Shilla masih saja menangis dan bersembunyi di toilet sekolahnya. Entah mengapa, hatinya hancur saat Riko memutuskannya begitu saja. Seharusnya ia menyambutnya dengan senyum lebar karena memang ia telah menantinya dan menanti disaat dirinya hanya akan bersama Iyel. Tanpa Via dan tanpa Riko.
‘Kenapa jadinya kayak gini sih?! Harusnya gue seneng kan kalo Kak Riko mutusin gue. Dengan beitu, gue bisa lebih leluasa lagi sama Iyel. Ga ada Kak Riko dan ga ada Via’ jeritnya dalam hati.
Perlahan ia mengeluarkan ponselnya dari saku rok yang ia kenakan, membuka phonebook dan menelpon Agni.
***ONTHEPHONE:SHILLA-AGNI***
S : “Halo, Agni..”
A : “Iya, kenapa Shill? Lo nangis ya?”
S : “Iya, udah deh lo cepetan ke sini aja. Bawain gue tissue”
A : “Oke, lo di mana sekarang?”
S : “Di toilet bawah..”
A : “Gue ke sana, lo jangan ke mana-mana!”
***ONTHEPHONE:END***
Tak perlu menunggu waktu lama untuk Agni datang menghampiri Shilla dengan menenteng sepack tissue. Ia segera menghambur dalam pelukan Shilla dan menyerahkan tissue yang ia bawa tadi.
“Lo kenapa?” tanya Agni sambil melepaskan pelukannya pada Shilla.
“Kak Riko mutusin gue waktu dia liat gue lagi sama Iyel di kantin” jawab Shilla, suaranya masih terdengar parau di telinga Agni.
“Harusnya kan lo seneng, lo jadi lebih bisa free kalo lagi sama Iyel” ujar Agni sambil menghapus air mata yang masih terus meleleh dari kedua mata Shilla.
“Ga tau, tapi rasanya sakit” kata Shilla dengan suara rendah.
“Mungkin karena lo bener-bener sayang Kak Riko dan Iyel, lo cuman pengen milikin dia, bukan sayang sama dia” jelas Agni sambil menyunggingkan senyum tipisnya.
“Mungkin iya..” ucap Shilla dengan senyumnya.
“Lo jelasin semuanya ke Kak Riko, dia pasti bisa ngertiin lo kok. Kejar dia ya, dia yang terbaik buat lo. Bukan Iyel” nasihat Agni, masih dengan senyum tipisnya.
Shilla menganggukkan kepalanya dan menghapus air mata yang sudah tak meleleh dari matanya lagi. Ia menuju wastafel dan membasuk wajahnya pelan-pelan, mengeringkannya dengan tissue yang dibawa Agni tadi.
“Sekarang lo cari Iyel dan kasih tau kalo lo cuman sayang sama Kak Riko. Gue yakin kok kalo Iyel bisa nerima itu” tutur Agni.
Mereka berdua segera keluar dari kamar mandi dan bergegas mencari Iyel. Tujuan pertama, kantin. Iyel ga ada di sana. Tujuan kedua, kelas. Dan ternyata Iyel lagi di sana. Bersama dengan para sahabatnya dan Via!
Shilla dan Agni tersentak melihat Iyel dan Via yang masih akrab, seakrab mereka berdua ketika belom ‘putus’ karena Via menemukan foto-foto Shilla di ponsel Iyel, seakrab mereka berdua ketika belom beradu mulut di Laboratorium Fisika tempo hari.
“Iyel!” panggil Shilla dengan suara meninggi.
“Oh, hay Shilla” sapa Iyel balik, masih tetap dengan duduk di samping Via dan memain-mainkan rambut Via yang tergerai indah.
“Kok? Kamu? Sama Via?” tanya Shilla bingung.
“Bingung ya?” tanya Via balik.
Shilla menganggukkan kepalanya cepat, secepat ia ingin mengetahui mengapa Iyel dan Via masih sedekat dan seakrab sekarang di depan matanya tanpa merasa canggung ataupun risih.
“Mau tau ga?” sahut Obiet dari belakang Iyel.
Shilla kembali mengangguk. Sejuta pertanyaan muncul tak terkendali dari dalam otaknya. Ia sadar kalo sekarang bukan waktunya untuk bertanya yang macam-macam. Sekarang adalah waktu untuk Via dan Iyel menjelaskan semuanya. Secara jelas. Secara terperinci.
Dengan sabar Via dan Iyel menjelaskan semuanya. Agni yang aslinya sudah mengetahui rencana mereka hanya diam karena ia tau memang itu yang terbaik untuk Shilla. Seulas senyum tipis muncul kembali dari bibir kekasih Irsyad itu, Agni.
Shilla menyambut semua rentetan penjelasan Via dan Iyel dengan senyum tulusnya. Dan sebenarnya semuanya heran dengan reaksi Shilla, kecuali Angel tentunya. Dari awal mereka semua memprediksi kalo Shilla akan marah pada mereka, tapi ternyata salah. Dari awal pula Angel tak setuju dengan opini temna-temannya. Menurutnya, Shilla sebenarnya baik. Hanya saja, gadis berambut panjang tersebut sangat egois.
Shilla segera memeluk Via erat ketika ia dan Iyel selesai menceritakan semuanya. Senyum terus terlukis dari bibirnya. Matanya kembali berkaca-kaca, bukan karena sedih tapi karena terharu.
“Makasih ya lo udah mau ngelakuin ini buat nyadarin gue” ujar Shilla sambil tetap memeluk Via.
“Iya.. Ga papa kok, ini udah jadi kewajiban gue dan yang lainnya karena kita itu temen” jawab Via, ia membalas pelukan secara tiba-tiba itu dari Shilla.
“Makasih ya sekali lagi..” kata Shilla, ia segera mengendurkan pelukannya pada Via hingga akhirnya melepaskannya secara perlahan.
‘Kok Agni ga kaget sih sama semua rencana kita?’ tanya Angel dalam hati.
“Eh Agni, kok lo ga kaget sih sama semuanya? Sama semua rencana yang udah kita bikin? Apalagi lo ga marah.. Setau gue sih, lo kan paling ga suka kalo sahabat lo diginiin” sahut Oik.
“Eh, kita sepikiran loh. Gue juga kaget kenapa lo malah senyum gini..” timpal Angel.
“Haha.. Biasa aja kali! Sebenernya sih gue udah tau semua rencana kalian dari awal. Gue ga sengaja denger aja, bukan nguping tapi ya! Awalnya sih gue marah karena kalian mau giniin sahabat gue. Tapi setelah gue pikir-pikir ternyata rencana kalian ada benernya juga. Ya udah deh, gue biarin aja” terang Agni, seulas senyum kembali menghiasi wajah manisnya itu.
“Oh..” gumam yang lainnya sambil manggut-manggut mengerti.
“Jadi? Sekarang kita temen kan?” tanya Cakka sambil melirik mereka semua satu-persatu.
“Yeah, we’re friends!” sahut yang lainnya dengan kompak.
Lagi-lagi, koridor sekolah dan beberapa kelas di dekat 9E kembali penuh dengan sorakan dan tawa gembira yang muncul dari bibir mereka.
***
Siang itu, sepulang sekolah, mereka semua (kecuali Shilla dan Agni), memutuskan untuk pergi bersama. Hitung-hitung refreshing dari semua kepenatan yang menghampiri mereka sebagai siswa kelas sembilan yang akan menjalankan UNAS tahun depan.
“Kita mau ke mana?” tanya Zevana.
Mereka semua telah berada dalam mobil, walaupun dengan berdesakan. Mereka sengaja hanya memakai satu mobil, takut kepisah gara-gara macet katanya.
“Nonton yuk, kita lama lho ga nonton!” usul Alvin, ia duduk di belakang bersama dengan anak laki-laki yang lainnya.
“Boleh, mau nonton di mana?” sambung Via.
“Udah, kayak biasanya aja.. Blitz Megaplex” saran Iyel.
Mobil mereka meluncur menuju Blitz Megaplex. Di tengah-tengah perjalanan, ponsel Oik kembali bergetar. One new message from.. Mario Stevano.
Oik mendesah pelan melihat siapa pengirim SMS tersebut. Sejujurnya, ia malas sekali jika harus kembali berurusan dengan ‘masa lalunya’ itu. Tanpa pikir panjang, ia segera membuka SMS dari Rio tersebut dan membacanya.
---
From : Mario Stevano
Siaang, lagi ngapain??
---
“Dih, dia ga nyadar juga ya kalo gue males banget ama dia” ujar Oik.
“Kenapa?” tanya Cakka dari bangku belakang.
“Si Rio SMS lagi. Nanyain lagi apa. Pake smiley pula. Najis!” kata Oik.
“Bales aja, ntar dia malah curiga” ucap Cakka, dengan berat hati.
Dengan berat hati pula, Oik segera membalas SMS dari Rio.
---
To : Mario Stevano
Lagi jalan sama temen..
---
Setelah membalasa pesan singkat dari Rio barusan, Oik langsung menonaktifkan ponselnya dan meletakkannya dalam tas. Seakan-akan ia sudah tak perduli lagi dengan Rio. Dan itu lah yang memang Oik rasakan sekarang. Ia ingin hari ini hanya untuk dirinya dan sahabat-sahabatnya. Tanpa ‘parasit’ satupun. Ia ingin hari ini ia tertawa lepas bersama sahabatnya dan benar-benar tak ingin diganggu.
“Kenapa dimatiin? Kenapa juga dimasukkin tas? Ga takut Rio SMS lagi? Ga takut Rio curiga?” tanya Zevana beruntun.
“Nanyanya satu-satu aja kali, gua juga pasti bakalan jawab” ujar Oik sambil menoyor pelan kepala Zevana yang duduk tepat di sebelah kanannya.
“Iya deh. Kenapa dimatiin?”
“Males aja.. Baterainya juga udah ampir abis”
“Kenapa dimasukkin tas? Kok ga truh saku aja?”
“Males, ntar tasnya gua taruh mobil aja. Berat!”
“Ga takut Rio SMS lagi?”
“Biarin, bodo amat”
“Ga takut Rio curiga?”
“Rio? Curiga? Ga mungkin! Palingan dia ngira kalo gue lagi tidur siang”
Seiring dengan selesainya pertanyaan beruntun dari Zevana untuk Oik, sampailah mereka di Blitz Megaplex. Mereka segera turun dari dalam mobil dan menuju ticket box secara bersama-sama dengan sesekali tertawa mendengar lelucon dari Deva.
“Eh, kita mau nonton apa?” tanya Alvin ketika mereka telah sampai di dekat ticket box.
“Emang ada film apa aja?” tanya Angel dari belakang Alvin.
“Umm.. Gimana kalo Recident Evil aja?” lanjut Obiet sembari melihat-lihat poster film di dekatnya.
Yang lainnya hanya mengangguk, pertanda mereka juga setuju. Akhirnya Cakka dan Oik *ecieeee* pun segera mengantri di ticket box dan membeli sebelas tiket. Mereka memilih seat yang tak terlalu dekat dan terlalu jauh pula dari layar.
Setelah selesai membayar dan mendapatkan tiket, Cakka dan Oik segera kembali ke tempat teman-temannya sedang menunggu mereka. Karena sudah akan mulai, mereka bersepuluh bergegas menuju Studio Satu, tempat mereka akan nonton.
“Oh iya, seatnya ga jauh-jauhan kok. Tadi gue sama Cakka milihin yang deketan, jadinya ntar kita sebaris gitu” ucap Oik sambil berjalan.
***
“Woo.. Filmnya keren!” ucap mereka semua bersamaan.
Mereka baru saja keluar dari studio. Karena mereka semua sama-sama laper, jadinya mereka cari tempat makan dulu yang deket-deket sini. Dan pilihan mereka jatuh pada sebuah restoran seafood dengan tempat yang cozy.
“Kalian mau makan apa?” tanya Acha sambil melihat-lihat rentetan harga dan menu yang ditawarkan resto tersebut dalam sebuah menu list.
“Gue udang bumbu mentega aja deh , sama nasi putih, terus minumnya lemon tea” kata Via, ia juga melihat-lihat menu list yang berada di tangannya.
“Gue sama kayak Via.. sahut Iyel.
“Gue kare kepiting sama nasi putih ya, minumnya milkshake choco aja” timpal Oik dan Cakka berbarengan.
Seketika wajah keduanya memerah. Menunduk malu atas perkataan mereka yang kebetulan sama dan berbarengan *jodooooooohhhh :p*
“Ecieee..” sorak yang lainnya dengan senyum lebar.
“Udah ah! Cepetan pesen!” ujar Oik, mengalihkan pembicaraan.
“Iya tuh.. Kasian waitressnya nunggu kelamaan” gerutu Cakka, masih dengan muka semerah tomatnya.
“Gue cumi lada hitam sama jus mangga ya” ucap Angel.
“Gue sama kayak dia aja” lanjut Obiet sambil menatap Angel dari sudut matanya.
Setelah selesai memesan makanan, sang waitress pun kembali ke dapur resto tersebut. Tak perlu menunggu lama untuk sang waitress kembali dengan nampan berisi penuh makanan. Hingga ia butuh tiga kali berbolak-balik ke dapur untuk mengambil makanan lain yang mereka pesan.
“Kenyang gue..” gumam Nova sambil memegangi perutnya.
“Mas, minta billnya ya” kata Deva sambil mengangkat tangan kanannya dan menoleh kepada waitress yang berdiri tak jauh dari meja mereka.
Sang waitress pun tersenyum dan menghampiri mereka dengan membawa sebuah bill berwarna putih. Acha segera mengeluarkan dompetnya dan memberikan sebuah ATM kepada sang waitress tadi. Sang waitress berlalu dengan membawa ATM milik Acha.
“Kok lo yang bayar sih?” tanya Cakka heran.
“Ga papa, itung-itung ini gue nraktir kalian karena gue udah balik lagi ke Indo” jawab Acha sambil tersenyum.
***
Pagi itu, seperti biasa, Oik dijemput oleh Cakka, Via, dan Iyel. Tapi bedanya, hari ini mereka tak perlu lagi sembunyi dari Shilla . Via pun bisa turun di parkiran sekolah, tidak di ujung gang sekolah seperti tempo hari. Karena sekarang Shilla sudah mengetahi semuanya. Semuanya kecuali rencana mereka untuk Rio dan Keke.
Jam baru menunjukkan pukul enam lebih sedikit ketika mereka berempat sampai di parkiran sekolah. Mereka segera ke kelas masing-masing terlebih dahulu untuk meletakkan tas dan pergi ke kantin bersama. Rupanya Cakka dan Oik belum sarapan *ecieee*
Iyel duduk bersebelahan dengan Via dan Cakka bersebelahan dengan Oik. Cakka dan Oik kembali berdiri untuk membeli makanan disalah satu stand yang tersedia. Baru saja mereka akan menuju stand tersebut, Iyel dan Via kembali memanggil mereka.
“Gue titip jus mangga ya Cak!” pesan Iyel.
“Iya Ik, gue jus jeruk ya!” pesan Via.
Dengan terpaksa Cakka dan Oik menganggukkan kepalanya. Mereka berdua segera berlalu kesalah satu stand dan membeli makanan untuk mereka serta minuman pesanan sahabat mereka tadi.
Cakka kembali dengan sepiring nasi goreng, segelas es teh, dan segelas jus mangga pesanan Iyel. Ia segera duduk. Merasa ada yang kurang, ia celingukan ke sana-ke mari, mencari sesuatu yang hilang itu.
“Nyari apaan lo?” tanya Iyel sambil menyeruput sedikit jus mangga miliknya.
“Makanya itu! Kayaknya ada yang ga ada , makanya gue cari” jawab Cakka sambil tetap mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin.
Sekilas Iyel melirik Via dan Via menyunggingkan senyum penuh artinya, begitu juga dengan Iyel. Sesaat mereka berdua terus tersenyum penuh arti sampai akhirnya Cakka membuyarkan senyum mereka berdua.
“Kenapa kalian pake senyum-senyum segala?” tanya Cakka keki.
“Haha.. Gue tau kok apa yang ilang itu” kata Via dengan muka memerah karena menahan tawanya.
“Apaan?” tanya Cakka penasaran.
“Tuh..” ujar Iyel sambil melirik seseorang.
Seorang cewek dengan membawa sepiring mie goreng, sebotol fruit tea, dan segelas jus jeruk yang sedang berjalan ke arah mereka bertiga. Cewek yang manis dan mengenakan bando berwarna pink. Cewek dengan badge nama bertuliskan Oik Cahya R.
“Ehehehe.. Pantesan kayak ada yang kurang” gumam Cakka dengan cengiran lebarnya.
Oik segera duduk di sebelah kiri Cakka dan di depan Via. Ia menyodorkan segelas jus jeruk pada Via dan meletakkan piring dan botol itu tepat di depannya.
“Sorry ya lama, tadi berantem dulu tuh ama adek kelas resek. Asal nyerobot aje dia” celoteh Oik sambil membuka tutup botol minumannya.
“Ga papa kok” kata Via, ia segera meminum jus pesanannya tadi.
Ponsel Oik bergetar, pertanda SMS masuk. Oik ngedumel sendiri dalam hati. Sekarang adalah waktunya sarapan dan ada yang mengganggunya di saat seperti ini? Bener-bener ga ngerti keadaan! Udah tau dia lagi kelaperan, eh ada SMS. Malesin banget!
---
From : Nova My ChairMate
Woy! Lo, Cakka, sama Iyel di mana sih? Ada Bu Winda noh, kayaknya mau ngasih pengumuman. Mendingan kalian bertiga cepet ke sini deh..
---
“Mampus! Cak, Yel, udah masuk deh kayaknya. Tadi Nova bilang kalo Bu Winda udah dateng di kelas. Kayak mau ngasih pengumuman gitu..” kata Oik panik.
“Ya udah, lo ama Cakka cepetan abisin makanan aja deh. Baru kita ke kelas bareng-bareng” saran Iyel.
Dengan cepat Cakka dan Oik menghabiskan menu sarapan mereka pagi itu. Mereka segera beranjak dan berlarian menuju kelas masing-masing. Ketika melewati kelas 9C, nampak wali kelas 9C sedang berdiri di depan kelas dan seperti mengumumkan sesuatu kepada seluruh anak didiknya.
“Udah Vi, cepetan masuk gih. Ntar lo ketinggalan pengumuman tuh” suruh Cakka.
Via mengangguk samar dan segera mengetuk pintu kelasnya. Sang wali kelas mempersilahkannya masuk, ia tersenyum tipis, dan segera duduk di tempatnya. Sang wali kelas pun kembali melanjutkan pengumuman yang sempat terpotong sebentar karena kehadiran Via tadi.
***
Tok tok tok..
Iyel mengetuk pintu kelasnya dengan sedikit kelas. Seluruh penghuni 9E beserta Bu Winda menoleh ke arah Cakka, Oik, dan Iyel dengan tatapan dari-mana-aja-sih-kok-lama-banget. Mereka bertiga cengengesan ga jelas sampai akhirnya Bu Winda mengangguk, mempersilahkan mereka bertiga untuk kembali ke tempat masing-masing.
Oik segera duduk di samping Nova dan kembali menunjukkan cengiran lebarnya kepada teman sebangkunya tersebut.
“Dari mana aja sih kalian?” tanya Nova setengah berbisik.
“Dari kantin. Tadi gue sama Cakka belom sarapan soalnya” jawab Oik, dengan setengah berbisik pula.
“Eh iya, Bu Winda ngumumin apaan tadi?” tanya Oik.
“Dengerin aja, pasti diulang lagi kok. Lo kayak ga tau Bu Winda aja sih” balas Nova.
Oik mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kelas dan mendapati teman-temannya sedang mendengarkan dengan seksama. Beberapa saat kemudian mereka kembali sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, aktifitas yang tak seperti biasanya. Ada yang ngelamun sambil masang ‘muka pengen’, ada yang cekikikan ge jelas sambil bisik-bisik, ada yang telponan sama mamanya. Beneran aneh. Biasanya mereka ga kayak gini lho.
“Oke, saya akan ulangi lagi karena tadi ada yang terlambat datang” lanjut Bu Winda sambil melirik ke arah Oik, Cakka, dan Iyel.
“Jadi, besok lusa kita akan mengadakan study tour ke Bali. Kita berangkat dengan menggunakan bus. Masalah biaya tak jadi masalah karena ini kita akan mengambilnya dari tabungan kalian. Kita akan menginap di sana selama enam hari. Total, kita akan di Bali selama seminggu. Mohon membawa barang-barang yang diperlukan dan sampai di sekolah tepat pukul lima pagi. Jangan sampai terlambat karena bagi mereka yang terlambat konsekuensinya adalah tidak mengikuti study tour kali ini” ujar Bu Winda panjang lebar.
Cakka, Oik, dan Iyel saling berpandangan sesaat dan menyunggingkan senyum lebar masing-masing.
“Telat kali senengnya!” sorak teman-teman mereka bersamaan.
“Biarin dih..” jawab mereka bertiga dengan ketus.
Dan kelas 9E kembali dipenuhi dengan riuhnya tawa dan canda para penghuninya.
Bu Winda berdehem kecil dan riuhnya suasana saat itu lenyaplah sudah. Kelas 9E kembali sepi. Semua berpikiran sama, Bu Winda memancarkan aura membunuh!
“Oke, saya akan membagikan persetujuan dari orang tua. Kalian kumpulkan besok ya” pesan Bu Winda.
Bu Winda lalu berkeliling kelas dan membagikan formulir persetujuan dari orang tua tersebut kepada seluruh muridnya. Setelah selesai, ia kembali ke depan kelas dan mengumumkan kepada mereka kalo hari ini mereka akan pulang lebih awal karena guru-guru sedang melakukan persiapan untuk study tour mereka esok lusa.
Suara sorak-sorai dan tawa kembali memenuhi kelas 9E ketika Bu Winda keluar kelas. Mereka segera merapikan barang bawaan mereka dan pergi meninggalkan kelas. Kantin dan tempat parkir. Dua tujuan dari kebanyakan murid kelas 9E.
Cakka, Oik, Deva, Nova, Iyel, Via, Alvin, Zevana, Obiet, Angel, dan Acha segera menuju kantin. Mereka baru akan pulang ketika jam sudah menunjukkan waktu mereka pulang seperti seperti biasanya. Sekarang baru pukul sembilan. Itu artinya, mereka akan menghabiskan waktu berjam-jam di sini. Di kantin sekolah.
“Kalian pada ikut study tour kan?” tanya Acha, membuka pembicaraan mereka pagi itu.
“Ikut dong..” seru yang lainnya kompak.
“Eh, kita naik bus kan? Biasanya kan perkelas.. Berarti gue ga bisa sebus sama Via, Angel, ama Zevana dong” kata Oik lesu.
“Eh iya ya.. Biasanya kan pasti perkelas tuh” timpal Cakka.
“Ntar kita bertiga minta pindah aja. Jadinya ntar ada tiga temen sekelas kalian yang pindah ke busnya 9A, 9B, sama 9C” ujar Zevana.
“Emang boleh?” tanya Obiet.
“Moga aja boleh.. Kalo perlu kita ancem aja, kita ga bakalan ikut kalo kita ga boleh pindah bus” sahut Angel dengan cengiran khas ala dirinya.
“Kalian mau bilang ke siapa kalo mau pindah bus?” tanya Alvin sambil memainkan ponsel di tangannya.
“Kalo masalah kayak gitu kalian bilang ke Pak Dave aja” saran Deva.
Zevana, Angel, dan Via mengangguk semangat. Mereka tak sabar dengan datangnya esok lusa. Hingga tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktunya mereka pulang ke rumah .
***
Hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Seluruh murid SMPN 484 Jakarta yang sekarang berstatus sebagai siswa kelas sembilan bersorak senang menyambut datangnya hari itu.
Pagi-pagi sekali, lapangan SMPN 484 sudah dipenuhi dengan para wali murid yang sengaja bangun lebih awal untuk mengantarkan anaknya ke sekolah. Lapangan tak hanya dipenuhi oleh para murid dan para wali murid saja, lapangan tersebut juga dipenuhi oleh sepuluh bus. Satu bus untuk satu kelas.
Jam sudah menunjukkan pukul lima ketika para siswa SMPN 484 beranjak memasukki bus masing-masing sambil menenteng koper mereka. Dengan riang mereka meninggalkan lapangan tersebut menggunakan bus.
Di dalam bus, Iyel duduk dengan Via, Deva dengan Nova, Obiet dengan Angel, Alvin dengan Zevana, Cakka dengan Oik, dan Acha dengan Ozy. Ozy? Ya, cowok itu memang sengaja mengikuti Acha ke Bali. Karena sekolah Acha dengan Ozy memang melakukan study tour bersama, maka Ozy meminta izin kepada Kepala Sekolahnya untuk menaikki bus SMPN 484, dan ternyata dia diizinkan olehnya.
Dan tanpa mereka semua sadari, ada dua mobil yang membutinya dari belakang. Rio dan Keke. Sebenarnya Rio berniat mengikuti Oik dan akan memberikan surprise di sana, sedangkan Keke memang bermaksud untuk mengikuti Rio.
Setelah menempuh perjalanan sehari penuh, mereka akhirnya sampai juga di Bali. Mereka segera keluar dari dalam bus dengan menggeret koper masing-masing. Beberapa menit, para guru membagikan kunci kamar hotel pada siswanya. Satu kamar hotel di tempati oleh tiga siswa.
Akhirnya, mereka semua segera menuju ke kamar masing-masing karena jam sudah menujukkan pukul sepuluh malam. Dan keesokkan harinya mereka akan mengadakan kunjungan ke salah satu sekolah terbaik di Bali. Mereka akan mengadakan study banding di sana.
***
Baru saja Rio dan Keke akan memasukki hotel yang juga ditempati oleh rombongan SMPN 484 tersebut, mobil mereka berdua dihadang oleh sang security. Sang security menyuruh mereka keluar dan mencari hotel lain saja karena hotel tersebut sudah disewa oleh SMPN 484 dan Speniv Junior High School untuk satu inggu ke depan.
Dengan dongkol, Rio dan Keke keluar dan mencari hotel lain yang masih berdekatan dengan hotel itu untuk mereka berdua menginap dalam jangka waktu seminggu. Rio masih tidak menyadari kalo ternyata ada Keke di sana.
***
Pagi itu, seluruh siswa SMPN 484 dan Speniv Junior High School sudah berkumpul di resto hotel tersebut dengan menenteng tas masing-masing. Pertama-tama, mereka akan sarapan terlebih dahulu dan berangkat ke sekolah yang mereka kunjungi pada pukul delapan pagi.
***
Sore itu, Rio datang menghampiri Oik dan teman-temannya yang sedang berada di taman hotel. Dengan tiba-tiba, Rio mengagetkan Oik dari belakang. Dan ternyata, Keke sedang mengintip dari balik pohon.
“Hayo!” kaget Rio.
Oik kaget dan segera menoleh ke arah orang tersebut, “Oh, elo. Ngapain lo di sini?”
“Lah? Kok pake lo - gue sih?” tanya Rio bungung.
“Idih, ya suka-suka gue dong!” sahut Oik dengan nada tinggi.
Teman-temannya hanya memandang datar ke arah Rio dan Oik yang sedang mengobrol.
“Kok gitu sih?” tanya Rio sambil mencoba meraih kedua tangan Oik.
“Ih, ga usah pegang-pegang deh!” teriak Oik, ia segera menepis tangan Rio itu.
Keke yang melihat semua itu dari balik pohon hanya memandang sayu ke arah Rio dan Oik yang sedang berdebat di sana. Karena sudah tak tahan lag , akhirnya Keke keluar dari persembunyiannya tersebut dan menghampiri Rio, Oik, beserta teman-teman Oik yang lainnya.
“Keke?!” kaget semuanya.
“Iya, kenapa? Kalian bingung kenapa gue ada di sini?” tantangnya, sesekali ia menyeka linangan air mata yang berjatuhan di pipi chubbynya.
“Kok kamu bisa di sini?” tanya Rio dengan putus-putus.
“Aku ngikutin kamu. Kenapa? Ga suka?” tanya Keke.
“Bukan gitu.. Tapi..” kata Rio, menggantungkan kata-katanya.
“Tapi apa? Aku udah liat semuanya! Pake mata kepala aku sendiri! Kurang jelas apa?” todong Keke, buliran bening terus berjatuhan dari kedua pelupuk matanya.
“Maaf..” gumam Rio sambil menunduk.
“Mungkin bener ya kata temen-temen aku kalo kamu emang playboy!” bentak Keke.
“Bukan maksud aku bikin kamu kayak gini” ujar Rio, tetep menunduk.
“Cuman maaf aja ga cukup!” timpal Keke.
“Terus? Kamu maunya gimana?” tanya Rio sambil mendongakkan sedikit kepalanya.
“Putus!” jawab Keke ketus.
“Putus? Jangan! Aku masih sayang kamu!” ujar Rio memberi alasan.
“Kamu sayang Oik, bukan aku” ucap Keke.
Keke segera berlari sambil terus menyeka air mata yang berjatuhan itu. Ia pergi menuju pantai yang terletak tak jauh dari sana. Di sana, ia menangis tersedu-sedu. Tapi mungkin ini memang yang terbaik untuk ia, Rio, mereka.
***
“Bego lo! Cepet kejar!” suruh Oik.
Sejenak Rio berpikir sampai akhirnya ia berlari dan mengejar Keke yang sudah hampir menghilang dari pandangan matanya. Mereka semua tersenyum puas dengan ini. Mereka yakin Rio dan Keke akan balikan dan melupakan semuanya.
“Terus? Sekarang kita mau ke mana?” tanya Cakka memecah keheningan.
“Pantai!” jawab yang lainnya kompak.
Mereka segera berjalan ke pantai dekat hotel mereka.
Di pantai, mereka melihat Riko – Shilla dan Rio – Keke. Riko dan Shilla terlihat sudah kembali akur seperti dulu. Rio dan Keke pun rupanya sudah kembali jadian. Mereka semua kembali menyunggingkan senyum meliaht kejadian hari itu.
Mereka semua bergabung dan bermain-main air pantai sore itu. Cakka dan Oik memisahkan diri dari mereka. Mereka berdua segera menjauh dan duduk di atas pasir putih yang menyelimuti pantai itu. Duduk terdiam di sana menikmati sunset Bali.
“Sunsetnya keren ya..” kata Cakka.
“Iya.. Ga kayak di Jakarta” timpal Oik.
Cakka menyenderkan kepalanya di bahu Oik. Mereka kembali terdiam dan menikmati sunset sore itu dengan tenang.
“Jadi? Sekarang gimana?” tanya Cakka.
“Maksudnya?” tanya Oik balik.
“Kan udah ga ada penghalang lagi..” ujar Cakka.
Oik tersenyum, mengerti ke mana arah pembicaraan mereka kali ini.
“Haha.. Gimana ya?” gumam Oik sambil tertawa.
“So?”
“Aku ga perlu jadi orang lain lagi di depan kamu dan aku suka itu. Beda saat aku ada di depan Rio, aku harus jadi orang lain dan aku sama sekali ga suka itu”
“Jadi?”
“I’m yours”
Cakka merangkul pundak Oik. Mereka menikmati saat-saat sunset itu berdua. Senyum lebar kembali menghiasi bibir mereka sore itu.
Dan tiba-tiba.. “DOOORRRRR!!”
Cakka dan Oik menoleh ke belakang dan mendapati teman-temannya bersama pasangan masing-masing. Alvin – Zevana, Iyel – Via, Obiet – Angel, Ozy – Acha, Deva – Nova, dan dua sahabat baru mereka bersama pasangan masing-masing.. Riko – Shilla dan Irsyad – Agni .
Sore itu benar-benar menjadi momen paling berharga untuk mereka. Mereka semua duduk bersebelahan dan menatap matahari yang terbenam saat itu. Semburat-semburat keunguan mulai muncul, dan matahari pun terbenam. Sang bulan berganti menghiasi langit malam itu dan ditemani oleh bintang-bintang yang juga bertengger indah di sana.
Kita ga perlu jadi orang lain buat bikin orang yang kita sayang berbalik menyayangi kita, kita hanya perlu menjadi diri sendiri dan semua itu mungkin akan tercapai. Kita akan menjadi lebih indah tanpa menggunakan topeng kepura-puraan itu, just be your self
THE END
0 komentar:
Posting Komentar