Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Ini Buat Lo, Shilla

    Sebuah mobil baru saja sampai di depan rumah megah bercatkan warna krem itu. Tiga orang turun dari mobil tersebut. Seorang lelaki dewasa, seorang wanita dewasa, dan seorang anak kecil berwajah manis. Mereka bertiga segera memasukki rumah megah tersebut. Kedatangan mereka bertiga disambut baik oleh sang pemilik rumah.

    Mereka bertiga pun dipersilahkan masuk ke dalam. Itu adalah rumah dari kakak sang lelaki dewasa tadi. Kakak lelaki tadi pun sudah memiliki anak, laki-laki. Ya seumuran dengan anak perempuan berwajah manis itu.

    “Adit, Acil udah dateng tuh! Ajak main aja ya!” suruh seorang wanita yang menyambut kedatangan mereka bertiga tadi.

    Tak lama, seorang anak laki-laki berwajah manis datang menghampiri mereka berempat.

    “Acil, main ke kamarnya Adit yuk” ajak anak laki-laki itu dengan polosnya.

    Anak kecil perempuan tadi pun menganggukkan kepalanya dengan semangat. Mereka berdua berjalan bergandengan menuju kamar sang anak laki-laki yang tadi dipanggil Adit.

    “Haha.. Mereka lucu ya” celetuk seorang wanita yang tadi datang bersama seorang laki-laki dan anak perempuan kecil tadi.

    Pernyataan wanita itu disambut dengan anggukkan kepala sang pemilik rumah dan lelaki yang duduk di sampingnya itu. Mata mereka bertiga terus mengekor ke arah dua orang anak kecil yang sedang berjalan bergandengan tangan menuju kamar.

    Adit dan Aci yang merasa terus dipandangai oleh orang tua mereka hanya tersenyum geli dan terus berjalan menuju kamar Adit, “Eh, Adit sekarang kelas berapa? Aci udah kelas satu SD loh” tanya Acil dengan polosnya.

    “Adit juga udah kelas satu SD, sama kayak Acil. Acil sekolanya di mana?” tanya Adit balik.

    “Acil sekolahnya di SDN 34, Adit di mana?” seru Acil, mereka berdua sudah berada di kamar Adit sekarang.

    Adit duduk di ujung kasurnya dan Acil masih berdiri di dekat meja belajar Adit, memandangi setiap foto yang dipajang di sana.

    Sesaat, Adit memasang wajah murung, “Yah.. Kita ga sesekolah deh. Aditnya sekolah di SDN 96” desis Adit.

    Acil langsung menghampiri Adit yang sedang tertunduk sedih di ujung kasurnya. Dengan polosnya, Acil merangkul Adit dan tersenyum padanya, “Udah, ga apa-apa kok. Kita kan saudara. Masih bisa ketemu kapan aja” hibur Acil.

^^^

    Sebelas tahun kemudian..

    “Shilla! Kamu ga les, sayang?” teriak mamanya dari luar kamar Shilla. Tak ada jawaban dari dalam. Dengan kesal, mamanya membuka pintu kamar Shilla dan masuk ke dalam. Mamanya berkacak pinggang di dekat kasur Shilla, “Shilla! Bangun! Udah jam tiga sore ini! Bukannya kamu les hari ini? Ayo bangun! Nanti telat lesnya!” teriak mama Shilla sambil menarik selimut yang sedang dipakai anaknya itu.

    Shilla hanya menggumam tak jelas sambil mengucek kedua matanya. Baru saja ia membuka mata, ia sudah melihat mamanya sedang berkacak pinggang sambil menatap tajam ke arahnya. Shilla cengengesan. Dengan cepat, Shilla mengambil handuk dan pakainnya. Setelah itu, berlalu menuju kamar mandi. Mamanya hanya geleng-geleng kepala.

    Setelah beberapa menit berada di kamar mandi, Shilla keluar dengan sudah mengenakan celana jeans selutut dan T-Shirt berwarna kuning. Ia lalu mengambil tas lesnya dan bergegas keluar kamar. Ketika ia sedang memeriksa buku-buku lesnya, ponselnya berbunyi. Tanda sebuah panggilan masuk. Ia melirik sekilas ke arah layar ponselnya. Oik, sahabatnya dari SD, menelponnya. Dengan riang, ia mengangkat telpon dari Oik.

***ONTHEPHONE:SHILLA-OIK***

S : “Woy! Lo udah di sana?”

O : “Udah nih.. Masih sepi tapi”

S : “Masih sepi? Kan ada cowok lo, haha!”

O : “Shilla mah! Cepetan berangkat ye!”

S : “Oke oke, ini gua baru selesai mandi”

O : “Sip! Eh, tapi lo jangan kaget ya ntar”

S : “Kaget apaan? Jangan bikin gue penasaran deh”

O : “Ya itu, yang cewek cuman kita berdua loh”

S : “Oh.. Terus terus? Yang cowok berapa?”

O : “Ada lima. Ga apa-apa kan, Shill?”

S : “Iya deh, ga papa. Ga ngajak Ify les situ sekalian?”

O : “Kagak, die udah les di tempat lain soalnya”

S : “Oke deh, gue berangkat ya. Bye!”

***ONTHEPHONE:END***

    Shilla bergegas keluar dari rumahnya. Mamanya sudah menunggunya dalam mobil. Kebetulan, sopir keluarga mereka sedang cuti, jadinya ya mamanyalah yang mengantarnya menuju tempat les. Shilla masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, sampai-sampai buku tulisnya terjatuh dan dia tak sadar. Mobil itu melesat menuju tempat les Shilla, Nagoya College. Dalam perjalanan pun, Shilla terus saja berkutat dengan ponselnya, tak memperdulikan mamanya yang sedang menyetir.

    “Acil! Mama dikacangin!” seru mamanya dari balik kemudi.

    Shilla menatap mamanya tajam. Ia letakkan ponselnya dalam tasnya, “Mama! Shilla udah bilang! Shilla tuh udah gede! Jangan manggil Acil lagi! Manggilnya Shilla dong!” kesal Shilla.

    Mamanya hanya mengangguk pasrah. Shilla langsung membuang pandangannya ke luar sana. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka berdua sampai di tempat les Shilla. Shilla segera turun dari mobilnya. Sebelumnya, ia sudah mencium tangan mamanya dan berpamitan. Shilla menunggu mobil mamanya meninggalkan tempat lesnya terlebih dahulu.

    Sesudah itu, ia bergerak masuk ke dalam tempat les barunya. Oik sudah menunggunya di lobby, “Oik! Nungguin gue ya?” tanya Shilla, Oik hanya mengangguk.

    Mereka berdua berjalan menuju kelas mereka. Kelas Oik dan kelas baru Shilla. Shilla memang baru hari ini masuk di sini. Oiklah yang memintanya les di sini bersamanya. Cowoknya ada lima dan ceweknya cuman gue, kata Oik tempo hari. Dengan berat hati, akhirnya Shilla pun mendaftar di sini. Dan kebetulan, kelima cowok tersebut bukan teman sekolah Shilla dan Oik. Mereka berlima adalah murid SMPN 6 Jakarta.

    Mereka berdua berjalan memasukki sebuah kelas dengan label HIGH SCHOOL di pintunya. Oik menyeret Shilla memasukki kelas tersebut. Sudah ada lima orang di sana. Cowok semua. Mungkin ini yang diceritain Oik ke gue, batin Shilla. Oik menyeretnya lagi ke arah kelima cowok itu.

    “Hey! Kenalan deh! Ini Shilla, temen gue” kata Oik kepada mereka berlima, Shilla tersenyum kaku.

    “Alvin” seorang cowok berwajah oriental menyambut uluran tangan Shilla.

    “Cakka” seorang cowok berpipi chubby menyambut uluran tangan Shilla, “Cowoknya dia” lanjut Cakka, ia mengedikkan bahunya ke arah Oik.

    “Ray” seorang cowok berambut gondrong menyambut uluran tangan Shilla. Kagak dimarahin ama gurunye ape ye die, batin Shilla.

    “Gabriel” seorang cowok berwajah manis menyambut uluran tangan Shilla.

    “Rio” seorang cowok yang cukup familiar bagi Shilla menyambut uluran tangannya.

    “Adit kali!” seru Alvin, Cakka, Ray, dan Gabriel sambil menahan tawa.

    Rio mendengus kesal, “Rio woy! Adit panggilan gue waktu kecil!” serunya kesal. Shilla tersenyum geli.

    Setelah itu, guru pun masuk dan pembelajaran segera dimulai. Oik, Cakka, Rio, Ray, Alvin, dan Gabriel sudah sibuk mencatat di buku tulis masing-masing. Sedangkan Shilla, ia masih mengobrak-abrik tasnya. Shilla jadi bingung sendiri. Ke mana buku tulisnya? Oh, rupanya ia belum sadar kalau buku tulisnya tadi terjatuh.

    “Shilla, kenapa kamu?” tanya Miss winda, gurunya.

    Shilla menengok sekilas ke arah Miss Winda dan kembali mengobrak-abrik tasnya, ”Ini Miss, buku tulis saya ga ada. Padahal tadi udah ngebawa deh” sahut Shilla.

    Terlihat Miss Winda hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Oik, Cakka, Gabriel, Alvin, dan Ray menatapnya dengan iba. Rio lantas membuka tasnya dan mengangsurkan buku tulis cadangannya pada Shilla.

    “Eh?” kaget Shilla.

    “Buat lo aje, gua masih ada kok” kata Rio sambil tersenyum. Shilla tersenyum kaku dan menggumamkan terima kasih. Kegiatan pembelajaran kembali berlangsung.

^^^

    Shilla melenggang menuju kelasnya. Wajahnya terlihat ceria. Tapi dirinya masih kepikiran dengan Rio, teman lesnya. ‘Rio siapa sih? Kok gue berasa familiar banget ya? Adit, Adit, Adit, kayak namanya siapa ya? Argh, gue beneran lupa! Pikun nih gue! Padahal kan gue ga pernah amnesia!’

    Sampai akhirnya, BRUK! Tak sengaja Shilla menabrak seorang perempuan, tepat di depan kelasnya. Shilla nyengir ke arahnya dan langsung memasukki kelas. Oik dan Ify sudah datang rupanya.

    “Woy! Nabrak siape lu tadi?” tanya Ify dari bangkunya. Ify sebangku dengan Angel. Sedangkan Shilla, sebangku dengan Oik.

    Shilla meletakkan tasnya di atas meja dan kemudian menopang dagunya sambil menatap papan tulis, “Kagak tau ye” gumamnya. Oik dan Ify sesaat berpandangan heran dan mengangkat bahu masing-masing.

    “Lo kenapa sih, Shill?” tanya Oik.

    Shilla menoleh ke arahnya, “Rio.. Gue berasa familiar banget sama dia, tapi gue lupa dia itu mirip siapa” gerutunya. Oik dan Ify hanya tersenyum geli.

    Karena bel masuk tak kunjung berbunyi, Shilla mengajak Oik dan Ify ke kantin untuk menemaninya sarapan. Ketika Shilla dan Ify sedang asyik sarapan, ponsel Oik bergetar. Ia lirik sekilas layar ponselnya. Sebuah SMS dari Cakka. Cepat-cepat ia buka dan baca SMS tersebut.

    Oik, Rio minta nomer HP-nya Shilla tuh.. Kasih dong :)

    Oik segera mengangsurkan ponselnya kepada Shilla. Shilla menerimanya dengan bingung. Ia lantas membaca SMS dari Cakka dan terbelalak kaget.

    “Ik, Rio yang kemaren minjemin gue buku tulis itu?” tanya Shilla girang, Oik mengangguk lugas. Shilla segera membalas SMS Cakka dengan mengetikkan nomer ponselnya. Segera ia kembalikan ponsel Oik setelah itu.

    Tak seberapa lama, ponsel Shilla bergetar. Dengan semangat, Shilla mengambil ponselnya di saku roknya dan melirik ke arah layar ponselnya. Sebuah SMS dari nomer tak dikenal. Segera ia buka SMS tersebut. Ia terbeliak kaget. Oik dan Ify menatapnya heran. Shilla langsung memeluk kedua sahabatnya tersebut dan berteriak kegirangan.

    “Lo kenapa lagi sih, Shill?” tanya Ify heran.

    Shilla hanya menggelengkan kepalanya dan terus berkutat dengan layar ponselnya. Oik dan Ify pun dilupakannya. Sampai bel pertanda pembelajaran dimulai berbunyi pun, Shilla terus berkutat dengan ponselnya. Ketika mereka bertiga kembali ke kelas, Shilla berjalan dengan terus berkutat dengan ponselnya. Oik melirik sekilas ke arah layar ponsel Shilla. Ternyata Shilla sedang ber-SMS ria dengan Rio. Oik tersenyum samar.

^^^

    Seminggu kemudian, ketika Ify dan Oik sedang asyik ‘bergunjing’ di kamar Ify, Shilla berteriak sambil berlari menghambur ke arah mereka. Shilla memeluk mereka berdua dengan kencangnya sambil senyum-senyum tak jelas. Ify dan Oik kembali bingung dengan perilaku Shilla. Shilla yang biasanya selalu bad mood, seminggu terakhir ini selalu ceria. Dan ternyata, itu semua karena Rio. Rio membawa dampak yang cukup besar bagi Shilla.

    “Kenapa lagi sih lo?” tanya Oik dengan sabar.

    Pelan-pelan ia lepas pelukan Shilla dan menyeret Shilla agar duduk di depannya dan Ify. Shilla masih saja diam sambil tetap mempertahankan senyuman manisnya. Oik dan Ify saling pandang sesaat. Kedua membuang napas bersamaan.

    “Shilla, gue tanya deh sama lo.. Lo kenapa?” tanya Oik lagi.

    “Oik sayang, Ify sayang, Gue.. Jadian.. Sama.. Rio!!” pekik Shilla diakhir kalimatnya.

    Oik dan Ify cengo. Baru kenal seminggu yang lalu tapi sekarang udah jadian? Yang bener aja! Tapi Ify dan Oik mencoba berpikiran positif. Mereka berdua pikir, ini memang yang terbaik untuk sahabatnya, Shilla. Setidaknya, Rio bisa membuat mood Shilla menjadi bagus. See, selama Shilla bersama Rio, ia tak pernah lagi bad mood!
   
    “Eciee.. PJ dong!” seru Ify dan Oik bersamaan.

    “Oke oke, gue traktir kalian di PIM! Ayo berangkat! Rio jugak ngajak ketemuan di sana” ajak Shilla.

    Shilla, Ify, dan Oik segera beres-beres dan berangkat menuju PIM menaikki mobil Oik, Oik yang mengemudikannya.

^^^

    Minggu pagi ini, Shilla beserta kedua orang tuanya sudah berada dalam mobil. Mamanya membangunkan Shilla pagi buta. Mamanya bilang, saudara mereka baru saja datang dari Perancis. Jadi, mereka harus dan wajib berkunjung ke rumahnya. Sebenarnya Shilla malas, ia ingin di rumah saja. Uang membuatnya ingin ikut adalah ketika mamanya menyebut nama Adit. Shilla baru saja ingat dengan sepupunya yang satu itu. Sudah lama ia tak bertemu dengannya.

    Mereka bertiga telah sampai di depan rumah megah bercatkan warna krem, persis seperti sebelas tahun yang lalu. Dengan semangat, Shilla segera memasukki rumah tersebut. Mama dan papanya segera mengikutinya dari belakang. Di ruang tamu, ia bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Shilla menghambur ke arahnya.

    “Ah, Shilla kangen sama tante!” serunya, masih dalam pelukan wanita paruh baya tersebut.

    “Oh ya tante, Adit mana? Udah lama nih ga ketemu” celotehnya.

    Wanita paruh baya itu hanya menunjuk sebuah kamar di dekat dapur. Kamar Adit. Shilla jadi dag-dig-dug sendiri. Seperti apa Adit sekarang? Adit inget Shilla ga ya? Pikiran-pikiran semacam itu terus berkelebat di benak Shilla. Pelan-pelan, ia buka pintu kamar tersebut dan masuk ke dalamnya.

    Ia menemukan seorang laki-laki yang sebaya dengannya sedang duduk membelakanginya, menghadap ke arah laptop di depannya. Shilla segera menghampirinya. Pasti itu Adit, batinnya. Ia menepuk pundak Adit pelan, “Eh, Adit kan?” tanyanya. Laki-laki itu menganggukkan kepalanya. Tak lama, ia membalikkan badannya, menghadap Agni. Keduanya tersentak kaget.

    “Acil?” tanya laki-laki itu, Shilla mengangguk sedih.

    Shilla mundur perlahan. Shilla segera keluar dari kamar laki-laki itu dan berlari keluar dari rumah tersebut. Laki-laki itu berlari menyusulnya. Ketika di ruang tamu, ia dipanggil oleh orang tuanya dan orang tua Shilla.

    “Rio! Kenapa lari-lari sih? Tadi Shilla juga lari-lari. Kalian mainan?” tanya mamanya, setengah bercanda. Rio menggelengkan kepalanya cepat, “Terus kenapa?” tanya mamanya lagi.

    “Itu, itu Acil? Sepupunya Rio? Yang dulu suka main ke sini?” tanya Rio beruntun. Orang tuanya dan orang tua Agni mengangguk bingung, “Aduh! Shilla itu pacarnya Rio!” teriak Rio.

    Rio menjambak-jambak rambutnya sendiri, frustasi. Orang tuanya dan orang tua Shilla terbelalak kaget. Wajah mereka merah padam, menahan amarahnya pada Rio. Tak lama, BRUK! Terdengar bunyi keras dari depan rumah Rio. Mereka semua berlarian keluar rumah.

    “Shilla!” teriak mereka semua.

    Shilla sudah tergeletak bersimbahkan darah di tengah jalan. Mobil yang telah menabraknya pun kabur entah ke mana. Rio segera kembali ke rumahnya dan mengambil kunci mobil. Mereka semua membawa Shilla ke rumah sakit terdekat.

^^^

    Sudah sebulan ini Shilla koma. Dan kabar baiknya, hari ini Shilla siuman! Kedua orang tuanya, kedua orang tua Rio, Rio, Ify, Oik, Cakka, Ray, Gabriel, dan Alvin datang menjenguknya tepat ketika ia sadar dari komanya. Mereka semua tersenyum senang. Sayangnya, Shilla masih lemah. Dan dokter bilang, kondisi Shilla masih belum stabil.

    “Shilla mau ngomong. Tapi cuman sama Ify dan Rio. Boleh kan?” tanyanya. Semuanya mengangguk cepat.

    “Lo mau ngomong apa, Shill?” tanya Ify setelah semua sudah keluar dari ruang rawat Shilla.

    “Gue tau umur gue ga akan panjang” katanya. Ify dan Rio menggelengkan kepalanya dengan mata berkaca-kaca, “Gue cuman mau, Ify ngegantiin gue. Buat Rio. Ga mungkin kalo Oik yang ngegantiin gue, bisa ditampol gue ama Cakka” candanya. Ify dan Rio tersenyum sedih.

    “Gue mau, kalian jadian sekarang” lirih Shilla.

    Rio dan Ify saling pandang sesaat. Sampai akhirnya, mereka berdua menganggukkan kepala dengan berat hati. Perlahan, Shilla menyatukan tangan Rio dan Ify. Ketiganya tersenyum bersamaan. Sesaat, napas Shilla tersengal-sengal dan.. Berhenti. Ify menangis di dekat ranjang Shilla.

    Rio segera keluar dari ruang rawat Shilla dan memanggil dokter. Seluruh kerabat yang tadi menunggu di luar segera masuk dan menghampiri Ify yang masih menangis. Oik segera menuntun Ify keluar dari sana dan menenangkannya.

    Para dokter pun segera berlari memasukki ruang rawat Shilla. Melihat Shilla yang sudah tak bernapas lagi, para dokter hanya dapat menggelengkan kepala seraya tersenyum sedih. Kedua orang tua Shilla dan Rio pun menangis sejadi-jadinya. Air mata Ify dan Oik juga tumpah seketika itu juga. Rio segera menenangkan Ify dan Cakka menenangkan Oik. Gabriel, Alvin, Ray tertunduk sedih. Baru saja mereka mengenal Shilla, tapi sekarang.. Shilla sudah pergi meninggalkan mereka.

    Karena hari sudah sore, pemakaman Shilla dipercepat. Para tetangga pun sudah berada di pemakaman. Oik, Ify, dan Rio terlihat sangat terpukul. Mata mereka bertiga sudah sembab. Sangat sembab. Sedangkan mama Shilla, pingsan di rumah. Jadinya, beliau tak ikut ke pemakaman.

^^^

    Sebulan berlalu dari kematian Shilla. Oik, Ify, dan Rio masih dirundung duka. Rencananya, hari ini Rio akan mengajak Ify jalan-jalan ke Puncak. Awalnya Ify menolak. Ia takut asmanya kembali kambuh karena udara di Puncak yang memang dingin. Setelah Rio membujuknya, akhirnyanya Ify mau. Mereka berangkat pagi-pagi sekali dengan menggunakan motor Rio.

    Dan.. Baru saja mereka tiba di Puncak, asma Ify sudah kambuh. Rio cepat-cepat membawa Ify ke rumah sakit terdekat. Ify ditangani oleh seorang dokter laki-laki, Dokter Debo. Ify masih berada dalam ICU. Rio segera menelpon keluarga Ify. Sejam kemudian, keluarga Ify datang dengan tergopoh-gopoh. Mereka menanyakan pada Rio soal keadaan Ify. Rio hanya mengedikkan bahunya ke arah pintu ICU yang masih tertutup rapat.
   
    Kedua orang tua Ify hanya bisa tertunduk sedih. Dokter Debo keluar dari ICU dengan senyum sedihnya, “Permisi, orang tua Alyssa?” tanyanya. Kedua orang tua Ify mengangguk cepat, “Asma yang diderita oleh putri anda sudah sangat parah. Sebaiknya, anda membawanya ke luar negeri untuk berobat. Sbelum semuanya terlambat. Saya bisa membantu anda mengurusi segala keperluan di sana. Dan saya juga bisa menemani anda ke sana. Bagaimana?” jelas Dokter Debo. Kedua orang tua Ify mengangguk pasrah.

    Rio segera berlari menuju taman rumah sakit dan terduduk lemas di sana, “Baru aja gue nemuin penggantinya Shilla. Tapi kenapa sekarang dia harus pergi juga? Tuhan, takdir gue jelek banget sih? Ify harus berobat ke luar negeri dan gue sendiri lagi. Padahal.. Gue udah mulai sayang sama dia” lirihnya.

^^^

    Sudah seminggu ini Ify berangkat ke luar negeri untuk mengobati penyakitnya. Rio pun masih sendiri. Tiba-tiba, kedua orang tua Rio mengajaknya ke ruang keluarga. Sepertinya ada yang mereka ingin bicarakan. Rio masih menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kedua orang tuanya pun masih setia dalam diam. Rio mengangkat wajahnya dan memandangi kedua orang tuanya bergantian.

    “Kalian mau ngomong apa?” tanyanya.

    “Kamu pacaran sama Ify?” tanya mamanya balik. Rio menganggukkan kepalanya, “Dia Islam?” tanya mamanya lagi. Lagi-lagi Rio menganggukkan kepalanya. Kedua orang tuanya mengela napas, “Kita ga setuju kamu sama Ify” ucap mamanya, to the point.

    “Tapi kenapa?” lirih Rio.

    “Kamu tau kalo kan kalo kamu dan Ify beda kepercayaannya?” tanya papanya, mengambil alih pembicaraan. Rio menganggukkan kepalanya dengan lemas, “Jadi, kita mau kamu tunangan sama anaknya sahabatnya papa” ujar papanya lagi.

    Rio terbelalak kaget, “Apa? Tunangan? Rio masih SMA, pa! Belum juga lulus! Kenapa udah main tunangan aja sih?!” bentaknya. Rio benar-benar sudah tak bisa mengendalikan emosinya.

    Baru saja papanya akan menjawab, terdengar ketukan dari pintu depan rumah. Papanya segera bangkit dan menuju ruang tamu, “Pasti itu mereka.. Keluarganya orang yang bakal tunangan sama kamu” ujar mama Rio. Rio hanya tertunduk pasrah. Mamanya segera menyeretnya ke arah ruang tamu. Sudah ada seorang wanita paruh baya, lelaki paruh baya, dan seorang gadis manis di tengah keduanya. Rio melengos.

^^^

    Dua tahun kemudian..

    “Ify, udah boleh balik lagi loh ke Indonesia” seru Dokter Debo siang itu.

    Dokter Debo baru saja datang dari rumah sakit tempat Ify biasa berobat. Dan kebetulan, rumah sakit tersebut tak seberapa jauh dengan flat keluarga Ify.

    “Beneran, dok? Asyik!” Ify berteriak kegirangan.

    Akhirnya, mereka segera beres-beres dan balik ke Indonesia. Tepat ketika Ify baru saja menginjakkan kakinya di Indonesia, tepat di depan rumahnya tergeletak sebuah undangan. Ia pikir itu adalah undangan dari Oik dan Cakka, tapi ternyata bukan. Ia segera membuka undangn tersebut dengan was-was. Ify terperanjat kaget dengan adanya undangan tersebut?

    “Tunangan? Mario Stevano? Dea Christa?” gumamnya.

    Matanya mulai berkaca-kaca. Dokter Debo berjalan menghampirinya dan melongok ke arah undangan di tangan Ify. Ia ikut tersenyum sedih. Ia rangkul Ify dari samping dan menuntunnya masuk ke dalam rumah. Kedua orang tua Ify pun hanya dapat tersenyum sedih melihat putrinya.

^^^

    Ify dan Debo datang disaat Rio menyematkan cincin pertunangannya di jari manis Dea. Ify menghela napas dengan berat. Debo mengusap-usap punggungnya pelan. Tepuk tang bergemuruh di sana. Sakarang giliran Dea yang menyematkan cincinnya. Tepuk tangan kembali bergemuruh.

    Tak sengaja, pandangan Rio terantuk pada Ify dan Debo. Rio sempat tersentak kaget ketika menemui Debo berada di samping Ify. Rio hanya tersenyum bersalah ke arah Ify. Ify pun membalasnya dengan senyuman sedih.

    ‘Ini buat lo, Shilla..’ seru Rio dalam hati.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar