berwarna ungu karena ia tau, Cakka akan mengenakan pakaian berwarna ungu. Cakka pernah mengatakannya tempo hari kalau ia akan mengenakan pakaian berwarna ungu ketika menggelar konser dalam rangka ulang tahunnya yang ke-tujuh belas. Oik berjalan menuju garasinya sambil membawa sebuah kunci mobil dan tas mini berwarna ungu pula.
Oik mengemudikan mobilnya di jalanan ibu kota. Ia membelokkan mobilnya ke sebuah toko kue. Ia turun dari mobilnya dan masuk ke dalam, membeli sebuah kue tart. Ia keluar dengan membawa sebuah kardus berukuran besar di tangannya, “Cakka pasti suka” gumamnya riang. Ia meletakkan kue tart tersebut di sebelah kemudi dan kembali mengemudikan mobilnya. Tujuannya kali ini adalah JCC, tempat Cakka menghelat konsernya.
Ia sampai di JCC tepat pukul delapan malam. Seluruh penonton pun sudah masuk ke dalam. Dengan mengendap-endap, ia berjalan menuju backstage. Tak lupa, ia membawa bingkisan dan kue tart untuk Cakka. Di backstage, ia bertemu dengan beberapa petugas. Oik langsung dihadang oleh petugas-petugas tersebut. Oik pun membisikkan sesuatu kepada mereka. Oik tersenyum lega. Ia bisa kembali menjalankan rencananya. Ia masuk ke panggung melalui backstage.
Ia melihat Cakka sedang duduk sambil memangku gitarnya, akan menyanyikan sebuah lagu, “Oke, ini lagu kelima ya. Spesial buat seseorang yang ga bisa dateng ke sini karena lagi sakit” ucap Cakka, lewat mikrofon. Oik tersenyum senang. Dan pastinya, lagu itu untuk dirinya. Oik sempat melihat ke arah mama, papa, Ozy, Mas Elang, ayah Cakka, Aren, Alvin, dan yang lainnya. Mereka semua memasang tampang heran. Oik hanya menyilangkan telunjuknya di bibirnya. Mereka kembali menikmati penampilan Cakka.
Me plus you, I'ma tell you one time
Me plus you, I'ma tell you one time
Me plus you, I'ma tell you one time
One time, one time
When I met you girl my heart went knock knock
Now them butterflies in my stomach won't stop stop
And even though it's a struggle love is all we got
And we gon' keep keep climbing to the mountain top
Your world is my world
And my fight is your fight
My breath is your breath
And your heart
And girl you're my one love, my one heart
My one life for sure
Let me tell you one time
(Girl, I love, girl I love you)
I'ma tell you one time
(Girl, I love, girl I love you)
And I'ma be your one guy
You'll be my #1 girl
Always making time for you
I'ma tell you one time
(Girl, I love, girl I love you)
I'ma tell you one time
(Girl, I love, girl I love you)
You look so deep, you know that it humbles me
You're by my side, them troubles them not trouble me
Many have called but the chosen is you
Whatever you want shawty I'll give it to you
Shawty right there
She's got everything I need
And I'ma tell her one time
Give you everything you need down to my last dime
She makes me happy
I know where I'll be
Right by your side
'Cause she is the one
Me plus you, I'ma tell you one time
Me plus you, I'ma tell you one time
Me plus you, I'ma tell you one time
One time, one time
Selesai menyanyikan lagu tadi, hall bergemuruh. Teriakan dari para fans Cakka semakin terdengar. Oik berjalan perlahan menuju tempat Cakka duduk sambil memangku gitarnya. Oik memberikan aba-aba kepada seluruh pengunjung untuk menyanyikan lagu happy birthday untuk Cakka. Oik sendiri, ia tetap menenteng bingkisan dan kue tart untuk Cakka. Hall kembali bergemuruh dengan lagu happy birthday.
Happy birthday Cakka, happy birthday Cakka
Happy birthday, happy birthday
Happy birthday, Cakka
Tepuk tangan membeludak dalam hall. Cakka masih belum menyadari kalau Oik sudah berdiri di sampingnya. Fans-fans Cakka pun berteriak agar Cakka menoleh ke sampingnya. Dengan bingung, Cakka menoleh ke sampingnya dan mendapati Oik berdiri tepat di sampingnya sambil tersenyum. Cakka segera meletakkan gitarnya dan berdiri, “Kok dateng sih? Katanya sakit?” tanya Cakka. Tangan kanannya ia tempelkan pada dahi Oik, “Loh, katanya demam? Kok ga panas?” cerocos Cakka.
“Udah udah, tiup aja dulu lilinnya” suruh Oik.
Cakka pun segera meniup lilin berbentuk angka tujuh belas itu. Tepuk tangan kembali bergemuruh di sana. Oik menyerahkan kue tart itu pada Cakka. Cakka meletakkannya di kursi yang sempat ia duduki tadi. Oik memberikan bingkisan pada Cakka, “Boleh aku buka?” tanya Cakka. Oik hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum simpul. Cakka pun membuka bingkisan dari Oik tadi. Alangkah senangnya ia ketika ia mendapati sebuah gitar dengan ornamen huruf ‘C’ di pinggirnya.
“Ah, makasih Oik!” seru Cakka. Kontan, ia pun memeluk Oik. Hall kembali bergemuruh dengan teriakan para fans Cakka. Cakka pun segera melepaskan pelukannya. Wajah keduanya sudah semerah tomat sekarang.
“Oke, Cakka bakalan nyanyiin lagu lagi.. Buat Oik” serunya.
My friends say im a fool to think that your the one for me
I guess im just a sucker for love
'Cuz honestly is that you know im never leavin'
'Cuz your my angel sent froma above
Baby you can do no wrong my money is your give
You a little more because i love ya love ya
With me girl is where you belong just stay right here
I promise my dear ill put nothin above ya above ya
Love me love me say that you love me
Fool me fool me oh how you do me
Kiss me kiss me say that you miss me
Tell me what i wanna hear
Tell me you
People try to tell me but i still refuse to listen
'Cuz they dont get to spend time with you
A minute with you is worth more than a thousand days without your love
Oh your love oh
My heart is blind but i dont care
'Cuz when im with you everything has disappeared
And every time i hold you near
I never wanna let you go oh
Hall bergemuruh untuk yang kesekian kalinya. Cakka meletakkan kembali gitarnya. Ia berdiri menghadap Oik. Ia ambil mikrofon, “Jadi, gimana? Jawaban kamu apa?” tanya Cakka, melalui mikrofon tadi. Beberapa fans Cakka berteriak, menanyakan soal kalimat Cakka barusan, “Jadi, dulu Cakka pernah nembak dia. Tapi dia ga ngasih jawaban. Dia kesian sama kalian karena dia tau kalo Cakka pernah janji ke kalian kalo Cakka ga akan pacaran sampek umur Cakka tujuh belas tahun. Jadi, Cakka tagih sekarang” jelas Cakka.
Semua fans Cakka mengangguk mengerti.
“Jadi gimana? Umur aku sekarang udah tujuh belas tahun.. ” lanjut Cakka.
Oik menganggukkan kepalanya pelan-pelan. Hall bergemuruh. Papa, mama, Ozy, Alvin, Aren, Mas Elang, beserta ayah Cakka berdiri dan ikut bertepuk tangan. Para fans Cakka pun terlihat senang dengan jadiannya mereka berdua.
THE END
Adekku Artis Dadakan (Epilog)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar