Suasana di pemakaman siang itu terasa sendu. Terlihat Shilla, Nova, dan beberapa kerabat mereka lainnya. Seluruhnya menatap pilu ke sebuah batu nisan dan gundukan tanah liat yang masih basah di bawah. Shilla dan Nova terlihat paling sedih. Berkali-kali mereka mengusapkan tisu ke pipi mereka.
Acara pemakaman selesai. Seluruh pelayat pun sudah kembali ke kediaman masing-masing. Shilla, Nova, dan kedua orang tuanya pun sudah berjalanmenuju parkiran dan menaikki mobil yang telah menanti keduanya.
Shilla, Nova, dan kedua orang tuanyapun masuk ke dalam mobil dan mobil melaju meninggalkan pemakanan tersebut. Mobil melaju menuju bandara. Rencananya, keempatnya akan segera kembali ke Jakarta, mengingat Shilla dan Nova sudah lama absen sekolah.
Shilla segera mengambil blackberry-nya dan membuka UberSocial. Ia membaca sekilas updates para teman-temannya di timeline. Kemudian, ia mengetikkan sesuatu. Ia tersenyum sedih untuk beberapa detik. Setelahnya, ia me-nonaktif-kan blackberry-nya dan memasukkannya ke dalam tas.
@ashillazhrtiara: Rhyme In Peace, my beloved grandma. Goodbye my grandma.. Me and @novasinaga will miss you so. Oma yang tenang ya di sana :(( See you soon, Jakarta!
^^^
Cakka sedang sibuk dengan laptopnya. Terlihat ia membuka situs jejaring social anak muda, twitter. Ia terbelalak kaget ketika melihat updates status dari orang yang sudah ia anggap sahabatnya, Shilla. Ia cepat-cepat mengambil ponselnya dan memencet keypad-nya.
“Aduh! Si shilla malah matiin HP-nya! Ga tau gue khawatir apa gimana?!” gerutu dengan sebal, “Oke, telpon Nova!” gumamnya.
Cakka kembali membuka phone book di HP-nya. Kembali ia menelpon seseorang, Nova. Nada sambung beberapa kali terdengar. Sampai akhirnya, terdengar suara dari kejauhan sana.
“.....Halo, Nova?.....”
“.....Iya. Ini gue, Cakka.....”
“.....Ga, cuman mau nanya aja. Oma lo sama Shilla meninggal?.....”
“.....Tau dari updates-nya Shilla di twitter.....”
“.....Kapan balik ke Jakarta? Umm, sampek di Jakarta maksudnya.....”
“.....Oke, ntar gue jemput Shilla di bandara. Gue ajak dia keluar ga pa-pa, kan?.....”
“.....Ga, itung-itung buat hibur dia aja.....”
Klik! Cakka mematikan sambungan dan segera meletakkan ponselnya kembali. Mood-nya untuk tweet-ing serasa hancur. Ia pun memutuskan sambungan internetnya dan mematikan laptopnya. Ia taruh laptopnya di atas meja dan segera membaringkan tubuhnya di kasur.
“Oke, gue tidur aja dulu. Dua jam lagi si Shilla sampek dan gue bakal jemput dia di bandara. Abis itu bakalan gue ajak makan malem sekalian. Kesian dia” Cakka berkata kepada dirinya sendiri. Tak lama setelah itu, ia sudah terlelap dalam alam mimpinya.
^^^
Rio terlihat tergesa-gesa memakai pakaiannya. Pasalnya, mamanya tadi telah meneriakinya agar cepat-cepat berpakaian dan segera menemuinya di ruang tamu. Setelah ia rasa cukup, Rio segera keluar dari kamarnya dan menuju kamar Oik. Kebetulan kamar Oik dikunci.
“Ik! Cepetan! Udah ditungguin papa sama mama, tuh!” teriaknya seraya mengetuk pintu kamar Oik dengan ritme yang sangat cepat.
Tak lama setelah itu, pintu terbuka. Muncul Oik dengan wajah kesalnya. Gadis mungil itu segera keluar dari kamarnya diiringi dengan tawa tertahan dari Rio. Bagaimana Rio tak ingin tertawa? Oik memasang wajah lucu (yang Oik sebut sebagai wajahnya ketika sebal) dan tak menggubris sedikitpun kata-kata Rio.
“Lo apaan, sih, kak?!” tegur Oik akhirnya.
Rio hanya mengerling beberapa detik ke arahnya dan menarik lengan gadis mungil itu ke ruang tamu, “Lo, sih, lucu banget! Lihat, deh, tampang lo kalau lagi marah! Ga ada serem-seremnya! Malahan gue pengen cubit tuh pipi! Udah berasa kayak bakpao banget!” ledeknya.
Oik memukuli lengan Rio pelan. Rio semakin tertawa saja. Mereka berdua masih bertingkah seperti itu ketika telah sampai di hadapan kedua orang tuanya. Kedua orang tuanyapun hanya dapat geleng-geleng kepala.
“Kalian itu masih saja, ya, seperti anak kecil! Selalu bertengkar! Sudah, sudah! Kan, tidak enak kalau anak rekan papa itu melihat kalian bertengkar bagini” papa mereka menasihati dengan menatap anaknya bergantian.
“Rio udah gede, pa!” bantah Rio, kali ini ia yang memasang wajah kesal.
“Bener, kak. Oik, kan masih kecil. Buktinya, belum tujuh belas tahun” jawab Oik dengan polosnya. Ia tak merasa sama sekali kalau Rio sudah sangat menahan diri agar tidak tertawa keras-keras mendengar jawaban adiknya tersebut.
“Sudah, sudah! Ayo, kita berangkat! Kasihan nanti dia menunggu terlalu lama” mama Rio dan Oik pun melerai kedua anaknya.
Keempatnya berjalan beriringan menuju mobil mereka yang diparkir di garasi. Papa mereka segera menyalakan mesin mobil dan mengendarainya menuju rumah rekan bisnisnya. Di jalan, Rio dan Oik masih saja ribut karena hal-hal sepele.
^^^
Jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Cakka berkali-kali melirik ke gate kedatangan. Tak lama kemudian, muncul empat orang yang sudah ia kenal. Cakka segera menghampiri keempatnya dan berjabat tangan dengan kedua orang separuh baya lainnya.
“Cakka? Ngapain di sini?” tanya seorang gadis dengan tubuh semampainya.
Cakka meliriknya sekilas dan kembali berbicara dengan kedua orang tua gadis tadi, “Om, tante, saya mau ngajak Shilla makan, boleh? hitung-hitung sebagai balas budi saya ke dia, om, tante. Boleh?”
Kedua orang tua gadis semampai itu, Shilla, terlihat menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis pada Cakka, “Oke, om, tante. Makasih!” Cakka berlalu dari hadapan kedua orang tua Shilla dan adik Shilla.
Tak lupa pula, ia menarik lembut lengan Shilla. Shilla tersenyum senang dari belakang Cakka. Keduanya pun segera menaikki motor Cakka dan melaju ke sebuah restaurant yang terbilang dekat dengan kediaman Shilla.
“Cakk, ngapain lo jemput gue di bandara?” tanya Shilla dengan suara kencang.
Cakka meliriknya sekilas melalui spion motornya, “Ya buat ngehibur lo aja, Shill. Oma lo baru aja meninggal, kan? Gue, kan, sahabat yang baik, Shill” sempat-sempatnya juga Cakka bernarsis ria, ckck.
Shilla terlihat sedikit kecewa dengan jawaban Cakka. Gue pikir lo emang beneran perduli sama gue. Gue pikir lo udah ‘lupa’ sama Oik. Gue pikir lo saying sama gue, lebih dari sahabat. Nyatanya? Nothing, Cakk!
Perlahan, motor Cakka berbelok dan sampailah mereka di sebuah restaurant homey langganan Cakka. Keduanya turun dari motor dan melenggang bersama masuk ke dalam restaurant.
^^^
Mobil Rio dan Oik berhenti di depan sebuah rumah megah bergaya klasik yang indah. Papa mereka segera mematikan mesin mobil dan mengajak keduanya lekas turun dari mobil. Rio dan Oik berdecak melihat rumah megah di hadapan mereka.
“Wah, pa, rumah rekan bisnis papa gede banget!” gumam Rio dan Oik secara bersamaan dan tak sadar.
“Sudah, ya, kagumnya! Sekarang kita masuk dan jemput anak rekan bisnis papa kalian” mama mereka pun melenggang masuk ke dalam bangunan tersebut, diikuti dengan papa mereka di belakangnya.
“Eh, tungguin kita!” Rio dan Oik pun berlari kecil-kecil menyusul kedua orang tuanya yang sudah mengetuk pintu rumah megah tersebut.
Kriet.. Pintu dibuka tepat ketika Rio dan Oik baru saja sampai di depan pintu. Alhasil, keduanya sangat kaget begitu mengetahui siapa yang membukakan pintu untuk mereka. Speechless. Keduanya terdiam melihat gadis bongsor tersebut.
“Hey, Manda!” mama Rio dan Oik menyapa gadis bongsor tersebut dan memeluknya sekilas, senyum terus mengembang dari bibir beliau.
“Ah, tante! udah, dong, tante.. Panggilnya Dea aja. Kan, udah gede ini” gadis bongsor tersebut, Dea, melepaskan pelukan mama Rio dan Oik sambil tetap tersenyum lebar.
Ia menoleh pada dua orang yang masih diam terpaku seraya menatapnya kaget. Ia mengibas-kibaskan telapak tangannya di depan wajah Rio dan Oik, “Hey, hey! Kak Rio! Oik!”
Rio dan Oik terkesiap. Keduanya saling pandang dan sama-sama tersneyum. Bedanya, Oik tersenyum senang dan Rio tersenyum malu-malu, “Udah, yuk masuk dulu!” Dea mengajak keempat tamunya agar masuk sebentar ke rumahnya.
“Udah, ga usah, Dea. Kita cepat-cepat saja. Kamu lekas ambil barang-barang kamu dan kita lekas pergi. Rio dan Oik akan mengajak kamu makan malam di restaurant favorit mereka” papa Rio dan Oik menolak halus.
Dea terlihat menimbang-nimbang sebentar sampai akhirnya ia tersenyum menyetujuinya. Ia pun segera masuk ke dalam rumah megahnya dan keluar dengan menggeret sebuah koper besar, satu tas sekolah, dan satu tas jinjing.
“Rio, kamu Bantu Dea, ya! Kasihan itu dia keberatan, bawaannya banyak!” mama Rio dan Oik meminta Rio untuk membantu Dea dan kembali menuju mobil diikuti oleh papa Rio dan Oik di belakangnya.
“Umm, sini gue bantu” Rio pun menggeret koper besar Dea menuju mobilnya.
Oik tersenyum simpul melihat kakaknya dan temannya itu. Buru-buru ia menyusul kedua orang tuanya masuk ke dalam mobil. Diam-diam ia mengintip kedua insan tersebut dan kembali tersenyum simpul.
Di sisi lain, Rio sudah mengumpat Oik dalam hati. Bisa-bisanya Oik ninggalin gue sendirian sama Dea?! Minta diapain, ya, itu adik gue satu! Awas aja tuh mungil!
“Sini, gue masukkin koper dan segala tetek bengeknya itu ke bagasi” Rio pun segera memasukkan barang-barang Dea ke dalam bagasi.
Keduanya pun masuk ke dalam mobil bersamaan. Rio kembali mengumpati Oik dalam hati ketika melihat Oik sudah duduk dengan PW-nya di dekat kaca jendela mobil. Akhirnya, Rio terpaksa duduk tepat di sebelah Dea.
^^^
Cakka terlihat menggeret sebuah kursi dan Shilla duduk di sana. Cakka pun duduk tepat di hadapan Shilla. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang menghampiri mereka sambil menenteng sebuah daftar menu.
“Lo pesen apa, Shill?” tanya Cakka, tetap tak mengalihkan perhatiannya dari daftar menu di tangannya.
Shilla menghela napas sejenak, “Hmm.. Tebak, deh, apa makan favorit gue!” Shilla malah menyuruh Cakka menebak apa makanan favoritnya.
Cakka mengernyitkan dahinya dan menatap Shilla penuh tanya, “Tenderloin Steak sama Iced Chocolate?” Cakka menebak-nebak makanan dan minuman favorit Shilla dengan suara mengambang.
Shilla menghela napas dengan berat. Ia merutukki dirinya sendiri atas kebodohannya menanyakan hal tersebut kepada Cakka. Bego lo, Shill! Ngapain nanya sama Cakka, coba? Jelas, dong, Cakka ga tau dan malah nyebutin makanan dan minuman favoritnya cewek itu!
“Bukan, Cakk. Gue sukanya Mie Ramen sama Iced Green Tea. Kalo yang lo sebut tadi, sih, makanan sama minuman favoritnya Oik” lirih Shilla sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Cakka hanya mengangguk mengerti dan tertawa sebentar, sama sekali tak menyadari kekecewaan yang tersirat dari perilaku gadis semampai di hadapannya, “Oke.. Mie Ramen-nya satu, Iced Green Tea-nya satu, Tenderloin Steak-nya satu, dan Iced Chocolate-nya satu”
Pelayan tersebut hanya menganggukkan kepala dan tersenyum formal kepada Cakka dan Shilla. Setelahnya, ia pun meninggalkan Cakka dan Shilla dalam diam. Shilla pun masih sibuk berbicara kepada dirinya sendiri.
Tuh, kan, Cakk! Sampek-sampek, makanan dan minuman favorit lo aja sama kayak Oik! Lo emang bener-bener sayang, ya, sama dia?
^^^
Mobil Rio dan Oik berhenti di depan sebuah restaurant dengan palang besar bertuliskan, “Western and Eastern Restaurant”. Rio, Oik, dan Dea pun turun dari dalam mobil. Tapi tidak dengan kedua orang tua Rio dan Oik.
Perlahan, mama Rio dan Oik membuka kaca jendelanya, “Kalian dinner bareng, ya! Yang akur! Mama sama papa masih ada urusan. Nanti, kita jemput lagi di sini. Satu jam lagi. Oke? Take care, baby!” pesannya.
Diam-diam, Rio dan Oik mengumpat kesal dengan tingkah laku kedua orang tuanya. Boleh-boleh saja mereka ingin mendekatkan keduanya dengan Dea. Tapi tidak begini caranya! Rio dan Oik takut kalau suasana akan kaku kalau begini caranya.
Mobil Rio dan Oik sudah kembali melaju. Akhirnya, mereka bertiga masuk ke dalam restaurant tersebut. Oik mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru restaurant favoritnya tersebut. Penuh sekali restaurant ini.
“Hey, tempat kosongnya tinggal satu! Di sana!” Dea berseru sambil menunjuk sebuah meja kosong berkapasitas empat orang di salah satu sudut restaurant.
Rio, Oik, dan Dea pun berjalan ke meja kosong tersebut dan duduk di sana. Pelayan datang menghampiri mereka, “Mau pesan apa?” tanyanya ramah.
“Tenderloin Steak sama Iced Chocolate!” seru Oik riang.
“Nasi Goreng Hongkong sama Jus Semangka!” kali ini ganti Dea yang berseru riang.
“Pem-pem Palembang sama Es Cendol!” terakhir, Rio berseru riang.
Pelayan tersebut tersenyum tipis dan kembali ke peraduannya. Rio, Oik, dan Dea tertawa bersamaan, “Sssstt!! Udah, udah! Resto orang, nih! Diusir menager bias kali kalau kita masih ketawa ngakak!” Dea mengingatkan Oik dan Rio secara halus.
^^^
Cakka dan Shilla masih mengobrol hangat. Tapi, tiba-tiba saja obrolan mereka terhenti ketika Cakka seperti mendengar suara seseorang dari belakangnya, “Suaranya familiar banget, ya, Shill” Cakka menggumam pelan.
Ia pun menoleh ke belakangnya. Matanya tiba-tiba melebar ketika melihat tiga orang yang ia kenal di sana, “Oik?” Cakka memanggil salah satu di antara ketiganya dengan suara tertahan.
Yang merasa namanya dipanggil pun menoleh refleks, “Cakka?” kagetnya, ketika mengetahui siapa yang memanggil namanya, “Sama Shilla?” lanjutnya dengan nada suara yang menyiratkan kekecewaan.
Cakka mengedik pada Shilla beberapa detik dan kembali tersenyum malu-malu pada Oik, “Iya, mau ngehibur dia aja. Kan, omanya baru meninggal” jawab Cakka enteng. Jelas saja Shilla kembali tersenyum pahit mendengar jawaban Cakka.
“Turut berbela sungkawa, ya, Shill!” ujar Rio, Oik, dan Dea berbarengan.
Setelahnya, pesanan Cakka dan Shilla pun datang. Keduanya pun makan dalam diam. Dea dan Rio, yang mengerti suasana hati Oik, hanya mampu mengelus punggung Oik pelan-pelan. Oik tersenyum tipis pada keduanya.
Lo? Sama Shilla, Cakk? Jadi, lo beneran ama Shilla? Oke.. I’ll try to forget you. But.. I can’t! really!
Classmate (Part 20)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar